Gema merdeka belajar begitu ramai. Perbincangan dengan rekan-rekan pendidik yang berada di garis depan membahas mengenai hal ini juga pernah saya simak. Tidak gampang untuk mewujudkan merdeka belajar di situasi paska pandemi. Memulihkan sikon yang seperti ini membutuhkan waktu, tenaga, strategi, serta proses yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.Â
Menyitir pendapat Thomas Armstrong bahwa tiap anak membawa potensi alaminya masing-masing dalam kehidupannya di dunia ini, saya sependapat jika orangtua dan lingkungan ikut serta memertahankan dan mengembangkan tiap potensi alami yang dibawa anak-anak itu.
Senada dengan Thomas Armstrong, di tahun 1983, seorang pakar pendidikan berkebangsaan Amerika, Â Howard Gardner menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligences menjelaskan ada (pada awalnya) 8 jenis kecerdasan (sebagai tolok ukur untuk menilai kecerdasan pada anak/individu) lalu ditambah dengan 1 kecerdasan sehingga semua berjumlah 9 jenis kecerdasan.
Ada kecerdasan bahasa ( lingusitik), kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spatial, kecerdasan kinestetik (fisik/jasmani), kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan yang terakhir adalah kecerdasan eksistensialis.
Gardner percaya, minimal seorang anak (individu) memiliki salah satu jenis kecerdasan tersebut.
Kecerdasan sering dikaitkan dengan keberhasilan seseorang dalam hal akademis. Jika gagal atau tidak berhasil dalam pencapaian akademis, maka stigma tidak pintar, tidak cerdas akan mendarat pada individu tersebut.
Mengaitkan kedua teori dari Armstrong dan Gardner rasanya sealur dengan konsep merdeka belajar yang tengah digemakan di Indonesia ini. Melongok 3 struktur kurikulum di Kurikulum Merdeka, yakni berbasis kompetensi, pembelajaran yang fleksibel, dan karakter Pancasila rasanya bisa diterima untuk membuat desain pembelajaran yang seirama dengan itu.
Pembelajaran yang mendasarkan pada kompetensi anak, fleksibel, dan memiliki muatan karakter Pancasila. Pembelajaran yang terdiferensiasi, pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan tiap anak, pembelajaran yang memberikan ruang humanis untuk anak.
Berbekal prinsip belajar yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara melalui Niteni, Niroke, dan Nambahi, bisa memberikan pengetahuan lebih pada kita untuk membuat sebuah desain belajar yang memberikan ruang merdeka untuk anak dalam berekspresi tetapi tidak kehilangan jati diri sebagai anak bangsa yang memiliki karakter Pancasila.
Berikut 5 ide pembelajaran yang bisa dilakukan:
1. Project Membuat Perusahaan
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok diminta untuk membuat bibit perusahaan yang mereka ingin dirikan. Mereka bisa berdiskusi dan mulai membuat desain perusahaan yang akan mereka dirikan.
Berikan mereka keleluasaan penuh untuk membuat perusahaan yang akan mereka dirikan. Mungkin mereka meniru Amazon, Pertamina, atau bahkan UMKM. Biarkan mereka berkreasi dengan ide-ide mereka. Kita akan melihat dinamika yang terjadi dalam kelompok-kelompok kecil tersebut.
Berikan arahan yang memang dibutuhkan tanpa mengintervensi secara berlebihan. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa ini adalah sarana belajar. Jangan terkejut dengan dinamika yang akan terjadi. Proses belajar bisa gagal, berhasil, atau status quo.
Berikan waktu untuk project ini dan lakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan lebih mengedepankan kompetensi tiap siswa. Minta tiap siswa untuk berpendapat dan jangan bersifat intimidatif.
2. Pameran Profesi
Siswa diminta untuk memikirkan cita-cita mereka. Setelah itu mereka diminta untuk menyiapkan sebuah layanan pameran dimana pengunjung akan menikmati hasil dari profesi yang telah mereka pilih dalam tiap stand.
Misalnya, ada seorang siswa memilih cita-cita sebagai seorang pengusaha roti. Dalam pameran dia akan membuka stand sebagai pemilik toko roti dimana stand itu menjual produk roti.
Siswa akan membuat rencana anggaran, lalu menu roti yang akan dijual dalam stand tersebut. Pengunjung bisa siswa dan orangtua yang tidak terlibat dalam pameran ini. Pengunjung diminta juga membeli produk dengan tiket yang telah dijual oleh panitia pameran profesi.
Hal ini bukan semata-mata untuk menjaring keuntungan, tetapi proses dan dinamika yang terjadi selama perencanaan hingga pelaksanaan pameran profesi ini.
3. Wawancara Pedagang di Pasar
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Sebelumnya tentu guru akan mengamati dulu pedagang yang nantinya bisa diwawancara oleh siswa nanti.
Siswa akan diminta untuk mewawancarai para pedagang ini, mulai dari apa yang dijual, berapa keuntungan, pengalaman-pengalaman mereka sebagai pedagang dan sebagainya.
Dalam tugas ini, siswa akan diajak untuk belajar mengenal lingkungan, apa kebutuhan masyarakat, kepedulian, dan sebagainya.
4. Bermain peran
Mengajak mereka untukbermain peran dengan mengeksplorasi budaya-budaya baik serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat.
Misalnya saja, mereka diajak untuk bermain peran dengan tema budaya antri, budaya gotong royong, peduli, dan sebagainya.
Tidak hanya itu saja, mereka juga diminta untuk mendalami mengapa budaya tersebut harus dikembangkan, apa pentingnya, dan sebagainya, sehingga mereka paham latar belakang dari budaya yang sejatinya layak ditanamkan pada tiap generasi.
5. Membuat Event Perlombaan
Minta siswa membagi kelompok untuk menjadi Event Organizer dan merancang desain perlombaan. Minta mereka juga yang menjadi jurinya.
Desain pembelajaran ini menitikberatkan pada kolaborasi dan juga kompetisi. Tetapi harus ditekankan bahwa menang ataupun kalah adalah sebuah dinamika yang alamiah sehingga harus disadari betul arti sportivitas.
***
5 ide pembelajaran ini harus disesuaikan dengan kondisi dan usia dari siswa. Waktu yang bisa diagihkan mungkin bisa menggunakan saat jeda semester atau jeda tengah semester sehingga waktunya cukup panjang. Pada saat merencanakan, berikan waktu bagi tiap kelompok untuk berkonsultasi pada guru atau fasilitator.Â
Ada baiknya mengundang orangtua pada saat kegiatan itu dilakukan atau ditampilkan. Orangtua sebagai bagian dari empat pilar pendidikan juga bisa mengetahui dengan jelas apa yang dikerjakan oleh anak-anak mereka di sekolah.
Diharapkan melalui ide pembelajaran ini dapat melibatkan dan mengeksplorasi sifat-sifat alami yang dimiliki oleh tiap siswa, diantaranya rasa ingin tahu, daya eksplorasi, vitalitas, spontanitas, fleksibilitas.
Yang harus diingat, dokumentasi dari tiap kegiatan dan hasil karya siswa harus ada dan disimpan. Dari hal ini siswa akan mengingat pengalaman belajarnya tersebut.
Demikian juga evaluasi. Evaluasi tiap kegiatan dilakukan untuk memberikan sebuah pembelajaran bagi siswa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI