Pada tanggal 4 Juli 2013 Naila gak sabar menunggu waktu esok hari, karena hari itu tepatnya pada tanggal 5 Juli 2013 yang merupakan hari Ulang Tahun Naila yang ke-17. Orang tua Naila lupa kalau besok hari Ulang Tahun Naila. Hal itu membuat Naila sedih karena merasa dirinya dibeda-bedakan dengan saudaranya yang bernama Haikal.
“ibu... ibu..., ibu tahu gak ?” tanya Naila di selah-selah pekerjaan ibunya.
“ada apa Naila ?, kelihatannya kamu senang banget?” tanya ibu kembali
“ibu besok hari Ulang Tahun Naila, masa ibu lupa.” Jawab Naila
“ohh.... iyyah ibu hampir lupa.” Kata ibu sambil memukul dahinya
“yahh... ibu giliran aku Ulang Tahun malah dilupa, padahal kalau kak Haikal Ulang Tahun selalu diingat.” Kata naila denggan muka murung.
“kan kakakmu hari Ulang tahunnya pas malam Tahun baru, jadi selalu diingat.” Kata ibu menjelaskan.
Keesokan harinya pas hari Ulang Tahun Naila yang ke-17. Teman-teman Naila biasanya merayakan Ulang Tahunnya dengan berpesta, lain pula halnya dengan Naila yang berpuasa di hari Ulang Tahunnya. Pagi itu kebetulan orang tua Naila ingin pergi kepasar.
“Naila, kamu mau dinelikan apa sama ayah?, sebagai hadiah Ulang Tahun dari ayah...” tanya ayah sambil siap-siap pergi kepasar.
“aku mau dibelikan bakso sama ayah.” Kata Naila
“OK. Ayah pasti belikan.” Jawab ayah
Beberapa jam kemudian orang tua Naila datang dan membawa bakso yang diinginkan Naila.
“wahh.... banyak banget ayahh...” kata Naila dengan wajah senang.
“iyyahh dong, kan ayah belikan untuk anak ayah yang ulang tahun.” Kata ayah tersenyum.
Setelah azan magrib berbunyi Naila berbuka puasa dan tidak lupa mengajak keluarganya untuk makan bersama.
Hari demi hari terus berlalu, tidak diduga oleh keluarga Naila ternyata sudah hampir pertengahan bulan puasa. Tepatnya pada malam ke-14 bulan puasa, naila hendak bangun untuk makan sahur, tiba-tiba Naila dikagetkan oleh ayahnya yang tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.
“ayah... ayah kenapa?” tanya Naila kaget.
“ayah gak tahu, yang jelas tangan dan kaki ayah yang sebelah kanan tidak bisa di gerakin.” Jawab ayah dengan nada yang lemah.
“coba ayah gerakin, Naila mau lihat.” Kata Naila memaksa.
“yahhh... ayah pasti bisa.” Sambung Haikal.
“ini beneran gak bisa.” Jawab ayah.
“nak, sebaiknya kita bersabar saja menerima semua ini.” Kata ibu menenangkan suasana.
Naila dan Haikal menangis melihat kondisi ayahnya.
“Naila, Haikal sudah nak, jangan nangis lagi, Allah tidak akan memberikan cobaan kepada kita jika kita tidak mampu melaluinya.” Kata ibu sambil memeluk Naila dan Haikal.
“apa ayah merasa ada yang sakit?” kata Haikal khawatir.
“tidak ada yang sakit, cuman tangan dan kaki ayah tidak bisa digerakin.” Kata ayah. “sudah, ayah gak papa, mungkin besok sudah sembuh.” Sambung ayah.
“iyyahh.... semoga ayah cepat sembuh” kata Haikal.
“ aminnn.... kalian makan sahur aja duluan, nanti saya belakangan” kata ayah
“iyyahhh....” jawab Naila.
Subuh itu napsu makan Naila berkurang, tapi bukan hanya Naila yang merasakan hal seperti itu tetapi juga Ibu dan Haikal jga merasakan hal demikian.
Sekarang malam kunut sudah tiba, semenjak ayah Naila sakit, ia hanya pergi sholat tarwih bersama Haikal. Begitu pun seterusnya sampai Idul Fitri.
“ayah minal aidin .“ kata Naila sambil menjulurkan kedua tangannya, begitupun dengan Haikal dan Ibunya.
Hari demi hari telah berlalu, Naila dan Haikal menjalani aktivitas disekolah, sepulang sekolah Naila hanya belajar, menjaga ayahnya, dan membantu ibu. Sedangkan Haikal menggantikan posisi ayah sebagai petani apabila ada waktu luang.
Naila dan Haikal berharap ayahnya cepat sembuh dan bisa mencari uang lagi untuk biaya sekolah mereka. Tapi, itu semua tidak terjadi malah penyakit ayahnya tambah parah. Suatu hari Naila sendirian yang menjaga ayahnya karena ibunya lagi masak.
“Naila tolong pijitin tangan kanan ayah...” kata ayah menyuruh
“ baik ayah....” jawab Naila.
Beberapa menit kemudian, ayah Naila tertidur. Naila meninggalkan ayahnya dan masuk kekamarnya untuk belajar. Tiba-tiba ayah Naila memanggilnya.
“ Naila.... aku mau minum.” Kata ayah memanggil.
“iyyahh....” jawab Naila. “aku kira ayah sudah tidur.” Sambungnya.
Setelah minum, ayah Naila mengangkat bicara.
“Naila.... jangan pernah tinggalkan ayah.” Kata ayah.
“iyyahh ayah.... saya tidak akan meninggalkan ayah, tapi ayah juga harus berjanji, tidak akan meninggalkan Naila.” Jawab Naila.
“iyyahh.. saya tidak akan meninggalkan Naila, ibu dan Haikal.” Jawab ayah.
Mereka berdua saling berjanji untuk tidak saling meninggalkan.
Keesokan harinya Naila dan Haikal berangkat kesekolah dan mereka berdua berjabat tangan dengan ayahnya dan ayahnya hanya bilang “jangan pernah lupakan ayah.” Pada hari itu Naila berniat untuk tinggal disekolah sampai sore.
Setelah semua siswa pulang dari sekolah, Naila membuka bekalnya di kelas, tiba-tiba Naila dipanggil oleh Haikal.
“Naila sebaiknya kamu jangan tinggal sampai sore. karena, kata ibu ayah tambah parah.” Kata Haikal dengan suara ngos-ngosan.
“iyyahh... ayo kita pulang.” Kata Naila mengajak Haikal.
Sesampainya dirumah, Naila menangis melihat kondisi ayahnya yang sudah sekarat.
“ayah masih ingatkan dengan saya” kata Naila
“iyyahh... nak” jawab ayah.
“Naila... tolong peluk ayah.” Kata ayah dengan suara terpatah-patah.
“ayah jangan pernah lupa dengan janji kita.” Kata Naila ketika memeluk ayahnya.
“ iyyah, ayah tidak pernah lupa.” Jawab ayah.
Sepanjang malam Naila, ibu, dan Haikal tidak pernah tidur karena menjaga ayah, dan disubuh itu ayah Naila menghembuskan nafas terakhirnya.
Naila dan Haikal menjalani hari-harinya tanpa seorang ayah yang dia sayangi.
-END-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H