Mohon tunggu...
Nizwar Syafaat
Nizwar Syafaat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kontroversi Dampak Pelemahan Rupiah terhadap APBN

28 Juli 2018   07:30 Diperbarui: 28 Juli 2018   08:09 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini di media massa berkembang kontroversi tentang dampak pelemahan rupiah terhadap APBN. Menteri Keuangan  Sri Mulyani mengatakan bahwa pelemahan rupiah berdampak positif terhadap APBN.  Setiap pelemahan rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp 100 akan berdampak pada peningkatan penerimaan negara sebesar Rp 1.7 trilliun netto. Dokumen APBN 2018 menunjukkan demikian.  

Oleh karena itu, Sri Mulyani tidak akan mengajukan APBN-P akibat pelemahan rupiah tersebut.  Sementara ekonom lainnya berpendapat berbeda, pelemahan rupiah justru akan meningkatkan pengeluaran APBN untuk pembiayaan pembayaran cicilan utang dan bunga dalam dollar AS, biaya subsidi  dan pengeluaran lainnya.  Saya termasuk yang berpendapat berbeda dengan Sri Mulyani.

Untuk membedah kontroversi tersebut saya mencoba menelusuri model yang digunakan oleh Kemeterian Keuangan untuk menghitung dampak tersebut.  Dari dokumen APBN 2018 diperoleh bahwa model yang digunakan adalah model parsial bukan model keseimbangan umum (General Equilibrium), karena hasil uji sensitivitas dampak peubah pertumbuhan ekonomi, inflalsi, suku bunga, nilai tukar, harga minyak terhadap APBN 2018 dihitung dan disajikan secara parsial (sendiri-sendiri), padahal masing-masing peubah tersebut saling tergantung.  

Misalnya perubahan nilai tukar akan berdampak pada inflasi, suku bunga dan berikutnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi untuk selanjutnya berdampak pada penerimaan pajak sebagai penerimaan negara.

Kementerian Keuangan hanya menghitung dampak perubahan nilai tukar terhadap penerimaan pajak dalam dollar saja. Sehingga apabila nilai tukar rupiah melemah tentu penerimaan pajak dalam rupiah akan meningkat. Padahal logikanya tidak demikian, ketika nilai tukar berubah maka dampaknya pada inflasi, suku Bunga dan pertumbuhan ekonomi, sehingga hasilnya bisa berbeda tergantung pada elastisitas masing-masing peubah tersebut.  

Oleh karena itu, penggunaan model parsial dalam menghitung dampak perubahan nilai tukar terhadap APBN sangat lemah dan tingkat akurasinya rendah.  Penggunaan model keseimbangan umum lebih baik karena mengakomodasi seluruh dampak dari suatu faktor exogenous sehingga tingkat akurasinya lebih tinggi.

Berikut saya beri contoh logika model keseimbangan umum.  Pelemahan rupiah akan menyebabkan perusahaan BUMN yang menggunakan input atau bahan baku dan memiliki cicialan pokok utang dan bunga dalam dollar akan berkurang keuntungannya, walaupun harga outputnya mengalami kenaikan.  Contohnya perusahaan Pertamina ,PLN, Pupuk dan lainnya.  Pengurangan keuntungan tersebut akan megurangi setoran pajak ke pemerintah juga setoran deviden sehingga penerimaan APBN dari perusahaan BUMN tersebut akan berkurang, sementara pengeluaran APBN berupa subsidi meningkat.  Dampak penerimaan APBN netto akan berkurang.

Pelemahan rupiah akan mendorong peningkatan suku Bunga yang akan berdampak pada peningkatan biaya cicilan pokok utang dan Bunga bagi perusahaan swasta nasional yang tidak terkait dengan dollar, sehingga keuntungannya berkurang bahkan bisa merugi dan dampaknya setoran pajak kepada APBN juga berkurang.     

Pelemahan rupiah untuk perusahaan manufaktur yang berorientasi ekspor dan berbahan baku impor tidak banyak diharapkan peningkatan penerimaan pajak dari perusahan tersebut.  Sebaliknya pelemahan rupiah akan meningkatkan setoran pajak dan royalti kepada ABPN dari perusahaan eksploitasi SDA seperti tambang dan mineral.

Pelemahan rupiah akan mendorng inflasi karena naiknya harga-harga (inflasi yang dihitung pemerintah kok kecil padahal harga ayam dan telor naik luar biasa, sehingga harga sate ayam naik dari Rp 18.000 menjajdi Rp 20.000 per 10 tusuk,  dan harga pangan lainnya) yang akan berdampak pada peningkatan pengeluaran masyarakat selanjutnya akan mengurangi setoran pajak kepada APBN.

Pelemahan rupiah akan berdampak pada peningkatan suku Bunga utang pemerintah yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran suku bunganya.

Itu hanya itungan dampak pelemahan rupiah (sebagai faktor exogenous) menggunakan model keseimbangan umum.  Kementerian Keuangan dengan menggunakan model parsial tentunya hasilnya memiliki tingkat akurasi yang rendah. 

Saran Himbauan

Saya menyarankan sebaiknya Menteri Keuangan Sri Mulyani jangan terlalu lantang dan nyaring menyuarakan bahwa pelemahan rupiah menguntungkan APBN karena model yang digunakan adalah model parsial yang tingkat akurasinya rendah.  Sebaiknya Menteri Keuangan melakukan revisi asumsi APBN karena asumsi yang kredibel adalah asumsi yang mendekati kenyataan.  Faktanya rupiah melemah jauh di atas asumsi APBN.     

 

Nizwar Syafaat, Ekonom dan  Pengamat Kebijakan Publik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun