Mohon tunggu...
Nita Maia Wulandari
Nita Maia Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Airlangga

Saya Nita Maia Wulandari Mahasiswa Universitas Airlangga Prodi D3 Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Tapera: Solusi atau Beban Baru bagi Pekerja Indonesia?

17 Juni 2024   20:11 Diperbarui: 17 Juni 2024   20:12 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

                    Saat ini sedang ramai diperbincangkan mengenai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu Upaya ambisius untuk mengatasi masalah kepemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan masyarakat berpenghasilan menengah. Meski demikian, program ini menimbulkan perdebatan pro dan kontra di kalangan pekerja dan pengusaha mengenai efektivitas dan dampaknya terhadap kesejahteraan ekonomi. Dalam artikel ini, kita akan membahas Tapera dari berbagai sudut pandang dan mengevaluasi apakah program ini adalah Solusi yang tepat atau justru menambah beban baru bagi para pekerja.

 Apa itu Tapera?

 Tapera merupakan skema Tabungan wajib yang diperuntukkan bagi seluruh pekerja Indonesia, baik di sekitar formal maupun informal. Program ini dirancang untuk membantu pekerja mengumpulkan dana yang tepat digunakan untuk membeli rumah pertama mereka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2020, pekerja akan diwajibkan menyisihkan Sebagian dari gaji mereka ke dalam dana Tapera, yang kemudian dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

 Bagaimana dengan kebijakan Tapera? 

Kebijakan Tapera ini meminta pekerja untuk menabung sebesar 3% dari pendapatab mereka, dengan 2,5% dibayarkan sendiri dan 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja. Sedangkan, peserta Pekerja Mandiri wajib membayar seluruhnya. Pasal 20 Peraturan Pemerintah (PP) menjelaskan bahwa jadwal penyetoran simpanan Tapera paling lambat pada tanggal 10 setiap bulan, dilakukan oleh pemberi kerja. Presiden Joko Widodo telah menetapkan kebijakan ini pada tanggal 20 Mei 2024.

 Sebelum diimplementasikan pemerintah perlu memperjelas dengan cara menyosialisasikan dengan baik dan memperjelas aturan Tapera sebelum pemotongan gaji pegawai utnuk Tapera diimplementasikan. Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada, Bapak Tadjuddin Noer Effendi, menilai bahwa kebijakan Tapera masih 'abu-abu'. Ia mengatakan bahwa kejelasan mengenai pemanfaatan dana yang ditarik, pertimbangan inflasi, dan pemberlakuan aturan kepada yang sudah memiliki rumah perlu dilakukan agar masyarakat tidak kebingungan di kemudian hari.

 Manfaat potensial Tapera 

1. Akses lebih mudah kepemilikan rumah Salah satu manfaat yang diusung oleh Tapera adalah memberikan akses yang lebih mudah kepada pekerja terus meningkat dan jauh di luar jangkauan banyak pekerja, skema Tabungan ini dibuat untuk Solusi jangka Panjang yang membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan berpenghasilan menengah untuk memiliki rumah sendiri. 2. Meningkatkan kestabilan ekonomi Dengan memiliki rumah sendiri merupakan salah satu cara agar kestabilan ekonomi menjadi lebih baik. Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai asset yang nilainya cenderung meningkat seiring waktu. Hal ini bisa menjadi investasi yang berguna di masa depan. 

3. Mendorong pembengunan infrastruktur perumahan Dana yang terkumpul melalui Tapera bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendorong Pembangunan infrastruktur perumahan yang lebih baik dan terjangka. Dengan adanya dana yang stabil, pemerintah dapat merencanakan dan membangun perumahan rakyat yang lebih efektif.

 Kontroversi dan kekhawatiran terhadap Tapera 

Serikat buruh menolak kebijakan iuran Tapera, dan beberapa pihak juga khawatir bahwa program ini akan menimbulkan beban yang tak mudah bagi masyarakat. Pemerintah menegaskan bahwa program kepersertaan wajib Tapera tidak akan diimplementasikan dalam waktu dekat, setelah menuai banyak protes dari kalangan pekerja dan pengusaha.

