"Waaah assik, baek banget Tante Bita, Bu hehe.."
Pintu kayu jati yang didesain klasik itu ditutup Ibu Sasanti, kami berdua berjalan berangkulan, seandainya tiap hari bisa menemani wanita ini, betapa damainya.
*
Sebelum kututup malam itu, aku mengirimkan pesan pada Anka Adrian ...
Pukul 08.45 di Rosella, Sleman ya, thx. Selamat malam.
Rosella, 09.01
Aku melihat sosok itu telah menunggu di meja yang sudah tertata rapi dengan breakfast pesanannya. Aku akan berkhianat pada tubuhku hari ini, hehe.. No diet, aku akan nikmati semua makanan yang sudah dipesankan Anka Adrian.
"Sorry, bro, antar Ibu Sasanti dulu tadi ke rumah Tante Tabita." Aku selalu menggunakan 'benteng' ini setelah aku memutuskan berpisah dengan Anka. Benteng itu memberi aku kekuatan. Kekuatan menghadapi realita.
"Santai, Mit.. Makan dulu."
"Ini apaan sih? banyak amat pesenannya, hahahaha... Aneh, deh.."
Pumpkin Soup, lumpia, dan beberapa masakan andalan resto ini dipesan membabi buta oleh Anka, hahaha. "Becanda ni orang.." Aku membatin orang yang sejak tadi melihatku makan dengan lahap bahkan mungkin tanpa berkedip. Mungkin dia sedang berpikir, wanita bar-bar darimana ini bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.
Aku selalu menampilkan diri apa adanya di depan orang yang hampir 3,5 tahun menemani masa-masa awal perjuanganku menjadi mahasiswa kedokteran kala itu. Dia juga orang yang selalu memberikan dorongan saat peristiwa itu terjadi, tetapi aku jugalah yang memantik lukanya, yang hingga saat ini belum bisa kumaafkan. Aku belum dapat memaafkan diriku, karena aku tidak bisa bersamanya. Anka mungkin paham kalo aku sedang menampilkan alter egoku yang lain di hadapannya saat ini.