Versi Jokowi kepada Mahfud bahwa pada kamis sore para Ketum Parpol pengusung menghadap saya dengan menyodorkan calonnya masing-masing. Â Jokowi bilang ke Mahfud, saya bukan ketua partai sehingga saya dalam posisi sulit.
Menurut analisis saya, rapat cawapres di Menteng antara Jokowi dengan para Ketum dan Sekjen Partai pengusung dan pendukung mungkin benar adalah penentuan cawapres tapi sangat mungkin sudah didahului oleh kesepakatan yang sudah bulat sebelumnya, karena saya tidak melihat ketegangan di wajah setiap kedatangan para ketum dan sekjen partai (Subhanallah hanya Allah yang Maha Tahu).
Saya tidak akan membahas dan menganalisis lebih lanjut tentang hal tersebut. Â Tapi kalau memang keputusannya Mahfud diganti oleh Ma'ruf dan dihasilkan dalam rapat di Menteng, maka akan sangat patut apabila Jokowi mengumumkan pada pagi harinya sekaligus ke tempat pendaftaran di KPU. Â Mungkin drama tidak patut ini tidak setragis yang telah terjadi.
Saya sangat menyesal Mahfud membuka aib orang walupun itu lawannya di ILC karena itu tidak beguna dan menyalahkan orang lain serta menimbulkan fitnah.  Yang perlu disalahkan adalah Jokowi sebagai orang yang menawarkan Mahfud jadi cawapres tapi oleh Mahfud tindakan Jokowi tersebut  dimaklumi. Ini yang saya tidak bisa mengerti.  Romy, Cak Imin, Said Agil, Ma'ruf tidak perlu disalahkan karena mereka lawan.Â
Menurut saya mereka berbuat seperti itu ke Mahfud adalah wajar sebagai lawan. Namun demikian ada pernyataan Said Agil yang tidak patut seperti Mahfud bukan kader NU. Â Sejak lahir Mahfud itu sudah NU. Â Dia dilahirkan di kota Sampang. Kecamatan Omben sarangnya NU. Sedangkan pernyataan Romy yang membuat Mahfud tersinggung menurut saya hanya salah tafsir saja diantara keduanya. Â Â
Nah di sini terlihat, Â ucapan para Ketum partai pengusung bahwa cawapres ditentukan oleh Jokowi hanya bualan belaka dan Jokowi sebagai Capres tidak memiliki kemandirian. Â Ini sesuai dengan pengakuan Jokowi sendiri kepada Mahfud.
Dengan berpegang teguh kepada ukuran moral Pancasila dan pepatah Madura di atas, maka saya menyarankan agar Mahfud memaafkan Jokowi dan tetap teguh silaturahmi serta meninggalkan istana dan menginjak istana kembali setelah Jokowi keluar dari istana. Â
Namun demikian semuanya terpulang kepada Mahfud sendiri. Â Tulisan ini hanya sebagai pelajaran bagi kita semua yang menjunjung tinggi Pancasila dan budaya lokal seperti pepatah di atas..... Semoga kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Â
Nizwar Syafaat, Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H