Berdasarkan keterangan Takmir masjid kampus UGM bahwa nama Fahri dicoret sebagai penceramah karena Rektor UGM ditekan oleh pejabat di atas. Â Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM mengatakan bahwa penolakan itu bukan adanya tekanan, tapi berdasarkan kesepakatan antara Takmir dengan Kampus. Sementara Rektor UGM menjelaskan, memang UGM meminta kepada takmir Masjid UGM untuk mengganti nama Fahri dengan penceramah yang lain. Namun dia enggan menyebutkan alasannya.
Tanggapan berbeda disampaikan oleh Ngabalim sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Badan Koordinasi Mubaligh Seluruh Indonesia yanag kebetulan sebagai orang Istana. Â Ngabalin justru menyesalkan tindakan UGM tersebut dengan alasan: Pertama, Fahri itu kan kader umat Islam. Kedua, dia adalah Wakil Ketua DPR. Ketiga, masjid itu adalah milik semua suku bangsa. Kalau Fahri Hamzah ditolak, berarti ada something wrong dengan UGM. Â Dia justru bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang Wakil Ketua DPR bisa ditolak berceramah di kampus negeri. Apalagi saat ini adalah Bulan Suci Ramadan, tak sepatutnya ceramah dihalang-halangi. Bila alasannya adalah kontroversi, maka Ngabalin tidak bisa menerima alasan itu. Kontroversi apa? Itu Wakil Ketua DPR loh. Masjid itu rumah Allah. Kalau bulan puasa ini dia hendak memberikan ceramah, kenapa harus dihalang-halangi?
Saya senada dengan Nagabin, penolakan Fahri oleh UGM perlu diwaspadai. Â Kalau pencoretan penceramah Sekjen HTI bisa saya maklumi, tapi kalau untuk Fahri sungguh tidak rasional. Â Mesjid adalah miliki Allah dan lambang keislaman. Â Penolakan Fahri yang tidak memiliki catatan menentang Pancasila berarti perlawanan terhadap Islam. Â Menjadi benar apa yang dikatakan Ngabalim ada yang salah di UGM.
Kepada Tempo.co (6 juni 2017), "Rektor baru UGMPanut Mulyono mengatakan kampus merupakan benteng Pancasila. Dia menegaskan tidak boleh ada bibit-bibit radikalisme aliran-aliran yang bertentangan dengan dasar negara itu. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi muncul bibit atau tersemainya gerakan radikal dan menyimpang sudah dibersihkan. Contohnya, pengelolaan masjid diambilalih pihak Badan Pengelolaan Masjid Kampus UGM, yang sebelumnya dikelola yayasan. Â
Panut menjelaskan UGM menempatkan Pancasila tidak hanya menjadi diskusi verbal. Tetapi UGM berusaha menempatkan dan membumikannya dalam praktik sehari-hari. Bahkan, saat ditanya soal gerakan Hizbut Tahrir Indonesia, Panut juga dengan tegas menyatakan tidak akan mentolerir gerakan yang berpaham khilafah dan akan dibubarkan pemerintah ini. Langkah-langkah pihak universitas sudah dilakukan, termasuk memonitor seluruh kegiatan mahasiswa dan dosen di kampus.Â
Bahkan dia menyebutkan soal mata kuliah agama Islam haruslah materi yang rahmatan lil alamin. Islam sebagai rahmat untuk alam semesta. Panut mengatakan UGM berkomitmen untuk menjadi benteng Pancasila dan mendeklarasikan diri sebagai kampus Pancasilais dan sudah sesuai dengan Tri Dharma perguruan tinggi. Kampus harus bisa mengimplementasikan butir lima sila dalam seluruh kegiatannya".
Dari penjelasan Rektor UGM seperti dalam Tempo,co di atas, saya menduga ada yang salah Rektor UGM memahami hubungan Islam dengan Pancasila. Â Rektor yang mengaku Pancasialis justru menolak seseorang penceramah di rumah Allah yang tidak memiliki catatan apapun dengan Pancasila, apalagi yang bersangkutan sebagai Wakil Ketua DPR-RI. Â Justru ceramahnya akan memberikan proses dialektika yang lebih luas bagi civitas akademika untuk memahami Islam yang sesungguhnya.
Pancasila bukan Way of Life (Pandangan Hidup) tapi Perjanjian
Menurut saya Pancasila merupakan pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara.  Dengan demikian, Pancasila adalah perjanjian saya sebagai WNI dengan NKRI.  Dasar NKRI adalah Pancasila.  Pancasila  menurunkan Undang-Undang Dasar (UUD), kemudian menurunkan Undang-Undang (UU), selanjutnya menjadi peraturan-peraturan.  UUD, UU dan seluruh peraturan yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia mengikat seluruh warganya untuk mentaatinya, tanpa terkecuali.Â
Islam adalah Way of Life (pandangan hidup) Â saya. Â Oleh karena itulah, saya tunduk pada semua yang mengikat saya sebagai WNI, bukan karena Pancasila tapi karena perintah Allah ( .... Taatlah pemimpin..). Â Semua yang saya kerjakan berdasarkan perintah Allah sesuai dengan firmanya "Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah". Â Itulah Islam sebagai pandangan hidup bagi setiap muslim.
Bagi saya mentaati Pancasila adalah ibadah, Â Ibadah akan menciptakan amal. Ilmu adalah pemimpin amal. Â Tanpa ilmu, ibadah tidak ada amal. Saya memahami dan tahu bagaimana meletakkan Pancasila dalam kehidupan saya sebagai muslim, sehingga saya bisa meyakini bahwa taat kepada Pancasila adalah ibadah.