Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 - People Choice Kompasiana Awards 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Formal vs Pendidikan Nonformal??

17 Juli 2024   13:51 Diperbarui: 17 Juli 2024   14:05 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi artikel/Sumber:Dok.Pri

Data BPS di tahun 2024, bulan Februari menunjukkan ada 7, 20 juta orang masuk dalam kategori pengangguran terbuka. Dikatakan memang ada penurunan 4,82% dari tahun sebelumnya. Kemudian ada beberapa alasan mengapa pengangguran terbuka ini terjadi, salah satu penyebabnya disinggung mengenai kualitas lulusan sekolah juga yang tidak sinkron dengan kualifikasi pekerjaan.

Selanjutnya juga ditemukan data mengenai angka putus sekolah yang terjadi sepanjang tahun ajaran 2022/2023. Yang ini multifaktor penyebabnya. Ekonomi, motivasi belajar, kondisi di lingkungan dan sebagainya. Mengapa dengan alokasi anggaran pendidikan yang begitu melimpah tetapi angka putus sekolah juga masih terjadi.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 bulan Februari menunjukkan ada 7, 20 juta orang masuk dalam kategori pengangguran terbuka. Dikatakan memang ada penurunan 4,82% dari tahun sebelumnya. Selanjutnya dari BPS juga ditemukan fakta ada kenaikan angka putus sekolah di jenjang SD sebesar 0,13 % pada tahun 2022 yang di tahun sebelumnya sebesar 0,12, jenjang SMP sebesar 1,06% yang di tahun sebelumnya 0,90%, serta di jenjang SMA sebesar 1,38% yang di tahun sebelumnya sebesar 1,12%.

Dua fenomena ini (angka pengangguran terbuka dan angka putus sekolah) selayaknya jadi evaluasi dalam proses pendidikan kita. Ada apa? Hal ini bukan untuk saling tuding menyalahkan. Lebih dari itu, bagaimana evaluasi tersebut menjadi pijakan untuk 'melompat' lebih tinggi, terkhusus bagi pendidikan kita.

Dilansir dari UU Sisdiknas tahun 2003 pendidikan formal merupakan sebuah jalur pendidikan yang dibuat secara sistematis, terstruktur, dan berjenjang. Pendidikan formal merujuk pada sekolah yang terikat legalitas formal dan memiliki sejumlah persyaratan yang cukup ketat. Ini ada 3 klasifikasi, pendidikan dasar, yaitu SD/MI, pendidikan menengah, SMP/Mts, dan SMA/MA, serta jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (diploma, sarjana, magister, spesialis, doktor).

Kemudian pendidikan non formal hal ini paling banyak ditemui pada jenjang pendidikan anak usia dini. TPA atau Sekolah Minggu. Kemudian berbagai kursus, bimbingan belajar, kemudian kejar paket A, B, dan C. seperti PKBM, sanggar, lembaga pelatihan, kursus, kelompok belajar yang bertujuan untuk mengembangkan potensi kemampuan peserta didik.

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggungjawab. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan, salah satunya adalah homeschooling.

Jika mau mengandaikan dari uraian pemetaan di atas, pendidikan formal dan nonformal itu seperti dua pedal sepeda yang bergerak bersama sehingga membuat sepeda itu tetap berjalan semestinya. Si pengayuhnya adalah guru, fasilitator yang berusaha untuk tetap berjalan mengarahkan laju sepeda dengan baik.

Namun demikian si pengayuh sepeda ini seringkali mendapati jalan yang berliku dan seringkali buntu serta jalan yang berkerikil tajam sehingga sepeda kerap tidak dinaiki dengan semestinya. Si pengayuh sepeda ini juga harus berkali-kali mengayuh di tanjakan terjal dan berbatu, dan seterusnya.

Analogi di atas mungkin cukup menggambarkan kondisi pendidikan saat ini. Yang mau saya katakan adalah sedemikian penting pendidikan formal dan nonformal untuk saling melengkapi. Walaupun di luar itu proses menuju ke arah yang baik tetap berlangsung dengan berbagai program peningkatan kompetensi guru.

Kondisi jalan berliku, terjal, buntu itu terjadi karena memang sering kali proses di lapangan tidak seindah para pemangku kebijakan di pusat yang membuat aturan, dan segala tetek-bengek terkait administrasi dan birokrasi. Pemerintahan (menteri) berganti demikian pula kurikulum berganti, seperti itu contohnya. Padahal pendidikan itu berkesinambungan. Pernah mendengar guru yang kelabakan memelajari kurikulum kemudian harus berganti dan mereka kembali bingung dengan kebijakan baru.

Pelatihan lalu uji kompetensi guru terus dilakukan. Cerita-cerita yang muncul di balik itu semua cukup heroik. Teman-teman guru terus mengasah dir. Lepas dari itu, itulah dinamika yang terjadi dalam sebuah proses perubahan terutama dunia pendidikan kita.

Kembali lagi bahwa pendidikan formal dan nonformal merupakan dua energi yang tidak saling meniadakan. Pendidikan formal yang sistematis, terstruktur, serta berjenjang memiliki kekhususan demikian pula dengan pendidikan nonformal yang melengkapi dengan mengasah potensi dan kemampuan peserta didik dari sisi yang berbeda.

Kedua hal, baik pendidikan formal maupun non formal rasanya saling melengkapi. Saling punya peran untuk peserta didik. Bagaimana mengemas keduanya menjadi sebuah energi baik untuk membangun peradaban, itu saja. Pemerintah memberikan payung pengayoman sehingga dua hal tadi bisa berjalan bersamaan.

Kembali menyinggung mengenai penyebab terjadinya pengangguran terbuka yang salah sekian penyebabnya adalah tidak sinkronnya keterampilan pelamar dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dan hal ini bisa dijadikan evaluasi untuk pendidikan kita saat ini. Apakah pendidikan kita sudah menjawab kebutuhan lapangan pekerjaan? Atau sebaliknya mereka juga masih harus dilatih untuk memiliki keterampilan lain di luar pendidikan formal?

Jawaban-jawaban yang harus segera ditemukan sehingga pendidikan menjadi efektif dan menjawab kebutuhan kehidupan yang dikenai perlakuan pendidikan. Kemudian, angka putus sekolah yang ditengarai penyebabnya karena faktor ekonomi orangtua dan pengaruh lingkungan. Ada juga faktor lain yaitu kurangnya motivasi atau daya juang untuk tetap bertahan.

Hal-hal demikian menjadi salah satu faktor bahwa pendidikan formal dan non formal bisa menjadi jawaban atas permasalahan yang terjadi dalam lingkup nyata. Bukan saatnya meributkan mana yang lebih penting, formal atau non formal? Tapi bagaimana membuat keduanya menjadi pedal sepeda yang dikayuh bersamaan untuk menggerakkan laju sepeda.

Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun