"Kasih itu memerdekakan bukan membelenggu."
Selamat merayakan hari kasih sayang setiap saat...❤❤
Pagi itu, beberapa hari yang lalu, saya sempat melihat Angelina Jolie di sebuah tayangan media sosial. Dia berbicara dengan terisak. Saya menangkap pesan moral dari tayangan singkat itu. "...korban kekerasan/pelecehan terhadap perempuan seringkali (dibuat) merasa tidak berdaya (tertekan) dengan kondisi yang ada, sehingga memang keputusan yang diambil adalah 'merelakan diri' untuk berkubang dalam kondisi itu." Hal ini yang setidaknya saya tangkap jelas dari tayangan singkat pagi itu.
Saya adalah termasuk orang yang sangat mendukung teman-teman penyintas (korban) kekerasan di muka bumi ini untuk berani speak up.
Sepanjang tahun 2020, data kekerasan di Indonesia (kekerasan terhadap perempuan) menunjukkan angka 299.911 kasus, terdiri dari 291.677 kasus ditangani di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, 8.234 kasus ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, serta 2389 kasus ditangani oleh UPR (Unit Pelayanan dan Rujukan) Komnas Perempuan.
Berdasarkan informasi, kasus paling menonjol yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan adalah KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/Ranah Personal) sebesar 79% (6.480 kasus). Diantaranya adalah kasus Kekerasan Terhadap Istri, 3.221 kasus (50% kasus), lalu kekerasan dalam hubungan pacaran 1.309 kasus, dan yang terakhir 945 kasus kekerasan yang dilakukan oleh mantan pacar, mantan suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan memang tidak bisa ditolerir. Tentu saja bukan hanya pada perempuan, kekerasan dengan alasan apapun kepada siapapun tidak bisa ditoleransi.
Menerima kekerasan tentu tidak akan pernah masuk dalam tujuan hidup kita. Hubungan hangat, harmonis, menyenangkan, aman-nyaman tentu yang diidamkan oleh semua pasangan.
Impian memiliki hubungan (relasi ) yang sehat dengan pasangan merupakan hal penting yang kerap didambakan. Kita (saya dan Anda) pasti ingin sekali memiliki hubungan yang baik dan sehat dengan pasangan sepanjang masa. Tetapi tidak dipungkiri justru terkadang hubungan toksik yang tercipta.
Pengalaman beberapa perempuan yang pernah saya jumpai, sangat mengejutkan memang. Pengalaman kekerasan yang diterima oleh perempuan sering ditutupi, sehingga pengalaman tersebut menjadi fenomena gunung es yang justru sering merusak bangunan kepribadian sang penyintas. Depresi tidak jarang dialami.
Kehilangan kepercayaan diri, menganggap diri tidak berharga, kehilangan identitas diri, perilaku withdrawl (menarik diri), menjadi ciri khas rekan-rekan korban kekerasan.
Gejala stres ringan hingga depresi terjadi. Gangguan kepribadian tidak jarang dialami oleh perempuan yang mengalami kasus kekerasan. Seperti penyakit jantung yang sering mendapat julukan silent killer, demikian pula dampak kekerasan atau pelecehan. Kekerasan atau pelecehan yang dialami perempuan bisa menjadi silent killer bagi kesehatan mental mereka.
Kasih atau cinta seharusnya membawa kemerdekaan hidup individu. Jika pada akhirnya kasih atau cinta justru membelenggu tentu kemungkinan besar harus ada yang dievaluasi.
Abraham Maslow dalam Teori Hirarki Kebutuhan Maslow mengungkap dalam tangga ketiga hirarki kebutuhan yaitu kebutuhan love and belonging. Kebutuhan individu akan keintiman, merasakan kasih sayang sesama, menikmati persahabatan, kasih sayang keluarga, juga kebutuhan untuk berelasi dengan individu lain merupakan hal yang harus dipenuhi. Lalu, jika tidak, apa yang akan terjadi? Individu tersebut pasti akan mengalami hambatan-hambatan perkembangan bahkan bisa jadi berujung pada gangguan mental.
Kekosongan pada jenis kebutuhan tersebut akan membuat individu 'terus mencari' hingga individu tersebut merasa 'penuh', 'kenyang' dan cukup mampu melangkahi tangga kebutuhan berikutnya.
Hubungan toksik merupakan hubungan yang sebenarnya menyiksa secara mutual. Melepaskan dan memulihkan menjadi hal penting yang harus disadari dalam sebuah hubungan tersebut.
Pelaku dan korban harus release. Melaporkan pelaku merupakan tindakan menolong. Sebab jika tidak, pelaku tidak akan bisa memerbaiki dirinya. Melaporkan pelaku kekerasan bisa menjadi gerbang pemulihan serta memotong mata rantai kekerasan yang dilakukan. Demikian juga sebaliknya, dengan si korban kekerasan, dia harus bisa mengalami proses-proses pemulihan demi kesehatan mentalnya.
Sepotong kalimat dalam sebuah film India menjadi perenungan panjang saya. Kira-kira begini bunyinya, "Aku melihat Tuhan dalam dirimu...."
Kalimat ini menjadi sebuah dasar bagaimana seharusnya tiap individu saling menghargai orang lain yang dihadirkan dalam kehidupan kita, karena kasih itu pada hakikatnya memberi kemerdekaan, kebahagiaan, sukacita, bukan belenggu.
Selamat merayakan cinta kasih setiap saat.
Referensi : satu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H