Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Akibat Tidak Tega Saat Ini, Rusak Perilakunya Kemudian

12 Juni 2022   06:30 Diperbarui: 15 Juni 2022   01:39 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi kelas saat guru mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (DOK. KOMPAS.com/ELISABETH DIANDRA SANDI)

Tantrum menjadi sebuah alat manipulatif yang manjur untuk mengendalikan perilaku orangtua dan orang-orang di sekeliling anak. Anak belajar pola-pola perilaku yang muncul atas respon di lingkungannya karena tindakan tantrum ini. Sebuah mekanisme untuk melakukan manipulasi.

Sepasang suami istri menceritakan bahwa betapa repotnya mengendalikan perilaku anaknya saat ini, karena budaya permisif yang selalu dikembangkan di lingkungan anak tinggal.

Orangtua menuturkan bahwa sejak kecil anak sudah menjadi 'raja' dimana segala keinginannya serba dituruti dengan harapan anak tidak rewel, anak tidak ngamuk, ga ngambeg dan lain sebagainya (yang tentu saja terkadang lepas dari kaidah pendidikan sejati).

Contoh nyata, pembiasaan memberikan makanan-makanan manis dan berkalori tinggi secara terus-menerus akhirnya membawa beberapa dampak yang kurang baik pada anak tersebut.

Mereka berdua bersaksi betapa rempongnya saat itu, ketika si anak merengek minta snack kaya gula & kurang sehat, yang kemudian jika keinginannya tidak dituruti pasti akan ngamuk dan mengeluarkan tanduk alias tantrum.

Saat situasi ini berlangsung, orangtua berhasil dikendalikan oleh anak dan jika perilaku ini tidak 'digunting' dengan segera maka perilaku ini akan menetap. Jika perilaku telah menetap cenderung lebih sulit untuk memberikan intervensi modifikasi perilaku terhadapnya.

Berikut ini beberapa alasan kenapa sih perilaku tidak tega tersebut perlu dipikirkan ulanģ:

1. Anak tidak akan ada bersama orangtua selamanya, sehingga perlu melatih kemandirian mereka sejak awal. Bila perilaku tidak tega ini akan menggiring anak pada situasi manja yang menetap, tentu secepatnya perlu direvisi.

2. Hidup tidak melulu berkutat dengan kesenangan, memberi latihan-latihan terhadap kenyataan hidup yang sebenarnya memudahkan anak untuk survive di tengah dunia nyata.

3. Mendisiplinkan perilaku sejak kecil akan membantu anak untuk bisa adaptif terhadap siklus hidup yang tidak menentu, sehingga mereka lebih dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan yang ada.

Mengubah perilaku tidak tega orangtua atau pihak yang lebih dewasa tentu tidak akan semudah membalik telapak tangan. Akan banyak sekali pengalaman-pengalaman yang belum tentu searah. Namun demikian memberikan pendidikan yang semestinya pada anak harus menjadi sebuah pemikiran yang serius, bukan? Toh, hidup mereka, anak-anak kita, tidak akan berjalan mundur melainkan akan bergerak maju.

Memberikan perhatian tentu tidak salah, tetapi kita sebagai orangtua tentu perlu bijak dalam menyikapi. Ada hal-hal yang perlu penegasan untuk menghindari perilaku dependensi yang berlebihan, sehingga nantinya mereka tidak akan selalu bergantung pada pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun