Belum sempat mereka berjalan, tiba-tiba Harry mendapat telepon dari pembantunya di rumah. Ada sesuatu yang terjadi.
***
Scene 2 : Clown
Seorang wanita paruh baya sibuk mengganti popok si kecil Robin yang tak mau diam. Setelah ganti popok, si kecil yang berusia 3 tahun itu berlarian kesana kemari berceloteh ria sepanjang ruang tamu. Anak pro aktif itu berhasil di tangkap Amy, si wanita yang gemas melihat tingkahnya. Dalam gendongan si anak menggelinjang tak mau diam, baru setelah sampai di atas kasur dengan di beri dot, ia mau diam. Perlahan, matanya mengatup.
"Huh, sedikit merepotkan menangani si kecil Robin" ujar Amy, sembari mengusap lembut dahi si kecil Robin yang tertidur.
Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh menit, sudah tiga jam ayah dan ibu si kecil Robin keluar berbulan madu. Selama setahun menjadi pembantu mereka, Amy tahu kalau mereka berdua tak banyak punya waktu bersama seperti ini. Mereka ingin merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ketiga, sekaligus merayakan kepindahan tempat tinggal mereka hari ini.
Rumah yang baru ini menempati sebidang tanah cukup luas, yang memiliki kebun di belakang rumah. Kamar si kecil berada di lantai dua, berhadapan dengan kamar orang tuanya. Ruang tamu berada di lantai satu, menghadap ke arah pintu keluar. Sementara dapur dan toilet berada di bagian belakang rumah. Kamar Amy dekat dengan dapur, sehingga bila pagi menjelang ia bisa segera menyiapkan sarapan.
Amy merasa haus, ia lalu turun menuju ke dapur.
Ketika di persimpangan tangga, ia lihat ada yang aneh. Di ruang tamu, hanya ada sofa panjang, meja, rak buku, dan tempat piala. Tapi mengapa ada patung? Seingatnya saat mengejar si kecil Robin, ia tak melihat benda itu.
Amy mendekati patung itu. Ia tertegun melihat sosok tinggi besar berkulit putih pualam mengenakan pakaian aneh. Pakaiannya kuning longgar menutupi mata kaki, memakai rompi berenda setangan leher lengkap kaus tangan tebal. Sepatunya besar kemerahan. Patung itu kepala tengahnya botak, rambut keriting kemerahan menutupi hingga tengkuknya. Lucu memang bila untuk menghibur anak-anak. Namun, Amy menahan nafas melihat wajahnya. Wajah tersenyum lebar memperlihatkan gigi taring semua, bibirnya di poles warna merah cerah. Hidung bulatnya tak kalah merah. Matanya hitam, seperti sabit terbalik.
Ia ingin meraba sejenak sosok kaku itu, desir halus menyelinap di tengkuknya.