Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Panggilan Hidup yang Tidak Akan Mengenal Kata Resign

14 Maret 2021   12:05 Diperbarui: 14 Maret 2021   16:52 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Resign atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai mengundurkan diri dari sebuah pekerjaan atau profesi. Resign tentu bukan sebuah keputusan mudah, apalagi untuk mereka yang sudah memiliki keluarga sebagai tanggungan untuk dinafkahi. Resign juga harus mempertimbangkan semua aspek, sehingga tidak membawa kesulitan yang justru akan menjadi bola salju yang menghancurkan, setelah keputusan resign itu diambil.

Resign juga bukan sebuah keputusan mudah, ketika kita sedang ada dalam puncak karir. Bukan hal mudah untuk meninggalkan zona nyaman dan memulai zona baru yang kurang nyaman, setelah keputusan resign itu diambil.

Resign juga bukan suatu hal yang mudah ketika kita sedang cinta-cintanya dengan pekerjaan tersebut.

Pernahkah Anda merasakan ketika harus merelakan semua hal yang Anda cinta, Anda suka untuk sebuah kewajiban dan tanggung jawab yang melampaui SEMUA HAL yang Anda cinta dan sukai tadi?

Every new beginning comes from some others beginning's end.

Permulaan segala sesuatu dimulai dari berakhirnya sebuah kisah.

Resign pasti memiliki dua dampak, baik bagi yang mengajukan resign maupun pihak yang menerima pengajuan resign tersebut. Kalimat indah di atas mewakili dua kondisi, baik bagi yang mengajukan resign dan pihak yang menerima pengajuan resign tersebut.

Saya terlahir dari lingkungan yang tertata. Orang tua bekerja sebagai abdi negara. Mereka selama puluhan tahun setia mengabdi hingga pada masa akhir pensiun. Masa hidup saya dan adik-adik bisa dikatakan sangat menyenangkan, cukup, tidak berkekurangan. Darah mengajar saya yang begitu kuat diwarisi oleh orang tua.

Saya memilih untuk mengajukan resign di akhir tahun 2020 (justru saat ekonomi sulit saat itu) untuk sebuah alasan, yaitu keluarga. Ada momentum yang menarik saya sehingga keputusan resign itu HARUS diambil.

Keluarga merupakan sebuah anugerah terbaik yang melampui apapun, sehingga demi keluarga juga hal itu harus berpulang. Waktu untuk keluarga merupakan sebuah hal yang sangat penting.

Kecintaan saya terhadap profesi mengajar saya sebagai guru di institusi formal mungkin bisa saja berhenti. Tetapi gairah mengajar sebagai pendidik ternyata tidak diijinkan berhenti!

Gairah mengajar itu tetap bisa dialirkan melalui anak-anak yang saya temui setelah resmi mengundurkan diri di institusi formal dengan waktu yang bisa lebih dikendalikan secara pribadi.

Apakah Anda pernah mengalami hal unik sama seperti yang saya alami ini terkait keputusan resign yang mungkin Anda pernah ambil?

Guru disebut sebagai profesi, tetapi guru juga bisa disebut sebagai passion atau panggilan hidup yang tidak akan mengenal musim pensiun.

Tugas dan tanggung jawab sebagai guru itu tetap ada di dalam diri saya saat ini. Keluarga dapat saya 'peluk', demikian pun panggilan hidup tetap bisa dijalankan.

Bahkan jalan untuk berbagi hidup melalui pendidikan tetap terbentang luas di hadapan saya.

Hati nurani tidak akan pernah salah, kawan,  dalam memberi arah untuk hidup dan jiwa kita.

Sebuah cerita yang tidak terduga hadir di penghujung tahun 2020.

Sebuah kesempatan didapatkan bersama Kompasiana. Di penghujung akhir tahun 2020, saya diberi kesempatan baik untuk menulis sebuah artikel Narativ. Saat itu saya diminta untuk menuliskan sebuah artikel reportase seputar pendidikan karakter, sesuai bidang yang saya kuasai. Saat itu saya menandatangani sebuah kontrak dengan Kompas.com yang bekerjasama dengan Kemendikbud.

Sebuah artikel Narativ pertama saya yang mendapat imbalan besar (untuk saya pribadi nilainya sangat besar).

Bukankah setiap jalan itu sudah ada yang mengatur?

Tentu saja Kompasiana tidak pernah saya lapori jika saya telah resign saat itu, demikian pula dengan Kompas.com. Mereka juga tidak pernah tahu jika saya sudah tidak bekerja secara formal sebagai guru, tetapi kesempatan itu diberikan sebagai perpanjangan tangan Tuhan, yang terus memelihara kehidupan saya dan keluarga.

Seorang kawan yang berprofesi sebagai guru (dan pecinta bunga) serta seorang Pastor, sahabat saya di Kompasiana tidak pernah tahu secara gamblang jika saya telah mengajukan resign di penghujung tahun 2020. Sebuah kesempatan yang mereka berikan pada saya untuk bergabung dengan komunitas penulis juga membawa saya pada banyak hal baik!

Beberapa kawan juga sangat shock, ketika mengetahui saya memutuskan untuk resign. Tetapi keyakinan yang saya ikuti saat itu, membuahkan sebuah kedamaian, sebuah kebahagiaan, dan banyak berkat bagi semua pihak.

Saya akan terus menjadi seorang guru dan pendidik dimanapun saya ditempatkan.

Mungkin saja kita bisa resign dari profesi kita secara formal di sebuah institusi, tapi panggilan hidup itu tidak akan pernah padam dan tidak akan pernah mengalami masa resign, dia akan dihidupi sampai pada masa kita selesai di dunia ini.

Tetap yakin dan mengikuti passion yang kita yakini, semesta pasti terus akan mendukung.

Selamat berakhir pekan bersama keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun