Melansir dari Tribun Jateng, seorang bocah kelas 5 SD di salah satu desa di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, ditemukan meninggal dunia dengan cara gantung diri di dalam kamarnya, pada Rabu, 22 November 2023.Â
Bocah berinisial K yang masih berusia 10 tahun tersebut bunuh diri setelah handphone milik korban disita oleh orangtuanya. Kasat Reskrim Polres Pekalongan AKP Isnovim membenarkan adanya kejadian tersebut. Peristiwa bunuh diri itu terjadi ketika korban sedang bermain handphone, kemudian orangtua korban meminta handphone tersebut.Â
Bocah tersebut marah dan masuk kamar lalu mengunci pintu kamarnya dari dalam. Pada saat itu, sang ibu tidak menaruh curiga lantaran korban disangka tidur. Lalu, ibu korban mengintip dari celah pintu dan melihat korban sudah menggantung di jendela kamar dengan menggunakan selendang.Â
Ibu korban langsung berteriak dan masuk ke kamar melalui jendela. Saat itu juga, korban langsung dibawa ke Puskesmas Doro. Setelah diperiksa oleh petugas puskesmas setempat, korban sudah dinyatakan meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan luka jeratan di leher, pupil mata melebar, keluar fases dari anus korban, serta badan kaku dan pucat.Â
Bunuh diri dalam perspektif biologis melibatkan genetik, ketidakseimbangan neurotrasmitter dan struktur otak. Dalam kasus bunuh diri siswa kelas 5 SD di Pekalongan karena handphone yang disita oleh orangtuanya, terjadi karena penggunaan yang berlebihan atau kecanduan terhadap teknologi.
Kecanduan handphone dapat mempengaruhi suasana hati dan kesejahteraan mental, seseorang menjadi lebih mudah marah dan panik, stres berlebihan yang berujung bunuh diri, ketidakseimbangan neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin juga dapat terkait dengan risiko depresi dan gangguan suasana hati yang mengakibatkan bunuh diri.Â
Kepala Dinas Pendidikan dan Pelatihan Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan Ipung Sunaryo mengatakan, psikologi anak masa kini sangat berbeda dengan anak zaman dulu. Menurutnya, mental dan emosional anak-anak zaman sekarang tidak stabil. Anak yang kecanduan handphone cenderung malas dan rentan secara emosional.Â
Tekanan pada kondisi psikologis anak dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi atau bahkan mengancam nyawa, dan kecanduan terhadap handphone dapat berdampak buruk pada kondisi psikologis anak. Â Dalam kasus ini, seorang siswa kelas 5 SD di Pekalongan berusia 10 tahun bunuh diri lantaran handphone disita oleh orangtuanya, sehingga emosional anak memuncak, munculnya rasa marah, jengkel, kecewa dan akhirnya terbesit untuk melakukan aksi bunuh diri tersebut.Â
Dalam ilmu agama, kasus bunuh diri siswa kelas 5 SD di Pekalongan karena handphone disita oleh orangtua dapat dilihat dari beberapa perspektif. Kehidupan dianggap sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan, dan menghilangkan nyawa diri sendiri dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai kehidupan yang dihormati.Â
Oleh sebab itu, tindakan bunuh diri sering kali dianggap sebagai dosa atau tindakan yang tidak dianjurkan dalam konteks agama. Dalam kasus ini, ilmu agama mungkin menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental dan emosional.Â
Orangtua dan masyarakat diharapkan untuk selalu memberikan dukungan dan pemahaman kepada anak, serta membantu mereka mengatasi tekanan dan stres yang mungkin sedang mereka alami.Â
Agama juga mendorong komunikasi yang baik antara orangtua dan anak, sehingga masalah dan konflik yang sedang terjadi dapat diatasi dengan cara yang sehat. Selain itu, ilmu agama juga mengajarkan nilai-nilai seperti kesabaran, pengendalian diri, dan penghargaan terhadap waktu yang bermanfaat.Â
Dalam konteks ini, anak diharapkan untuk bisa menghargai waktu mereka dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat dan sehat. Oleh karena itu, jika seseorang mengalami kesulitan emosional atau memiliki pemikiran yang merugikan diri sendiri, sangat penting untuk segera mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau konselor, dan harus  melibatkan keluarga dan teman-teman terdekat.
Dea Maryati, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Diah Putri Ayu, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Nivia Ayu Komalasari, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Rahmawati, S.Psi., M.a., Dosen Psikologi dan Bimbingan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H