Belum lagi perihal asmara, upahmu tak cukup mampu meyakinkan diri untuk meminang kekasihmu. Umurnya semakin matang sementara nyalimu semakin mentah. Hal terbaik yang bisa kau lakukan hanyalah berdoa agar dia tak keburu dipersunting orang lain. Mengenaskan.
Hari ini adalah minggu terakhir di bulan Maret, kau mendapat kabar bahwa di desamu sedang panen raya. Ibu, bapak, dan saudaramu kini tengah berkumpul makan bersama di pematang sawah untuk merayakan hasil panen yang meningkat dibanding periode sebelumnya. Tentu saja hasil melimpah ini tidak hanya cukup untuk makan selama berbulan-bulan tapi juga sebagian bisa dijual untuk menambah modal ternak ayam.
Pada hari yang sama, di sepetak kamar kos ukuran 2x2,5 meter di pinggiran kota. Kau merenung sambil memegang perut menahan sakit asam lambung naik. Nyeri di ulu hati dan sensasi rasa terbakar dari perut hingga ke dada bahkan sampai ke tenggorokan kau rasakan. Setelah di ingat-ingat hari ini kau tidak sarapan, tidak juga makan siang, yang masuk kedalam perutmu hanya segelas kopi seharga 60-ribuan.
Bukan tanpa alasan, dengan upah yang pas-pasan ketika mememui akhir bulan kau harus memilih pilihan antara membeli 3 bungkus nasi padang harga 20-ribuan untuk makan seharian atau tetap cheers nongkrong di kafe dengan segelas kopi 60-ribuan. — pilihan yang sangat sulit bukan? —
Sebetulnya sesekali dalam benakmu ada hasrat kembali ke rumah, namun kau tidak tahu mau kerja apa dan daun telingamu terlalu ringkih untuk mendengar celotehan tetangga “udah sarjana kok belum kerja?”.
Oh ya satu lagi, penyebab kau malas pulang ke desa adalah karena perkuliahanmu hanya mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup di kota, bagaimana cara bekerja di depan komputer atau bagaimana cara mengoperasikan mesin pabrik. Sehingga ragamu tak mampu untuk setidaknya mencangkul seperempat petak sawah berukuran 7x7 meter atau memanggul padi hasil panen seberat 30 kg.
Akhirnya kau tetap berada di rantau walau penghasilan tak sebanding dengan pengeluaran dari pada pulang ke desa membantu bapak menggarap sawah dan membantu ibu mengurus ayam di pekarangan.
Begitulah adanya, setidaknya dengan hidup di kota kau tak perlu mengotori kemeja rapimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H