Mohon tunggu...
Nizwar Syafaat
Nizwar Syafaat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

#2019TetapJokowi versus #2019GantiPresiden

5 Agustus 2018   20:15 Diperbarui: 5 Agustus 2018   20:23 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tagar #2019TetapJokowi dimunculkan dari kelompok pro Jokowi dengan argumentasi bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi telah banyak membuahkan hasil di segala bidang dengan capaian yang berbeda-beda, misalnya pembangunan infrastruktur, Jalan tol, pengentasan kemiskinan dan lainnya.  Mereka mengklim bahwa kinerja pemerintahan Jokowi positif membuat Jokowi layak untuk dua periode.

Tetapi sebaliknya, yang kontra Jokowi menganggap bahwa kinerja pemerintahan Jokowi tidak seperti yang dijanjikan.  Banyak inefisiensi dalam pembiayaan pembangunan. Utang menggunung tapi hasilnya tidak sebanding. Perencanaan pembangunan dilakukan secara spekulatif indikasinya adalah penundaan beberapa program infrastruktur setelah mendengar melebarnya defisit transaksi berjalan dari BI yang diproyeksikan mencapai minus US# 25 milliar, padahal sudah diingatkan sebelumnya oleh rakyat.

Kondisi itulah  yang menyebabkan kelompok kontra Jokowi menilai Jokowi tidak pantas untuk melajutkan dua periode, mereka memunculkan tagar #2019GantiPresiden.

Berikut saya sajikan beberapa fakta tentang kinerja pemerintahan Jokowi, mohon koreksi apabila ada yang tidak benar sebagai berikut:

Defisit APBN ekspansif yang dibiayai dari utang menyebabkan utang menggunung mencapai rekor tertinggi selama era reformasi (konfirmasi ke Kemenkeu).

Defisit APBN melalui utang yang lebih besar diharapkan pertumbuhan ekonomi meningkat padahal kenyataannya masih lebih tinggi pemerintahan sebelumnya (SBY) dengan utang yang lebih kecil (konfirmasi ke Kemenkeu)

Defisit APBN melalui utang yang lebih besar diharapkan pengentasan kemiskinan lebih cepat, padahal kenyataannya masih lebih cepat pemerintahan sebelumnya (SBY) dengan utang yang lebih kecil (konfirmasi ke BPS )

Defisit APBN melalui utang yang lebih besar diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan secara riil artinya melalui pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan pendapatan, padahal kenyataannya penurunan kemiskinan bersifat semu karena faktor bantuan sosial masih berkontribusi tidak kecil pada penurunan kemiskinan sesuai dengan pernyataan presiden, BPS dan Mensos (konfirmasi ke Kemensos dan BPS).

Defisit APBN melalui utang yang lebih besar dengan program kemiskinan dan bantuan desa yang intensif diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan di pedesaan lebih besar dibanding di perkotaan, padahal faktanya sebaliknya.  Justru pemerintahan sebelumnya (SBY) pro orang desa (konfirmasi ke BPS).

Pemerintahan Jokowi menggati sebagian produk lokal dengan impor di pasar domestik contohnya gula dan garam menyebkan petani tebu dan garam menderita.  Rente importir untuk kedua komoditas tersebut cukup besar  yang menjadi faktor membengkaknya defisit transaksi berjalan (konfirmasi ke Kemendag dan Perindustrian).

Kunjungan wisatawan manca negara meningkat tajam era Jokowi (konfirmasi ke BPS).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun