Seorang Ibu separuh baya terisak sambil mengatakan betapa bersyukurnya dia, karena ada layanan pendidikan untuk anaknya yang memiliki kondisi berkebutuhan khusus di tempat dia tinggal. Layanan tersebut tidak jauh dari rumahnya.
Layanan pendidikan rintisan itu sudah diharapkan begitu lama untuk gadis semata wayangnya. Ibu ini menceritakan pengalamannya seputar perjuangan mendapatkan layanan pendidikan bagi anaknya, bukan hal mudah ditambah dengan perlakuan diskriminasi yang ia dapatkan.
Ibu ini berkisah mengenai betapa sedihnya dia, mengetahui ketika anaknya tidak diperlakukan dengan baik beberapa tahun silam di sekolah tempat anak ini pernah belajar. Kata-kata bernada merendahkan sering dia terima. Pengucilan di lingkungan sosial tidak jarang dia dapatkan.
Kisah lain diungkapkan oleh seorang ibu muda yang juga memiliki anak berkebutuhan khusus. Suatu saat, anaknya pulang dengan uring-uringan. Anak ini berusaha menjelaskan dengan kemampuan kosakata minimnya pada sang ibu muda ini.
Usut punya usut si anak ini terkena perundungan dari kakak kelasnya. Tasnya menjadi sasaran keusilan dan sikap tidak menyenangkan kakak kelasnya. Konon, peristiwa itu pun dilakukan juga oleh kawan sekelasnya.
Kisah ketiga diceritakan oleh seorang Ibu, yang dikucilkan dan menerima perlakuan tidak adil dari beberapa orang di lingkungannya, karena memiliki anak yang cenderung 'berbeda'.
Perundungan pada anak-anak berkebutuhan khusus bukan hal yang aneh dan semakin marak. Memang nampak tidak bisa dimengerti, mengapa masih ada yang tega menyakiti mereka?
Sebuah data menyebutkan, potensi perundungan pada anak berkebutuhan khusus terjadi 2 atau 3 kali lebih banyak.
Pelaku akan cenderung menyerang individu yang lemah, yang tidak mampu membalas, yang memang di atas kertas dan faktual tidak akan mampu merespon perlakuan keji tersebut.
Berkaca dari kasus-kasus perundungan pada anak-anak berkebutuhan khusus ini, penting sekali memberikan edukasi berupa materi life skill pada mereka. Bekal materi yang memberikan sebuah pemahaman bahwa dunia tidak akan selalu manis kepada mereka.
Penting disadari, bahwa sebagian besar kendala anak-anak berkebutuhan khusus ini adalah kemampuan komunikasi yang minim. Tidak mudah memberi tahu kondisi yang terjadi seputar perundungan tersebut pada figur-figur otoritas di sekitar mereka, baik orangtua, guru, pihak berwajib, atau orang-orang yang memegang otoritas keamanan atau perlindungan.
Anak-anak ini membutuhkan tangan kuat yang bisa melindungi mereka. Anak-anak ini membutuhkan helper untuk mendampinginya. Pertanyaannya sampai kapan?
Suatu saat tentu ada masa di mana anak-anak ini harus mandiri dan mau tidak mau harus berjuang sendiri hadapi situasi-situasi yang tidak ideal tersebut.
Ada beberapa langkah antisipatif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir perundungan terhadap mereka:
1. Berikan pengetahuan dan kesadaran penuh bagi lingkungan untuk mendukung suasana harmonis dan menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak-anak ini. Cara ini memang berdampak jauh lebih baik dan memiliki efek jangka panjang.
Memberi pemahaman yang baik mengenai arti PENERIMAAN menjadi sangat penting. Menerima mereka dengan segala halnya dan mengembangkan potensi baiknya.
2. Memberikan sebuah efek jera bagi mereka yang memberikan perlakuan diskrimintif hingga kekerasan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Memberikan efek jera bagi mereka bukan jalan final. Tentu setelahnya, mereka si pelaku tetap harus diberi pemahaman lebih jelas dan dalam bahwa pelaku harus mengubah mindset untuk memberikan perlakuan yang justru mendukung anak-anak ini.
3. Bangun sistem, bangun lingkungan yang ramah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Butuh kejelian memang untuk membangun sistem dan lingkungan yang ideal seperti ini. Membiasakan hidup dengan perbedaan-perbedaan dan menghargai tiap kondisi yang berbeda menjadi penting.
4. Life skill bagi anak-anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu segi yang harus dibangun. Melatih komunikasi dan terbuka pada orangtua, guru, figur otoritas menjadi penting.
Salah satu life skill yang harus diberikan adalah kemampuan bertahan terhadap situasi sulit. Lalu bagaimana jika memang ada kendala komunikasi?
Komunikasi memang tidak melulu secara verbal (bicara). Gesture dan visual bisa dimanfaatkan untuk menjadi jembatan komunikasi bagi anak-anak ini.
Kartu-kartu bergambar menjadi sebuah upya penolong bagi mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Kartu ini bisa menjadi sebuah alat komunikasi bagi mereka yang memiliki kendala komunikasi.
PECS merupakan sebuah mekanisme logis yang bisa menjadi solusi bagi anak-anak ini dalam melakukan komunikasi di tengah keterbatasan mereka. Apa itu PECS?
PECS kepanjangan dari Picture Exchange Communication System. Ini adalah sebuah metode yang biasa digunakan untuk anak-anak berkebutuhan khusus dalam berkomunikasi. Sebuah pendekatan yang melatih kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan simbol-simbol verbal.
Mereka akan disuguhkan gambar-gambar dalam bentuk kartu yang bisa mereka tunjukan pada individu lain terkait situasi yang dihadapi. Kartu-kartu PECS ini bisa menjadi salah satu alternatif dalam menjembatani kelemahan komunikasi pada anak-anak berkebutuhan khusus ini.
PECS bisa menjembatani kelemahan komunikasi pada anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami perundungan.
Demikian 4 upaya antisipatif dalam mencegah perundungan pada anak-anak berkebutuhan khusus. Mari kita pun menjadi salah satu tangan kuat itu dalam memberikan pengayoman, perlindungan pada mereka.
Menciptakan lingkungan yang ramah pada mereka juga adalah tugas dan tanggung jawab kita semua. Ungkapan syukur atas hidup kita bisa diwujudkan dengan menyediakan diri menjadi 'malaikat penjaga dan penolong' untuk mereka semua.
Selamat memberi kasih pada mereka, anak-anak kita. ❤
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H