Mohon tunggu...
Nita Puspitasari
Nita Puspitasari Mohon Tunggu... -

I'm a silhoutte a chasing rainbow on my own

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Novel Rindu Karya Tere Liye

18 Desember 2014   22:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:01 2148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apakah itu cinta sejati? Apakah besok lusa akan berjodoh dengan gadis itu? Apakah aku masih memiliki kesempatan?” (Hal. 491)

Tersebutlah Ahmad Karaeng, tokoh paling bijak dan dihormati dalam pelayaran ini. Seorang ulama masyhur dari tanah Makassar yang kerap disapa sebagai Gurutta. Dengan kebijaksanaannya ia menjawab empat pertanyaan diatas dengan sangat lugas namun cermat. Petuahnya bagaiakan oase di padang tandus, menyejukkan, bijak dan sangat open minded. Namun, meskipun beliau Ulama besar yang selalu bisa menjawab setiap pertanyaan orang – orang namun ternyata beliau sendiri mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya yang tidak bisa beliau jawab sendiri. Beliaulah sang empunya pertanyaan kelima sekaligus terakhir dalam kisah ini.

Gurutta menulis buku tentang kemerdekaan, tapi beliau sendiri tidak pernah berani melakukannya secara kongkret. Yang beliau lakukan selalu lari dari pertempuran dengan dalih ada jalan keluar lebih baik tanpa kekerasan. Ia pengecut, Ia selalu lari, tidak sedetik pun dia hadir dalam pertempuran melawan penjajah. Kejadian besar di kapal saat kapal dikuasai m perompak, seorang kelasi kapal berhasil mencungkil penjelasan tersebut.

Novel ‘Rindu’ karya Tere Liye ini memiliki cover yang sederhana namun terlihat manis dan romantis. Awalnya aku mengira, novel ini akan menceritakan tentang kisah cinta yang mengharu biru seperti novel Tere Liye sebelumnya; Sunset bersama Rosie atau Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Akan tetapi, aku salah. Novel ini lebih menceritakan tentang sebuah kerinduan yang disampaikan tersirat oleh penulis. Kerinduan yang dituangkan dalam perjalanan berbulan-bulan menggunakan kapal dalam rangka menunaikan ibadah m haji. Dan juga kerinduan akan jawaban atas segala kisah yang mereka simpan dalam kotak-kotak masa lalu dengan berbagai label; kebencian, dendam, kerinduan, cinta, dan harapan.

Aku yakin, Tere Liye sebagai penulis novel tersebut tidak asal menulis tanggal dan mengarang tempat kejadian. Dia pasti sudah membaca banyak literature sebelum menulis novel ini. Seperti novel-novel Tere Liye sebelumnya, novel ‘Rindu’ ini tidak dilengkapi dengan kata persembahan, ucapan terima kasih, bahkan tidak ada Daftar Isi. Judul masing-masing hanya ditulis Satu, Dua, Tiga … hingga Lima Puluh Satu dan berujung pada Epilog. Dan seperti biasa, Tere Liye dalam novel-novel karangannya tidak pernah mencantumkan Profil Penulis.

Novel ‘Rindu’ ini adalah novel ke 11 yang diterbitkan oleh Tere Liye dan juga merupakan novel paling tebal dibanding ke-sepuluh lainnya. Mungkin memang terasa ada kejenuhan saat membaca novel itu karena rutinitas di atas kapal yang itu-itu saja, tapi Tere Liye dengan sentuhannya berhasil menghilangkan kejenuhan. Seperti penyerangan Gori si Penjagal, Kelucuan Anna, Elsa, dan Mbah Kakung, Dipenjaranya Gurutta, maupun penyerangan dari Perompak Somalia, dan juga jalan cerita nya yang menimbulkan pernyataan sehingga pembaca penasaran untuk mengetahui jawabannya. Bagaimanapun, Tere Liye selalu berhasil memikat pembaca melalui tulisan-tulisannya, termasuk melalui novel ini. (Cempaka Putih)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun