Gerakan tersebut kemudian mengilhami munculnya gerakan-gerakan lainnya, seperti gerakan untuk mendukung Gus Dur sebagai pahlawan nasional, gerakan mendukung George Junus Aditjondro dalam kasus buku “Membongkar Gurita Cikeas”, gerakan untuk menurunkan patung Presiden Amerika Serikat Barrack Obama di Taman Menteng, Jakarta, gerakan untuk menuntut hukuman mati bagi tersangka kasus pembunuhan atau bahkan sebagai sarana mencari orang atau barang hilang (www.facebook.com). Hal ini menunjukkan betapa populernya Facebook dan betapa Facebook dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan. Ia juga menunjukkan kecenderungan efektivitas Facebook sebagai media untuk menggalang massa, dukungan dan juga sebagai media yang membentuk opini masyarakat luas mengenai sesuatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan internet dengan Facebooknya merupakan perwujudan dari apa yang dikatakan oleh Sey dan Castell sebagai teknologi mutakhir kebebasan, dimana persebarannya diantara warga masyarakat telah menjadi penyelamat potensial bagi penyakit-penyakit politik representasi dan partisipasi (Castell, 2004:363). Facebook menawarkan kebebasan berekspresi dan menuangkan aspirasi bagi para penggunanya, terutama berkaitan dengan isu-isu politik yang dilatarbelakangi oleh berbagai motif, baik itu karena kesadaran politik yang memang tinggi atau hanya karena mengikuti tren latah.
Sebagai sebuah situs jejaring sosial, Facebook telah begitu mempengaruhi kehidupan para penggunanya. Dan ketika melihat angka statistik yang menunjukkan adanya peningkatan pengguna Facebook (www.alexa.com), maka hal ini bisa dijadikan sebagai sebuah indikator bahwa keberadaan Facebook telah mendapatkan tempat di dalam kehidupan masyarakat luas dan menarik minat banyak orang untuk menggunakannya. Tak hanya kehidupan penggunanya yang ia pengaruhi, melainkan juga keberadaan Facebook berkorelasi positif dengan produk-produk teknologi informasi dan komunikasi lainnya, seperti handphone maupun netbook sebagai media atau sarana akses Facebook.
Penjualan sarana-sarana akses Facebook tersebut kemudian mengalami peningkatan, sebagaimana kemudian terjadi booming Blackberry pada masyarakat (www.detikinet.com). Hal yang menjadi ironis ketika keberadaan sebuah gadget hanya bermakna untuk difungsikan sebagai sarana akses Facebook. Dan itulah yang terjadi pada Blackberry, ia dicari dan digilai lebih karena fungsi aksesnya terhadap Facebook semata. Tren tersebut kemudian mengilhami para vendor lainnya untuk mengeluarkan produk-produk “Blackberry wanna-be”. Iklan-iklan handphone, netbook, dan juga operator seluler kemudian menjadi penuh sesak dan tak pernah tertinggal dengan menyertakan label Facebook sebagai “jimat” penarik minat masyarakat. Dari satu sisi ini saja sudah semakin terlihat betapa kehadiran Facebook telah semakin menghidupkan budaya konsumtif pada masyarakat dan betapa Facebook kemudian menjadi alat kapitalisme untuk semakin melebarkan sayap kuasanya.
Facebook sebagai anak kandung teknologi, yaitu teknologi informasi dan komunikasi, telah membenarkan apa yang dikatakan oleh Mc Luhan, yaitu bahwa setiap teknologi secara bertahap telah menciptakan kehidupan manusia yang sama sekali baru (dalam Lauer, 2003:212). Ia memiliki peranan yang cukup signifikan dalam perubahan sosial masyarakat. Perubahan pola interaksi dan komunikasi misalnya. Dengan Facebook, orang kemudian menjadi merasa cukup untuk berinteraksi dan berkomunikasi tanpa harus bertatap muka. Pun ketika hendak mengadakan sebuah acara perkawinan atau acara lainnya, orang bisa memanfaatkan fitur undangan yang dimiliki oleh Facebook atau hanya sekedar melalui “update status”. Begitu juga dengan ucapan selamat atau pembelian kado untuk merayakan hari jadi seorang teman, semuanya bisa dengan mudah dilakukan melalui Facebook. Dengan Facebook, berbagi hobby, berbagi file dan juga berbagi catatan menjadi mudah. Bahkan Facebook pun direncanakan oleh pengembangnya agar bisa menjadi monumen bagi orang yang sudah meninggal untuk memudahkan para sahabat dan kerabat mengenang dan memberikan penghargaan (http://www.detikinet.com/read/2009/10/27/110439/1229214/398/jika-meninggal-pengguna-facebook-jadi-monumen).
