Mudik ala PPI Southampton di Isle of Wight, UK, awesome!
Mudik memang sudah selesai, tetapi tidak bagi mahasiswa S2/S3 Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Southampton. Mereka justru melaksanakan tradisi mudik pada tanggal 7 Juli 2018 yang lalu. Tidak persis seperti mudik di Indonesia, perhelatan dilakukan justru setelah Lebaran tetapi masih di bulan Syawal.
Setidaknya, suasana lebarannya masih terasa dan juga sebagi penawar rasa rindu karena tidak bisa merayakan lebaran bersama keluarga di Indonesia. Begitu tinggi antusiasme anggota PPI Southampton terhadap acara ini, paling kurang ada 50an mahasiswa yang menyatakan siap berpartisipasi dalam tour kali ini.
Untuk Ferry namanya Red Funnel dan Speedboatnya bernama Red Jet. Ferry Red Funnel (FRF) selain mengangkut penumpang juga mobil dan truk, sementara Speedboat Red Jet (SRJ) khusus untuk penumpang saja. Selain itu, keduanjya berbeda dalam hal kecepatan tempuh. FRF memakan waktu 55 menit sementara SRJ hanya membutuhkan waktu 25 menit saja.
Dengan melalui beragam halangan dan rintangan, akhirnya eksistensi dan kepakaran beliau di bidang kedirgantaraan diakui di negeri Ratu Elizabeth ini. Perjuangan beliau tidak sia-sia, karena saat ini beliau berhasil menduduki jabatan sebagai Direktur (Engineer) di perusahaan Ashwell Engineering Limited. Dengan keahlian di bidang aeropsace tersebut beliau dipercaya perusahaan untuk menangani proyek-proyek prestisius.
Setelah menunjukkan tiket di loket kendaraan, petugas mengecek plat mobil, memastikan jumlah penumpang lalu memberikan tanda pass dan memberitahukan di line berapa kendaraan harus antri. Ternyata sudah banyak kendaraan yang mengantri dan menunggu untuk naik ke Ferry. Mirip suasana mudik lebaran di Indonesia.
Suasana mudik semakin terasa ketika FRF dari IoW tiba dan lepas jangkar di pelabuhan. Tak lama setelah itu, satu persatu kendaraan kecil dan besar keluar untuk digantikan kendaraan dari Southampton yang tampaknya juga akan mengisi libur musim panas di IoW. Hanya tampak satu dua petugas di pelabuhan, tugas mereka hanya memastikan kondisi aman dan mempersilahkan kendaraan untuk pindah ke atas Ferry. Sangat efektif dan tentu saja bebas pungli.
Dibandingkan Ferry Merak-Bakauheni, FRF memang lebih kecil. Tapi terasa sangat nyaman dan sehat. Ruang-ruang duduk penumpang rapi dan bersih. Demikian pula toiletnya, sangat layak untuk digunakan. Jika tidak membawa bekal, tersedia pula beragam makanan yang bisa dibeli.
Namun demikian, kelebihan jalur Merak-Bakauheni di siang hari adalah airnya sangat jernih sampai ke dalam. Bahkan jika beruntung, kita bahkan bisa melihat ikan lumba-lumba berkejaran dan berlompatan begitu riangnya. Belum lagi, kapal-kapal nelayan yang berseliweran mencari ikan, tidak ditemukan di jalur FRF Southampton -- IoW.
Sebaliknya, saat musim panas, banyak festival Yatch yang dilaksanakan di perairan-perairan UK pada umumnya. Termasuk saat ini. Yatch-yatch berbaris satu satu bagiakan anak angsa yang mengikuti induknya di kolam, menuju meeting point di daerah sekitar IoW. Persis angsa karena semuanya putih, berlayar beriringan dan berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak. Sesuatu yang amat jarang terlihat di musim dingin.
Sementara yang naik SRJ, meskipun dengan kecepatan tinggi, tetapi hampir tidak terasa guncangan yang berarti. Mereka turun di Red Jet terminal di Cowes, yang hanya 9 menit berjalan kaki menuju lokasi mudik. Inilah salah satu alasan mengapa keluarga ini memilih untuk menggunakan SRJ.Â
Setelah puas memotret dan menyaksikan pemandangan indah, tidak terasa FRF merapat di East of Cowes, IoW.
