Saya mengalami beberapa kali menangani anak-anak dengan gejala semacam ini. Tantrum seringkali saya hadapi. Kesabaran dan kendali diri menjadi sebuah nada wajib yang harus dimiliki. Sering kali gagal juga. Anak-anak ini memang membutuhkan pemahaman yang mendalam.Â
Gangguan semacam ini membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk menangani. Ortu menjadi sentral. Kemudian guru, fasilitator (pihak sekolah), masyarakat sekitar punya peran yang sama pentingnya. Menanamkan aturan menjadi awal. Mungkin lebih tepat memberikan kebiasaan baik terlebih dahulu. Karena anak-anak ini membutuhkan latihan-latihan yang berkelanjutan. Terus-menerus, diulang sehingga menjadi sebuah perilaku menetap.Â
Menentukan batasan. Mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan harus jelas. Lakukan dengan sabar apalagi jika mereka masih ada dalam usia eksplorasi. Berikan latihan-latihan yang terjadwal sehingga mereka terbiasa melakukan aturan sejak dini tanpa 'meniadakan potensi tumbuh kembangnya. Mencari sisi-sisi positif yang dapat dikembangkan dari anak-anak ini menjadi penelusuran sepanjang hayat. Kelemahan yang sering terjadi adalah, kita terlalu lemah untuk menegakkan aturan karena cenderung 'kasihan' pada anak.Â
Hal ini mungkin bisa disiasati dengan pemikiran jika ditunda lebih lama lagi anak akan lebih sulit untuk diubah perilakunya. Bekerjasama dengan psikiater dan psikolog menjadi sebuah hal yang harus dilakukan. Kerjasama ini harus difasilitasi untuk kepentingan anak.Â
ADHD terkait erat dengan gangguan pada otak juga.(Lumbantobing, S.M.1997) Di tahun 1962, sebuah kelompok yang bernama The Oxford International Study Group on child neurology dan National Institutes of Health task force memberikan usulan terkait istilah yang digunakan. Yaitu mengubah minimal brain damage dengan kata minimal brain dysfunction. Kemudian di tahun 1980 diubah lagi menjadi gangguan pemusatan perhatian (dituliskan dalam DSM III)Â
ADHD perlu penanganan secara medis merujuk pada gangguan yang terjadi. Maka diskusi serta konsultasi dengan pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan. Pada akhirnya kesabaran, telaten, kasih sayang menjadi nada dasar untuk mendampingi mereka. Respect untuk orangtua-orangtua hebat dan guru-guru yang mendampingi mereka.Â
Terima kasihÂ
30 September 2024
Referensi
Lumbantobing, S.M. (1997), Anak Dengan Mental Terbelakang - Retardasi Mental - Gangguan Belajar - Gangguan Pemusatan Perhatian - Autisme, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Van Tiel, J.M. (2018), Anakku ADHD, Autisme, atau Gifted? Penerbit Prenadamedia Group. Jakarta.