Mungkinkah?
Himbauan/ arahan senada juga diberikan oleh Jokowi dan Mahfud MD pada jajaran pejabat Mabes POLRI, Kapolda, Kapolres di seluruh Indonesia pertengahan Oktober 2022 lalu, hal ini dilansir Kompas.com pada 16 Oktober 2022.
Menyoal gaya hidup yang merupakan pilihan hidup dan ranah privat seorang individu memang terasa agak aneh jika hal tersebut diangkat dalam sebuah tataran ranah publik. Ibaratnya, saya yang bekerja selayaknya saya boleh dong nikmatin hasil dari pekerjaan saya tersebut. Mau saya apakan,  ya terserah saya, dong? Namun demikian, memang disadari atau tidak ketika hal tersebut dikaitkan dengan kepentingan masyarakat yang lebih  luas menjadi lebih masuk akal, apalagi mereka yang diberi arahan termasuk pejabat publik yang justru selayaknya menjadi teladan.
Lebih lagi ketika kondisi-kondisi demikian memicu kecemburuan sosial, yang bisa memungkinkan terciptanya letupan-letupan sosial di kalangan masyarakat. Bukan hal mudah untuk mengembalikan situasi sejahtera kembali setelah pandemi bagi sebagian besar masyarakat kita. Mengendalikan diri pada masa-masa ini bukan sekadar pilihan sebenarnya, tapi kemutlakan, terutama ketika kita bisa melongok kebutuhan sesama. Bukan menggurui - saya serasa tertampar juga dengan arahan tersebut.
Memaknai solidaritas menjadi pembelajaran baik, hari-hari ini. Mengulik mengenai frugal living, sebuah konsep gaya hidup yang memberikan prioritas hidup pada kebutuhan bukan keinginan, rasanya menjadi pas saat ini. Tentu saja jangan sampai membuat kita menjadi menderita, atau jadi kurang menikmati hidup, tentu bukan seperti itu. Menilik kehidupan cukup - mungkin saja lebih pas. Ya itu tadi, agar tidak menarik kecemburuan pihak-pihak lain yang mungkin belum tentu bisa menikmatinya.
Memulai pola hidup cukup, sederhana tentu harus dimotori dari perubahan mindset terlebih dahulu, jika tidak dipastikan hanya halu atau ikut-ikutan semata. Mengubah mindset perlu proses juga dan memulainya juga tidak mudah. Faktor internal akan membuat perubahan itu lebih dalam dan lama.
Perubahan bukan pemaksaan, ini harus disadari. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan mengubah mindset dan mengacu pada tujuan jangka panjang, bukan sekadar ikut-ikutan.
Mengembalikan kesadaran bahwa fungsi dan esensi lebih penting dari sekadar gengsi bukan barang mudah. Perlu proses! Seringkali orang lupa bahwa kondisi dan situasi setiap individu berbeda. Belajar dari pengalaman, baik pengalaman diri sendiri atau orang lain bisa jadi sedikit demi sedikit mengubah persepsi yang akhirnya bisa jadi motor perubahan sikap dan perilaku seseorang. Power of kepepet seringkali juga menjadi sebuah latar belakang perubahan kehidupan seseorang, tapi kalo bisa jangan sampai deh.
Satu waktu saya diberi kesempatan live belajar hidup dari orang-orang hebat di sekitar saya. Bersama mereka, orang-orang yang sadar betul akan fungsi dan esensi itu ternyata lebih penting dari sekadar gengsi. Dari raut wajah mereka gak tampak kemelekatan terhadap konsep hidup yang hedonis - saya juga bukan menghakimi bahwa mereka lebih baik dari yang lain, tapi rasanya ada sebuah pesona yang menarik  dan itu menjadi daya magnet kuat yang menumbuhkan rasa 'jatuh cinta' pada gaya hidup yang dijalani. Sekali lagi pada gaya hidupnya, saya jatuh cinta.
Mereka menikmati hidup yang apa adanya. Mengolah sesuatu yang biasa  dibuang, menjadi sesuatu yang lebih berguna menjadi kebiasaan. Dikatakan bahwa sampai pada tahap itu sangat tidak mudah. Cemooh, hinaan, ejekan, bahkan dibuang dari komunitas dirasakan mereka! Pada saat itu walau mereka benar pun tetap akan dikatakan salah, karena status sosial mereka yang tidak dipandang.
Kondisi itu akhirnya mengubah. Dorongan hidup membuat kreativitas lebih meningkat. Konsep eco-enzym, pupuk organik, komposter, dan lain sebagainya, dijadikan sebagai pembuka pemahaman akan perubahan. Hidup mereka benar-benar lebih dari sekadar roman picisan. Saya melihat kebahagiaan di raut wajah mereka yang tampak apa adanya - gak dibuat-buat, hepi beneran.Â
Bahkan mereka memberikan edukasi untuk orang-orang sekitarnya. Mereka bilang, "... ini saya dimusuhin sama si A, si B, karena sok-sok an memberikan penyuluhan mengenai gaya hidup sederhana yang ramah lingkungan dan senada dengan frugal living, tapi itu sebuah risiko. Bahwa apa yang saya ajarkan justru akan memberikan efek baik bagi kehidupan mereka kelak. Biarlah mereka membenci saya sekarang. Pemaksaan justru akan membuat friksi dan tentu tidak akan berhasil mengubah."
Mereka nampaknya sudah tidak terpengaruh oleh penilaian semu orang lain. Mereka sempat bilang, kapan aja kami 'pulang' - kami siap. Saya melihat 'zero kemelakatan' terhadap dunia - tapi mereka mengupayakan yang terbaik selagi masih ada di dunia, berdampak untuk orang lain melalui laku hidup mereka.
Makan secukupnya, istirahat secukupnya, bermain secukupnya, beribadah secukupnya, ngegibah juga secukupnya - bermanfaat bagi orang lain. Ah, kalian keren sangat.
Berharap bisa mengikuti jejak dan teladan kalian, walaupun gak mudah - bukti bahwa fungsi serta esensi lebih penting dari gengsi.
Dedicated to 'you all'- karena kalian teladan.
Salatiga, November 2, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H