Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

[Menghidupi Adagium "Happy Mom Happy Kids"] 3 Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan Orangtua dalam Upaya Pendampingan ABK

25 November 2022   13:41 Diperbarui: 25 November 2022   18:50 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjaga tetap bahagia di tengah kondisi yang tidak ideal tentu gak mudah. Hal ini dialami oleh banyak orangtua-orangtua anak berkebutuhan khusus (tentu bukan hanya mereka, artikel ini akan secara spesifik membahas mengenai orangtua yang mendamping anak berkebutuhan khusus)

Dalam artikel ini akan lebih membahas mengenai peran Ibu, khususnya dalam mendampingi ABK. Bukan hal mudah untuk tetap dapat tersenyum, untuk bisa tetap memelihara ketenangan di tengah banyaknya 'pertanyaan-pertanyaan' yang selalu menari-nari dalam benak mereka.

Mereka bukan individu yang sepi dari konflik. Baik konflik diri maupun konflik eksternal. Mereka tidak sekuat logam kuat bernama titanium, yang bisa tahan dalam segala kondisi 'gempuran'. 

Mereka individu biasa yang mencoba untuk menjadi tegar karena kondisi istimewa yang mereka terima. Bukan hal mudah untuk menerima kondisi-kondisi yang gak bisa mereka kendalikan tersebut.

"Happy mom happy kids", sebuah adagium yang diamini juga oleh sebagian besar ibu yang saya jumpai. Kondisi umum, ibu adalah pihak yang lekat dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka merawat dan juga memberikan perhatian-perhatiannya untuk perkembangan dan kemajuan buah hati mereka. 

Ada sense of nurturing yang secara alamiah mereka sandang. Walau didapati kenyataan di lapangan ada contoh-contoh kondisi di area wilayah sisi kiri dan kanan 'kurva normalitas' juga, fenomena ayah-ayah yang lebih banyak mencurahkan waktunya bagi anak-anak ini.

Energi besar sangat dibutuhkan oleh para ibu ini dalam mendampingi anak-anak mereka. Keluhan-keluhan yang sering muncul biasanya seputar konflik peran yang mereka sandang seorang diri. 

Konflik peran tidak serta merta karena kondisi single mom, bukan, melainkan banyak dari mereka yang mengeluh karena suami atau pihak keluarga cuek dengan apa yang mereka rasakan.

Peran ganda yang kerap dipikul seorang sendiri, ya sebagai ibu, ya sebagai pencari nafkah, manalagi energi besar yang harus dimiliki dalam mendampingi putra-putri mereka yang berkebutuhan khusus. 

Memang menjadi hal yang menyulitkan mereka manakala kondisi-kondisi tidak ideal ini begitu melekat kuat. Hal ini seringkali menjadi kendala terbesar dalam mendampingi putra-putri mereka untuk mencapai perkembangan yang optimal dalam proses-proses terapeutik anak-anaknya.

Memang gak pernah akan ada kehidupan ideal nan sempurna ketika masih hidup menjejakkan kaki di bumi ini. Lalu adakah upaya-upaya yang bisa dilakukan agar kondisi mereka tetap terjaga 'kewarasannya' sehingga hal itu dapat berdampak baik pada perkembangan putra-putri mereka. 

Tanpa bermaksud menggurui, mungkin hal-hal di bawah ini dapat dilakukan untuk menjembatani serangkaian problematik klasik seputar kehidupan orangtua-orangtua yang mendamping anak-anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus:

1. Journaling

Melakukan aktivitas ini memang bisa mereduksi kondisi-kondisi yang kurang mengenakkan dalam diri kita. Menuliskan apa yang ada dalam pikiran menjadi sebuah katarsis, sehingga hal ini menjadi salah satu kunci pengaturan diri.

2. Bercerita dalam sebuah komunitas yang membangun

Parents Supporting Group (PSG) merupakan sarana bagi orangtua-orangtua yang mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga menjadi sebuah sarana penampung curahan hati para orangtua biasanya. 

Tentu ada banyak hal yang harus disepakati di awal terbentuknya komunitas orangtua ini. Misalnya saja asas kerahasiaan, di mana para anggotanya harus dapat menjaga secara etis hal-hal yang harus diceritakan atau tidak.

3. Melakukan hobi

Hal yang ketiga ini menjadi saluran yang paling logis untuk dilakukan. Memang harus disadari di awal bahwa keseimbangan dalam hidup harus diupayakan sedemikian rupa sehingga mekanisme kehidupan berjalan dengan baik.

Ketiga hal di atas merupakan hal-hal sederhana yang bisa dilakukan untuk mengupayakan keseimbangan dan kesehatan mental para orangtua yang mendampingi putra-putri yang ada di dalam kondisi kebutuhan khusus. 

Sebuah kemutlakan memang, ketika kita sebagai support system (masyarakat) terdekat wajib mendukung kondisi-kondisi tidak mudah yang dialami oleh orangtua-orangtua tersebut.

Dukungan dari masyarakat dan circle terdekat mereka sangat dibutuhkan. Berharap kita semua dimampukan menjadi orang-orang yang bisa menghargai setiap perjuangan orang lain tanpa terlebih dahulu menghakimi. Semoga..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun