Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anka Satria - Sebuah Catatan

12 Januari 2025   10:00 Diperbarui: 12 Januari 2025   10:00 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Sumber Pexels (Julia Volk)

Meja bulat coklat terbuat dari kayu mahoni itu menjadi fokus pandangan Andana. Pandangannya tertuju pada sebuah buku tebal dengan cover logo tongkat Asklepios. Buku itu terletak dekat dengan kacamata baca Anka Satria.

Andana mengambil buku tebal itu. Kakinya melangkah menuju salah satu kursi yang terletak tak jauh dari meja mahoni. Andana duduk kemudian mulai membuka lembar-lembar buku tersebut.

....

Indonesia negara kaya, melimpah sumber daya, semua bahkan tersedia, namun demikian justru itu bisa melenakan. Tanpa pengelolaan dan tanpa mengasah kompetensi dan keterampilan untuk mengelolanya justru itu menjadi sebuah senjata makan tuan.

Rempah-rempah nusantara menjadi dupa harum yang membuat orang 'di luar sana' tergiur untuk menguasai. Banyak negara 'iri' dan kemudian mencari bahkan menginvasi. Keramahan dan gotong-royong nusantara terkadang menjadi santapan buas orang-orang rakus yang haus kuasa. Diperdaya!

Belum lagi orang-orang 'dalam' yang menjadi penjajah bergaya baru. Menginvasi bangsanya sendiri demi kemakmuran perut sendiri.

....

Andana melihat jam dinding di balik tirai. Jarum pendeknya menunjuk di angka tiga, tetapi Andana masih ingin terus membaca lembar berikutnya. Buku itu masih terbuka di atas meja mahoni.

....

Aku bukan siapapun yang bisa memberikan pengaruh besar. Seperti hari ini, ada seorang warga datang kepadaku dan menceritakan bahwa dia tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, tetapi tetangganya yang lebih mampu justru mendapatkan.

Siapa aku? Aku tidak dapat memberikan bantuan apapun selain mendengarkannya dan memberikan kalimat; "lebih bangga, Anda, Bu, semua yang Anda beli berasal dari jerih payah Anda sendiri, yang menandakan Anda lebih mampu."

Kemudian beberapa tetangga yang lain berkeluh kesah mengenai usahanya yang 'ditutup' orang sehingga harus membayar hutang karena bangkrut, sekali lagi Aku hanya mampu mendengarkan mereka sambil terus memberikan motivasi bahwa mereka pasti membalik keadaan dan usahanya bertambah baik.

....

Andana meletakkan sebentar buku yang dipegangnya. Dia berjalan sebentar menutup jendela ruangan. Andana memandangi foto dalam pigura yang tergantung di dinding. Dipandanginya penuh foto itu. Sosok yang mengagumkan. Sang penulis buku.

Buku yang ditulis dengan tulisan tangan yang sangat rapi. Penulis berhati. Andana melanjutkan kembali membaca buku tersebut.

....

Aku tidak menghakimi, tidak pernah. Hanya terkadang berpikir, orang yang punya kekuasaan tentu lebih mudah membantu mereka-mereka yang dalam kesulitan. Akses membantunya pasti lebih luas. Mungkin perlu menambah bijaksana dan berani. Mungkin mereka hanya tidak mampu melawan sistem yang sudah sangat kuat mendarah daging, sehingga ketika sistem itu dilawan sendiri justru akan menjadi aksi jibaku belaka.

Harapan pasti akan selalu ada. Nusantara yang besar ini tentu banyak dicinta. Melakukan bagian kita terus. Hanya itu. Sejahtera nusantaraku. 

....

Andana menutup buku itu. Masih banyak lembar yang ingin dibacanya. Sekilas dia menatap koran yang terletak di depan meja mahoni itu. Koran yang baru dibelinya pagi tadi. Membaca kolom obituari di sana, RIP dr. Anka Satria, kakaknya.

Seorang dokter umum sekaligus seorang kakak buat Andana. Beberapa minggu lalu Anka Satria pulang dari tugasnya di Papua. Dan cuti untuk melakukan pengobatan di Jakarta.

"Selamat jalan, Kak. Tuhan memberkati Kakak. Terima kasih sudah memberikan banyak pelajaran bagiku. Visi dan misimu akan aku lanjutkan semampuku. Selalu merindukanmu, dan semua kecintaanmu pada negeri ini. Nusantara yang besar ini."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun