Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sosok Inspiratif (1): Siela Wijaya, Kasih yang Melampaui Sekat

2 Maret 2021   11:49 Diperbarui: 4 Maret 2021   01:13 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen kebersamaan kami saat Ayah telah tiada yang masih terus terpelihara/Dokumentasi Pribadi

Kasih kita kepada sesama adalah perpanjangan tangan Tuhan bagi umat manusia (Siela Wijaya).

Perjumpaan dengan sosok yang memiliki kecantikan hati dan ragawi ini dimulai ketika saya menjadi guru dari anak bungsunya di kelas 3 Sekolah Dasar milik Yayasan BPK Penabur di Kota Cirebon.

Sosok wanita keturunan Tionghoa bernama asli Oei Swie Ing ini, lebih akrab saya sapa dengan nama Ibu Siela Wijaya. Ibu Siela berasal dari kawasan Jalan Kelud, Kota Malang, Jawa Timur. Beliau menikah dengan seorang pria bernama Heinky Panduwinata, yang berasal dari Pulau Rupat. Pulau kecil nan cantik yang berada di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Ibu Siela Wijaya dikaruniai 2 orang anak, perempuan dan laki-laki (ini adalah mantan siswa saya). Si sulung bernama Calvina Izumi Phan, merupakan adik kelas satu almamater saat menempuh studi S-1 di Fakultas Psikologi. Calvina telah bekerja di Group Kompas-Gramedia beberapa tahun terakhir ini. Adiknya, Kenjiro Amadeus Phan, sedang menyelesaikan studinya di Institut Teknologi Bandung.

Ibu Siela Wijaya sangat dekat dengan saya dan keluarga besar saya sejak tahun 2009. Ibu Siela Wijaya dan keluarga saya sangat akrab sejak itu, bahkan boleh dikatakan melebihi seorang saudara.

Saat saya memutuskan kembali melanjutkan studi di Kota Salatiga, beliau adalah orang yang selalu mendukung saya dalam suka dan duka. Beliau sangat paham bahwa saya memiliki hobi membaca Koran Kompas. Sangat sering saya mendapat kiriman pos berisi halaman Koran Kompas yang dicopy-nya. Copyan artikel itu rata-rata seputar pengetahuan mengenai Diabetes. Salah satu perhatian Ibu Siela untuk Ayah saya yang saat itu menderita Diabetes Mellitus.

Seperangkat komputer dari perusahaan suami Ibu Siela diberikan kepada saya untuk mendukung perkuliahan saya saat itu, dan yang perlu digarisbawahi, Ibu Siela saat itu tidak dalam kondisi yang baik. Hal ini memberi pemahaman pada saya untuk tetap memberi kepada sesama apapun kondisi kita.

Ada sebuah cerita yang sangat unik yang diceritakan beliau kepada saya via aplikasi whatsapp, yang berkaitan dengan Kompas. Saat itu beliau dan anak sulungnya, Calvina, pergi berbelanja di sebuah supermarket di Kota Cirebon bersama dengan baby sitter mereka. Saat itu Calvina kecil menemukan uang sebesar 200 ribu rupiah di dalam sebuah trolley belanja, yang disinyalir milik dari konsumen yang habis berbelanja di supermarket tesebut. Keluarga ini menunggu siapa tahu pemilik uang tersebut berbalik untuk mencari uang mereka. Ibu Siela dan Calvina kecil menunggu beberapa saat. Pemilik uang tersebut tidak kunjung tiba, hingga akhirnya Ibu Siela Wijaya berinisiatif untuk menyumbangkan uang tersebut sebagai sumbangan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) atas nama Calvina Izumi Phan yang saat ini telah bergabung di Group Kompas Gramedia.

Sangat wajar dan mudah dekat dengan seseorang ketika seseorang itu dalam kondisi baik, dihormati, dan menyenangkan, tetapi beliau ada dan setia justru pada saat saya dalam kondisi terpuruk dan menderita luka-luka batin.

Saat itu, Tuhan mengijinkan banyak kondisi tidak menyenangkan terjadi dalam kehidupan saya. Ibu Siela tidak seperti orang pada umumnya. Bukan mencaci, bukan menghina, bukan menghakimi, bukan nyinyir, bukan mengatakan hal tidak baik, bahkan tidak menasehati sekalipun. Beliau tetap ada dan mendukung dalam masa kedukaan itu, layaknya keluarga.

Momen kebersamaan kami saat Ayah telah tiada yang masih terus terpelihara/Dokumentasi Pribadi
Momen kebersamaan kami saat Ayah telah tiada yang masih terus terpelihara/Dokumentasi Pribadi
Saat semua yang mengatakan bahwa saya adalah temanmu, saya adalah sahabatmu, saya adalah saudaramu, hilang, dan berjarak dengan saya. Beliau, Siela Wijaya tetap datang dan mendekat, seolah ingin mengatakan, “tenang, dek, saya ada disini, tetap setia bersamamu.”

Beliau dan juga keluarga besar saya dikirim Tuhan menjadi sebuah kepanjangan tangan-Nya. Saya merupakan bukti dari pemeliharaan kasih Tuhan yang ada, dan selalu ada, serta tetap setia dalam segala kondisi.

Banyak stereotype minor mengenai orang-orang keturunan etnis Tionghoa di Indonesia, dan saya tidak menjumpai satu pun di diri beliau.

Saat keluarga besar Ibu Siela Wijaya akan berkunjung ke Malang, beliau sempatkan untuk mampir di kota kelahiran Ibu saya. Eyang Putri saya yang pada waktu itu juga menemui beliau dan keluarga, sempat mengatakan, “koq koyo Wong Jowo…”

Begitu andhap asor, mereka tidak membedakan apapun yang melekat di “baju” yang menempel di tubuh.

Salah satu momen kebersamaan kami saat Ayah penulis masih bersama/Dokumentasi Pribadi
Salah satu momen kebersamaan kami saat Ayah penulis masih bersama/Dokumentasi Pribadi
Banyak informasi yang saya ketahui, bahwa Ibu Siela memiliki jiwa dermawan dan altruis yang sangat tinggi. Tidak terlalu banyak bicara mengenai hal rohani, namun perilaku yang ditunjukkan, memperlihatkan keluhuran budinya. Saat Ayah saya masih bersama dengan kami, sepulang ibadah gereja di hari Minggu, saat saya mengunjungi Kota Cirebon, agenda makan bersama dengan Ibu Siela dan keluarga selalu kami lewatkan bersama.

Kenjiro, muridku, anak bungsu Ibu Siela saat berada di Tembok China, China/ Dokumentasi Pribadi (Siela Wijaya)
Kenjiro, muridku, anak bungsu Ibu Siela saat berada di Tembok China, China/ Dokumentasi Pribadi (Siela Wijaya)
Keluarga dan momen bersama keluarga begitu penting untuk Ibu Siela Wijaya, karena dia mengingat salah seorang saudaranya yang berada jauh di negeri orang, Amerika Serikat, bekerja untuk NASA, bernama Bapak Davy Wijaya yang kerap tidak diijinkan pulang ke Indonesia (karena pilihan profesinya) untuk berjumpa dan berkumpul dengan keluarganya di tanah air.

Saat Ibu Siela dan Calvina Izumi mengunjungi salah satu keluarga mantan baby sitter mereka di kampung halaman/ Dokumentasi Pribadi
Saat Ibu Siela dan Calvina Izumi mengunjungi salah satu keluarga mantan baby sitter mereka di kampung halaman/ Dokumentasi Pribadi
Ada hal lain yang selalu melekat di ingatan saya, Ibu Siela tetap menjalin silaturahmi dengan baby sitter kedua anaknya, dan masih terus menolong mereka ketika mantan pegawainya itu sedang dihimpit masalah hingga kini.

Ibu Siela Wijaya selalu mengingat betul tanggal-tanggal penting, seperti tanggal ulang tahun, tanggal ulang tahun pernikahan, tanggal wafat Ayah kami, dan peringatan monumental yang lain. Hebatnya, bukan mengingat hal penting dari saya saja tetapi juga mengingat hal penting dari ibu, ayah, suami, bahkan adik-adik dan keluarga adik-adik saya, bahkan saat kami lupa tanggal  penting tersebut, Ibu Siela selalu hadir dengan ucapan dan video hasil editan-nya sendiri. Ibu Siela menjadi ensiklopedia hidup buat saya.

Belia selalu peduli dengan orang-orang yang tidak beruntung. Beliau selalu mengatakan, “saya bukan siapa-siapa, tetapi ada tugas saya sebagai kepanjangan tangan Tuhan untuk membantu bila saya diberi berkat lebih..”

Catatan kecil ini adalah sebuah dedikasi untuk beliau di ulang tahun saya bergabung dengan Kompasiana yang pertama ini.

Biarlah kita selalu menjadi terang dan lilin-lilin kecil di tengah kehidupan untuk sesama. Mungkin hal itu adalah sebuah hal kecil saja, tetapi bila hal itu dilakukan dengan cinta yang besar, maka itu pasti akan memberi dampak luas bagi sesama yang Tuhan kirimkan di sisi kehidupan kita.

Mari kita warnai tanah air kita, Indonesia ini dengan meneruskan teladan sosok-sosok inspiratif di sekitar kita. 

Teriring doa dan harapan terbaik untuk keluarga Ibu Siela Wijaya, Bapak Heinky Panduwinata, Calvina Izumi Phan, serta mantan muridku, Kenjiro Amadeus Phan. Tuhan memberkati.

Selamat memberi dampak.

Kado artikel untuk ulang tahun saya yang pertama di Kompasiana. 

2 Maret 2020 ~ 2 Maret 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun