Saya pernah ada di suatu masa dimana saya tidak dapat memercayai pejabat publik, karena berbagai ragam pengalaman hidup yang membuat rasa tidak percaya itu akhirnya muncul. Sebenarnya hal ini semacam pengkhianatan terhadap ranah keluarga besar, dimana mereka orang-orang terdekat, bahkan orang tua saya pun bekerja sebagai abdi negara. Stigma bahwa pejabat itu buruk, sudah saya rekam sejak kecil.
Suatu saat, sebuah pengalaman berbeda membawa pada lunturnya ketidakpercayaan itu, bahwa ternyata tidak semua bisa digeneralisasi secara membabi buta. Saya seperti dicelikkan akan hadirnya sebuah fakta yang baru dan menyegarkan.
Salatiga, daerah dimana saya berdomisili.Â
Harapan dan kepercayaan itu timbul ketika bertemu sosok abdi masyarakat yang bekerja sebagai seorang staf di kelurahan Sidorejo Kidul,Sosok itu saya sapa dengan sebutan Pak Mohtar. Beliau dikenalkan oleh salah seorang kerabat dekat, saat saya sedang terlibat aktif dalam pengerjaan 'project' di lembaga edukasi berbasis sosial di Salatiga.
Beliau bukan sosok kebanyakan. Sebagai orang tua, sosoknya sangat mengayomi, tetapi tidak kehilangan keramahan dan fleksibilitas dalam berkomunikasi dengan kami (saya dan kawan-kawan di HOPE).Â
Bisa nge-blend juga saat ngobrol, dan tidak pernah terkesan menggurui. Bicara seperlunya, bercerita sesuai kebutuhan saja, bahkan cenderung diam dan lebih suka mengamati.
Sesaat saya berjumpa, dari situ saya mendengar, bahwa Pak Mohtar memiliki kontribusi besar membagi wilayah Kota Salatiga ke dalam 11 kelurahan 4 kecamatan yang ada.Â
Beliau merupakan seorang muslim taat keluaran pesantren di daerah Jawa Timur. Kendati demikian, Pak Mohtar begitu andhap asor dan tidak bersekat, semua di matanya sama kedudukan, sama level. Tidak ada keraguan untuk membaur dan nge-blend dengan orang-orang yang berbeda dengannya.
Suatu saat kisah demi kisah bergulir dan terekam dalam memori saya. Sebuah kisah pengorbanan beliau pada sepasang suami istri yang meminta bantuan kursi roda dari dinas sosial membuat saya terkesima.Â
Layanan beliau yang tidak setengah-setengah pada masyarakat yang membutuhkan membawa sebuah pemahaman bahwa menolong sesama harus hingga tuntas, setidaknya itu hal yang saya tangkap.Â
Saat proses birokrasi pengurusan kursi roda itu selesai, Pak Mohtar merasa ada yang janggal, handphone tidak ada di tempatnya. Usut punya usut, handphone tersebut telah raib bersama undur dirinya sepasang suami istri yang meminta bantuan kursi roda tadi dari kelurahan.
Keikhlasan dan ketulusan dalam membantu masyarakat dia buktikan. Dia menerangkan bahwa mungkin sepasang suami istri tersebut lebih membutuhkan handphone tersebut ketimbang dirinya.Â
Sebenarnya yang membuat kalang kabut  bukan karena kehilangan handphone, tetapi karena banyak data pekerjaan yang tersimpan rapi di handphone tersebut.Â
Semesta selalu mendukung sang hati baik, akhirnya data-data yang hilang bisa diperolehnya kembali, karena hubungan baik yang selalu ia jalin dengan orang-orang dan institusi yang bekerja dengannya.
Kisah lain yang saya yakini dan teladani bahwa itu pun adalah sebuah warisan yang harus diikuti adalah ketika salah seorang warga yang mengalami pertikaian keluarga sekitar pukul 02.00 dini hari menghubungi Pak Mohtar, maka seketika itu juga beliau langsung datang ke TKP dan mendamaikan.Â
Yang tak kalah unik, ada warga yang dilabeli kelainan jiwa, berjenis kelamin wanita, saat ada masalah di rumah, wanita tersebut selalu  lari dari rumah meminta perlindungan pada Pak Mohtar. Saya bercermin dari kisah itu, Pak Mohtar bukan saja sebagai staf pemerintahan di kelurahan, tapi bisa juga menjadi seorang konselor bagi wanita itu.Â
Saya pun mengetahui akhirnya bahwa lambat-laun wanita tersebut dan keluarganya menjadi lebih baik saat ini. Tak ada gading yang tak retak. Saya pun pernah mendengar bahwa, Pak Mohtar tidak selamanya 'nice', dia pun marah ketika melihat drama-drama yang pernah dialaminya di sebuah institusi terkait sebuah pelabelan.Â
Saat itu Pak Mohtar menceritakan, yang terpenting adalah kejujuran, karena hal ini adalah sebuah dasar penting dalam kehidupan. Beliau mengatakan kejujuran harus mewarnai kehidupan bermasyarakat, sehingga jalannya akan menjadi baik.
Suatu saat ketika saya berkunjung ke rumah beliau, saya menikmati sebuah pemandangan unik. Saat ditemui di rumah beliau tidak segan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.Â
Saya pun melihat beliau membantu seorang anak untuk memberikan umpan pada mata pancing untuk memancing di kolam miliknya. Dia lakukan dengan santai dan tulus. Melakukan hal kecil dengan kasih besar.. Salut...
Artikel ini bukan demi sebuah kepentingan pribadi atau pencitraan, melainkan sarana yang saya gunakan untuk terus menggemakan hal-hal baik di sekitar kita.Â
Kekuatan kebaikan akan selalu memberi energi baik yang menguatkan. Saya pun mengingatkan diri saya untuk tidak selalu apriori kepada pemerintah yang seharusnya saya dukung. Sebaliknya, tetap berupaya kritis apabila pemerintah pun harus mendapatkan saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan peradaban bangsa.Â
Terima kasih, Pak Mohtar telah bersedia diwawancara dan berbagi kisah sejuta kebaikan ini. Berharap bisa meneladani sikap dan perilaku baik, Bapak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H