Facebook secara nyata telah menjelma menjadi sebuah ruang maya yang memerangkap para penggunanya dengan berbagai macam candu. Batas antara yang nyata dan yang maya menjadi semakin kabur. Bagi penggunanya, Facebook, dengan meminjam bahasa Karl Marx, telah menjadikan mereka terasing. Mereka terasing karena begitu asyik merengkuh Facebook, meski hanya untuk sekedar melakukan pembaharuan status. Keterasingan itu juga muncul ketika seseorang merasa tidak “eksis” dan tertinggal ketika dia tidak memiliki aktivitas yang berkaitan dengan Facebook. Ia kemudian menjadi tidak produktif.
Hasil studi Nokia Siemens Network menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih banyak menggunakan akses internet untuk kegiatan konsumerisme dan hal-hal yang berkaitan dengan gaya hidup (http://www.detikinet.com/read/2009/12/22/164733/1264535/398/pengguna-internet-indonesia-kurang-produktif). Disamping itu, banyaknya institusi pemerintah, perguruan tinggi, maupun perkantoran yang masih menjalankan sistem maupun aktivitasnya secara manual juga dapat dijadikan sebagai indikator bahwa penggunaan internet masih belum mampu menyentuh esensinya sebagai teknologi yang bisa dimanfaatkan seluas-luasnya bagi kesejahteraan masyarakat (http://tekno.kompas.com/read/xml/2009/10/19/20391867/internet.baru.dimanfaatkan.sebatas.kulit).
Facebook, sebagai sebuah situs yang begitu digemari dan mampu memuaskan hasrat konsumerisme dan tren lifestyle, secara nyata telah menjadi sebuah ruang serbaguna yang mampu menjawab dan memuaskan dahaga para penggunanya akan pemenuhan hasrat tersebut. Sebuah ruang maya yang dapat ditemukan di berbagai tempat, baik itu warnet, sekolah, kampus, perkantoran, pasar, maupun ruang-ruang lainnya. Facebook telah juga melahirkan generasi, yang oleh Micah Sifry disebut sebagai generasi yang tumbuh secara online (dalam Friedman, 2006:130). Sebuah generasi yang lekat dengan segala sesuatu yang antara lain bersifat instan, individualistik dan narsistik.
Disisi lain, Facebook telah menjadi tambang emas baru bagi para kapitalis. Pengaruh Facebook yang begitu mengglobal dan melampaui batas-batas negara begitu menggiurkan untuk tidak dilirik. Gurita kapitalisme pun kemudian menjerat Facebook dan para penggunanya. Tak hanya sekedar menawarkan sarana akses, akan tetapi gurita itu merasuk pula kedalam ruang maya Facebook. Ia pun menjelma menjadi toko virtual yang menawarkan barang-barang yang secara nyata bisa dikonsumsi atau dimanfaatkan keberadaannya, misalnya saja kado ulang tahun, maupun barang-barang abstrak yang hanya memberikan ilusi atau kepuasan batin semata, seperti misalnya poin-poin permainan dari para developer yang menjadi bagian dari pengembang aplikasi permainan Facebook. Tak hanya itu, keberadaan iklan berbagai produk pun menyeruak dan dengan setia mendampingi aktivitas para pengguna Facebook. Dan tak cukup hanya dengan iklan berbayar di Facebook, mereka pun memanfaatkan grup, fans page atau bahkan profil pribadi untuk memasarkan produknya.
Facebook pun melihat hal ini sebagai sesuatu hal yang potensial. Sebagai sebuah situs jejaring sosial dengan puluhan juta pengguna dari berbagai negara, maka tentu saja hal ini merupakan sebuah keuntungan bagi pengelola Facebook. Hal ini lah yang kemudian ditawarkan kepada para calon pengiklan, yaitu bahwa dengan banyaknya latar belakang pengguna maka Facebook dapat membantu memilah sasaran dari produk yang diiklankan agar hasilnya dapat maksimal (http://www.facebook.com/help/?page=863 ). Tentu saja hal tersebut akan menjadi sangat menarik bagi para pengiklan karena sentuhan iklan mereka akan menjadi lebih personal dan akan membantu dalam peningkatan dan meluasnya target pemasaran.
Twitter, lebih merupakan situs mikroblogging, yang mengizinkan tweeps atau pengguna Twitter untuk melakukan “tweet”, sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan aktivitas para pengguna Twitter. Banyak hal yang bisa diungkapkan melalui “tweet” tersebut, entah itu curhatan mengenai kehidupannya sehari-hari, luapan kemarahan, kesedihan, protes maupun sebagai sarana untuk melakukan penggalangan massa yang ditujukan bagi gerakan-gerakan sosial sebagaimana halnya Facebook. Gerakan-gerakan tersebut misalnya saja gerakan sosial Indonesia Unite, gerakan Memakai Batik pada tanggal 2 Oktober, dan lain sebagainya. Seringkali isu-isu hangat di Indonesia merajai trending topics atau topik populer di Twitter. Misalnya saja aksi dukung-mendukung terhadap kasus pimpinan KPK, yaitu Bibit S. Riyanto dan Chandra Hamzah, atau isu hangat mengenai kasus George Junus Aditjondro dan Ramadhan Pohan (www.twitter.com).