Waktu itu menunjukkan jam 8 pagi. Rencana awal kami tidak langsung menuju ke meeting point di Rumah Bapak Margono. Osborne House dan Carisbrooke Castle menjadi persinggahan untuk ambil foto dulu. Tapi apa daya kedua objek wisata tersebut baru buka jam 10. Bahkan akses menuju Osborne House sudah ditutup di jalan masuk sehingga tidak ada kesempatan untuk sekedar berfotoria dari luar. Agak beruntung, meskipun Carisbrooke nya tutup, tetapi pemandangan di sekitar berupa tanah pertanian yang luas, sudah cukup mengobati keinginan untuk ber-narsis-ria.
Tidak lama setelah itu, kloter Midhurst juga tiba dan bergabung untuk sarapan. Meskipun launch sudah terasa sempit tetapi kemeriahan sudah terasa. Apalagi dengan bergabungnya kloter kedua dalam jumlah besar, launch sudah tidak bisa menampung. Namun ini bukan persoalan, karena sarapan nasi kuning dan bubur tetap berlangsung seru karena taman belakang rumah yang sedianya akan dijadikan lokasi BBQ setelah acara berjemur dan mandi di pantai, jadi alternatif tempat sarapan.
Di tengah riuh rendah peserta tour yang sudah membludak dan hanyut dalam tawa dan canda serta cerita, tidak terasa, waktu makan siangpun tiba. Sebagai tuan rumah dan sekaligus owner Warung 55, Bu Margono, sudah menyiapkan menu Ayam Ungkep dan Sayur Nangka, untuk santap siang. Tanpa kompromi, para mudikers dadakan ini kembali menyerbu hidangan dengan hebohnya. Bagaimana tidak, Sayur Nangka dan Ayam Ungkep adalah menu mahal yang jarang ditemui di Southampton.
Tidaklah mengherankan ketika sayur dan lauk makan siang tersebut sudah masuk mulut, lidahpun bergoyang penuk kenikmatan. Bagi para mahasiswa kebanyakan, menu sarapan dan makan siang yang back-to-back ini, sungguh anugerah yang luar biasa. Hospitality tuan rumah memang layak di kasih jempol tidak hanya dua tetapi empat sekaligus.
Pantai Cowes ini sebetulnya hanya tepi laut berbatu kerikil yang mirip dengan kontur Laut Selatan Jawa, yang landai beberapa meter puluh meter, kemudian membentuk palung laut yang dalam sekali. Meskipun demikian, gelombang airnya tidak terlalu deras, sehingga banyak orang yang berenang di lokasi ini. Air nya juga terasa dingin dan asinnya tetap terasa.
Untuk penggemar air, tempat ini juga cocok melepas penat dengan mandi dan berenang. Tidak hanya itu, disepanjang garis pantai ada beberapa klub-klub Yacth dan SRJ terminal. Sehingga hilir mudiknya Yatch dan SRJ dari dan menuju pelabuhan menjadi daya tarik untuk background foto. Oleh karena itu, bagi yang membawa kamera atau HP, mereka sudah berpose dan jepret sana-sini, mengabadikan pesona pinggir laut yang eksotis tersebut.
Oleh karena itu, pantai Cowes menjadi pilihan banyak peserta karena lokasinya yang dekat, hanya berjalan 12 menit berjalan kaki. Pantai ini dipilih karena mereka akan kembali ke rumah  pukul 3 sore untuk nonton bareng perempat final Piala Dunia antara Inggris vs. Swedia. Sayapun memilih ikut rombongan ke pantai Cowes dan setelah itu akan bergerak menuju ke Appley Beach.
Menurut informasi dari kelompok yang sudah langsung datang ke sini selesai makan siang, peralatan yang mereka bawa tadi berada cukup jauh dari garis pantai. Kini setelah pasang, semua peralatan sudah berpindah semakin ke tepi. Sementara ibu-ibu menjaga semua perlatan sambal befoto sana-sini, anak-anak sudah berhamburan ke tengah. Sudah tidak kuat untuk bermain air dan membuat istana pasir.
Airnya yang jernih dan ombaknya yang tidak deras, serta kedalamannya yang sesuai utuk anak-anak membuat mereka asik untuk berlarian dan menhempaskan tubuh mereka ke air. Sementara suguhan Yatch yang lalu lalang di seberang menambah indahnya pemandangan pantai ini. Semakin sore, air pasang semakin tinggi. Kamipun segera menuju ke tepian.
Padang-padang pasir yang tadi kelihatan membentang, kini sudah tertutup kembali oleh air pasang. Kamipun sejenak menikmati air pantai dari tepi. Ternyata, di pantai ini banyak kerang yang tampaknya bisa di konsumsi. Buktinya ada seorang ibu yang sejak kami berhasil mengumpulkan satu kantong plastic kecil yang berisi kerang. 2 jam tidak terasa, kamipun segera bergegas pulang. Karena acara inti BBQ di rumah Cowes di mulai jam 5 sore.
Satu kelompok yang bertugas mengipasi bara api untuk membakar sate ayam dan kambing, sementara kelompok yang lain membaluri ayam dan kambing dengan bumbu untuk di bakar. Hasil pembakaran yang sudah selesai langsung didistribusikan kepada mereka yang sudah antri menunggu. Walhasil, belum sempat hasil pembakaran ditaruh ditempat, semua sudah habis, berpindah ke piring para pengantri.Â
Kemeriahan semakin terasa ketika ada yang mendendangkan lagu-lagu romantis yang di iringi gitar. Sementara ada yang mengabadikan momen tersebut dengan memvideotapping dan tidak sedikit pula yang berselfieria dengan kamera HP masing-masing.
Lengkap sudah, ada kelompok pembakar sate, ada kelompok yang bernyanyi dan ada kelompok yang mendokumentasi kegiatan. Perut kenyang, hati gembira dan keakraban tercipta. Semua disatukan oleh BBQ sate ayam dan kambing.
Karena semua sudah berkumpul di halaman belakang, menikmati BBQ yang terasa sedap dan menggoda, acara inti di mulai. Ada sambutan dari Ketua PPI, Dwi Pramono, yang menyampaikan ucapan terima kasih atas semua fasilitas yang sudah di siapakan oleh tuan rumah, Bapak dan Ibu Margono, kepada semua anggota PPI yang sudah meluangkan waktu. Dan permohonan maaf jika ada tindak tanduk yang kurang berkenan dari para mudikers.Â
Sambutan disampaikan secara Bilingual, Bahasa Indonesia dan Inggris untuk mengakomodasi Pak Richard dari Midhurst, yang kosa kata Indonesianya tidak begitu banyak. Sambutan dengan dwi Bahasa ini justru semakin memperkocak isi sambutan.Â
Selanjutnya, dalam kesempatan itu pula diberikan kesempatan kepada Mas Puji dan Mbak Dinda untuk berpamitan karena akan back for good di akhir bulan Juli ini. Selain mengucapkan terima kasih atas kekeluargaan yang luar biasa di PPI Southampton, Mas Puji dan Mbak Dinda juga berpesan agar tetap berpegang teguh dengan ajaran Agama masing-masing. Karena dalam banyak hal justru, kesalehan seseorang akan mendatangkan banyak kejutan dalam semua proses baik itu perkuliahan maupun menulis disertasi.
Terakhir, giliran Pak Margono yang didaulat untuk memberikan semacam wejangan kepada semua anggota PPI. Wejangan di awali dengan cerita nostalgia Pak Margono ketika merantau dan akhirnya mendarat di IoW. Selanjutnya, beliau juga berpesan agar jangan takut bermimpi. Dengan bermimpi yang dibarengi oleh usaha untuk mewujudkannya, maka tidak ada yang tidak mungkin. Termasuk bermimpi untuk kemajuan Indonesia.Â
Meskipun kesuksesan di raih di luar negeri jangan lupa untuk kembali ke tanah air. Indonesia harus di bangun oleh anak-anak muda yang optimis, berilmu dan berakhlak mulia. Mengakhiri wejangannya, Pak Margono menyampaikan bahwa rumah cowes selalu terbuka untuk mahasiswa Indonesia yang mau berkunjung atau "mudik".
Oleh karena itu beliau juga berterima kasih kepada para mahasiswa yang sudah rela meluangkan waktu jauh-jauh dari Southampton untuk mengunjungi mereka di pulau kecil di selatan Inggris. Yang sudah berencana pulang for good, beliau juga menyampaikan selamat pulang semoga bisa bertemu di tanah air suatu saat kelak. Dan yang masih tinggal beberapa tahun, khususnya mahasiswa PhD, untuk tetap menjaga silaturahim dan kekeluargaan ini.
Di perjalan pulang, di atas FRF, yang kebetulan bersamaan dengan waktu sunset, kamipun menikmati dan tidak lupa mengabadikan indahnya lukisan alam yang tidak terperi itu. Semua terbayar lunas, hati senang, semua agenda berjalan lancar dan kesan ada di hati masing-masing. Selamat tinggal IoW, nantikan kami di tour diaspora selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H