Pernah mendengar Trusmi? Sebuah desa sekitar 4 kilometer dari pusat kota Cirebon yang merupakan sentra batik. Batik Megamendung adalah batik khas yang bisa ditemui di daerah ini. Batik yang memiliki bentuk awan yang di kedua ujungnya melancip.
 Dari makna katanya, mega yang berarti awan dan mendung berarti sebuah kondisi awan yang mengandung uap air (hujan). Batik megamendung sangat khas secara bentuk dan warna. Warna biru dan merah menjadi warna dominan pada jenis batik ini. Walaupun pada perkembangannya ada ragam warna lain yang digunakan. Konon batik ini lahir dari akulturasi budaya etnis Tionghoa dan masyaralat Cirebon jaman dahulu.Â
Cirebon merupakan sebuah kota pesisir yang memiliki pelabuhan. Hal ini memungkinkan terjadinya mobilitas negara-negara lain untuk masuk ke daerah ini. Pelabuhan Muara Jati menjadi sebuah tempat singgah para pendatang tersebut. Salah satunya adalah masyarakat Tionghoa yang melakukan ekspedisi ke Cirebon.Â
Mereka membawa juga benda-benda seni dari negeri asalnya. Sebagian motif yang ada dalam benda seni yang dibawa para pendatang Tionghoa ini berbentuk awan. Awan dalam Tao memiliki filosofi dunia yang luas dan bebas dan erat kaitannya dengan Ketuhanan. Pada abad ke-16 konsep awan ini juga sangat berpengaruh pada seni rupa Islam (secara demografi mayoritas penduduk Cirebon adalah Islam) yang menggambarkan alam yang luas.Â
Sunan Gunung Jati pada abad ke-16 menikah dengan Puteri Ong Tien Nio. Sunan Gunungjati atau lebih dikenal dengan nama Syarif Hidyatullah ini merupakan seorang sunan yang menyebarkan agama islam di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Percampuran budaya dua bangsa inipun terjadi. Pola yang tergambar pada benda-benda seni yang dibawa para pendatang dari Tionghoa mewarnai penduduk Cirebon terutama pengrajin batik.Â
Mereka mulai membatik dengan motif-motif awan dengan banyak modifikasi dan disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Filosofi dari batik megamendung ini sangat menarik. Awan dan mendung merupakan perpaduan dari arti yang megah, besar, kewibawaan dan menenangkan atau meneduhkan.Â
Makna yang bisa ditangkap ketika batik ini digunakan, bisa merepresentasikan ketenangan, kemegahan yang berbalut bijaksana dan kewibawaan. Batik megamendung ini didaftarkan ke Unesco, (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebuah badan internasional yang terkait dengan pendidikan, budaya, untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu warisan dunia. Motif batik ini pernah dijadikan sampul sebuah buku Pepin van Roojen, seorang berkebangsaan Belanda.Â
Hal ini membuktikan batik megamendung menjadi sebuah ikon internasional yang diperhitungkan. Batik megamendung bukan hanya menjadi kebanggan warga Cirebon, tetapi juga Indonesia dan dunia secara lebih luas.Â
Selamat Hari Batik NasionalÂ
2 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H