 Tantangan dan kritik terhadap Tapera 

Beberapa pihak masih memiliki kekhawatiran bahwa program ini tidak akan efektif dalam menyelesaikan masalah backlog perumahan. Huda merupakan seorang pemerhati Tapera, mengatakan bahwa permasalahan backlog belum juga terselesaikan sejak program ini berjalan pada 6 tahun yang lalu. Ia juga menyoroti adanya trust issue di Tengah masyarakat terhadap Tapera, yang disebabkan oleh kasus korupsi yang terjadi di beberapa Tabungan seperti ASABRI dan TASPEN. Beberapa tantangan dan kritik terhadap Tapera.

 1. Beban tambahan bagi pekerja Kritik utama terhadap Tapera adalah tambahan beban finansial bagi pekerja. Di Tengah kondisi yang tidak menentu, memotong Sebagian dari gaji pekerja, hal ini dapat menambah tekanan finansial, terutama bagi mereka yang penghasilannya sudah pas-pasan. Banyak pekerja merasa bahwa pengeluaran tambahan ini akan mengurangi daya beli mereka dan memperburuk kondisi ekonomi keluarga mereka. 

2. Efisiensi dan Transparansi Pengelolaan Dana Terdapat kekhawatiran mengenai efisiensi dan transparansi pengelolaam dana Tapera oleh BP Tapera. Skema Tabungan wajib semacam ini memerlukan Tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat terhadap pemerintah. Jika pengelolaan dana tidak dilakukan dengan transparan dan efisien, kepercayaan masyarakat dapat hilang, dan tujuan utama dari program ini tidak akan tercapai.

 3. Potensi tumpeng tindih dengan program lain Tapera juga menghadapi tantangan potensi tumpeng tindih dengan program perumahan lainnya yang sudah ada, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat mengenai skema mana yang lebih menguntungkan dan bagaimana cara mengaksesnya. Selain itu, integrasiantara berbagai program ini juga memerlukan koordinasi yang bai kantar lembaga pemerintah.

 Tapera dalam konteks ekonomi yang lebih luas 

Dalam konteks ekonomi yang lebih luas, Tapera bisa menjadi instrument penting untuk mendorong pertumbuhan sektor perumahan dan kosntruksi, yang pada gilirannya dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, keberhasilan program ini sangat tergantung pada bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa dana yang terkumpul digunakan secara efektif dan efisien untuk tujuan yang telah ditetapkan.

Rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas Tapera

 1. Sosialisasi dan Edukasi yang intensif Sebagai Upaya untuk meningkatkan penerimaan dan partisipasi pekerja dalam program Tapera, diperlukan sosialisasi dan edukasi yang intensif mengenai manfaat dan mekanisme program ini. Pemerintah harus memastikan bahwa informasi mengenai Tapera tersampaikan dengan jelas dan dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

 2. Pengelolaan Dana yang Transparan dan Akuntabel Pengelolaan dana Tapera harus dilakukan dengan sangat transparan dan akuntabel. BP Tapera perlu memberikan laporan rutin mengenai penggunaan dana dan pencapaian yang telah diraih. Hal ini akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap program ini. 

3. Integrasi dengan program perumahan lainnya Pemerintah perlu memastikan bahwa Tapera terintegrasi dengan baik dengan program perumahan lainnya untuk menghindari tumpeng tindih dan kebingungan di kalangan masyarakat. Koordinasi yang baik antara berbagai lembaga yang terlibat akan meningkatkan efektivitas keseluruhan Upaya pemerintah dalam menyediakan perumahan yang terjangkau.

Kesimpulan 

Tapera adalah sebuah Langkah berani yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah kepemilikan rumah di kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan berpenghasilan menengah. Meski memiliki potensi manfaat yang besar, program ini juga menghadapi berbagai tantangan yang harus diatasi agar dapat berhasil mencapai tujuannya. Dengan pengelolaan yang transparan, edukasi yang efektif, dan integrasi yang baik dengan program perumahan lainnya, Tapera dapat menjadi solusi yang efektif untuk membantu pekerja Indonesia memiliki rumah sendiri dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Namun, perhatian terhadap beban finansial tambahan bagi pekerja juga perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan seperti menghadapi perubahan ini dan memastikan bahwa kebijakan ini menimbulkan praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun