Pandemi Covid 19 berdampak pada banyak sektor, salah satu nya adalah pedidikan. Dalam kegiatann KKN ini saya lebih meilih tema Literasi karena generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting bagi generasi muda untuk belajar banyak hal menjadi penerus bangsa. Kelas generasi muda lah yang akan memegang kendali atas negera ini. Pentingnya literasi untuk membantu proses belajar menjadi aspek yang mendasar, namun di situasi saat ini para pelajar sedikit terkendala karena mereka harus melakukan kegiatan belajar secara daring di rumah masing-masing sehingga mereka tidak bisa mengakses perpustkaan sekolah untuk mendapatkan bahan literasi yang mendukung proses pembelajarannya. Selain itu kendala yang di alami adalah kesulitan dalam memahami materi dari guru. Belajar mandiri menjadi faktor utama, mereka kurang bisa memahami materi yang di berikan secara daring oleh para guru kemudian di tambah lagi dengan minim nya bahan literasi yang dimiliki sehingga para pelajar tidak hanya mengalami kendala dalam memehami materi saja namun juga terkendala dalam mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Kurang nya pemahaman materi menjadi faktor penyebab para pelajar kesulitan dalam mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru.
Salah satu dusun di Ponorogo yang menjadi fokus kajian saya adalah Dusun Dungus, Desa Karangpatihan, Kecamatan Pulung. Dusun tersebut terletak tengah lahan hutan perhutani. Sisi barat, timur, utara, dan selatan  dari dusun ini di kelilingi oleh lahan perhutani. Dusun dungus terdiri dari 9 RT dan 3 RW. Meskipun terletak di tengah hutan tetapi dusun Dungus merupakan jalan penghubung antara kecamatan Mlarak dan Pulung, sehingga setiap hari ada kendaraan yang ramai melintas meskipun harus melalui jalanan yang kanan dan kiri nya adalah hutan.
Kondisi jalan yang buruk karena aspal rusak tidak menjadi penghalang bagi pengendara untuk melewati dusun ini. Kondisi jalan yang rusak tersebut juga tidak menurunkan semangat pelajar untuk menempuh pendidikan di desa lain. Mengingat di dusun Dungus ini hanya ada sekolah Madrasah (setingkat SD) dan taman kanak-kanak, untuk sekolah di jenjang SMP dan SMA pelajar harus pergi ke luar desa dengan menempuh jarak sekitar 7 KM. Â Jarak yang cukup jauh dan harus melewati hutan untuk bisa keluar dari wilayah dusun Dungus.
Perekonomian masyarakat sendiri masih tergolong menengah ke bawah, kondisi tersebut dapat di lihat dari bangunan rumah yang masih semi permanen. Bangunan rumah-rumah warga masih banyak yang terbuat dari kayu dan beralaskan tanah. Melihat kondisi perekonomian tersebut banyak warga yang memilih untuk merantau ke luar daerah bahkan luar negeri untuk mencari nafkah. Sedangkan bagi warga yang tetap berada di dusun mereka bekerja sebagai petani. Petani dalam hal ini bukanlah petani besar yang memiliki lahan berhektare-hektare, namun hanya memiliki lahan beberapa petak. Mayoritas pekerjaan warganya adalah petani, dimana mereka mengggantungkan hidupnya dari hasil panen untuk memenuhi semua kebutuhan hidup. Hasil panen yang di dapat juga tidak selalu melimpah sehingga terkadang patani harus merugi karena lebih besar modal yang di keluarkan dari pada keuntungan yang di dapatkan. Kondisi perekonomian yang rendah juga memicu masih minimnya generasi muda di Dusun Dungus yang melanjutkan pada jenjang perguruan tinggi. Rata-rata pendidikan pemuda adalah sampai jenjang SMA/SMK tidak jarang juga ada yang memiliki putus sekolah pada tingkat SMP. Di tambah lagi dengan masih minnimnya kesadaran para orang tua tentang pentingnya pendidikan, mereka beranggapan bahwa pendidikan tinggi belum tentu menjamin kesusksesan karena faktor sulit mendapat pekerjaan jika tidak ada koneksi orang dalam dan uang pelicin.
Pendidikan orang tua yang juga masih relatif rendah menjadi kendala tersendiri ketika anak-anak nya terpaksa harus sekolah daring dari rumah. Para orang tua yang mengalami keterbatasan pengetahuan kesulitan dalam membantu anak-anak nya ketika belajar. Para orang tua tidak paham dengan materi sekolah anak-anak nya sehingga mereka tidak bisa membantu ketika anak nya kesulitan dalam mengerjakan tugas. Kondisi tersebut kemudian berdampak pada menurunnya semangat belajar para pelajar, mereka kesulitan dalam memahami materi namun tidak ada yang bisa  membantu untuk membuat mereka paham. Hal tersebut kemudian berdampak pada pelajar yang malas belajar karena pusing dengan materi nya.
Selama pandemi banyak sekolah yang menerapkan sekolah daring, namun pada praktiknya para pelajar malah banyak yang menganggap bahwa ini merupakan libur sekolah sehingga mereka melupakan kewajibannya untuk belajar. Banyak di antara pelajar yang lebih sering bermai dari pada pelajar. Mereka baru akan membuka pelajaran ketika tugas-tugas dari guru sudah menumpuk dan di tagih untuk di kumpulkan.
Melihat situasi tersebut saya ingin membantu pelajar dengan memfasilitasi "Taman Baca". Dimana di dalamnya para pelajar bisa mendapatkan buku sebagai bahan rujukan dan pembelaran agar mereka bisa memahami materi. Di sisi lain nantinya di Taman Baca akan ada tenaga dari teman-temn Pemuda yang akan membantu mengajari para pelajar. Sehingga permasalahan tentang tidak ada yang mengajari pelajar saat sekolah daring bisa dihilangkan dan mengembalikan semangat belajar para generasi muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H