Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Tunas Kelapa yang Menyatukan

15 Oktober 2020   11:00 Diperbarui: 15 Oktober 2020   12:39 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pertemuan pramuka/sumber: shutterstock melalui kompas.com

Saya Paini, dia Acong, ada juga Loupatty, serta Mey-Mey, kami bersaudara.

Kami bersahabat kental, dipersatukan dalam organisasi Praja Muda Karana. Kala itu kami digembleng dalam ujian Bantara di organisasi keren berlambang tunas kelapa itu.

Sebuah uji keberanian menghantarkan kami pada sebuah pengalaman unik.

Saat berakhir pekan, kami digembleng dalam Persami. Saat itu kami bersembilan, diminta untuk membeli kelapa yang kemudian dimasukkan ke dalam ember, setelah itu kami diperintah untuk masuk ke sebuah pusat perbelanjaan yang sangat ramai di kota kami.

Dengan bermodal ember berisi dua buah kelapa yang kami tenteng di tangan kiri serta membawa tongkat di tangan kanan. Pundak kami diganduli beban akomodasi bersampul tas karung terigu yang kami jahit sendiri.

Bagi kami yang wanita, wajib menguncir rambut dengan membaginya menjadi lebih dari tiga ikatan dan tertutup oleh topi bambu khas Praja Muda Karana wanita.

Berpakaian lengkap ala Praja Muda Karana dan piranti serta tetek-bengek yang rempong itu, kami memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota kami, kami wajib mengetukkan tongkat sebelum menginjakkan kaki di eskalator dan wajib mengetukkan sekali lagi tongkat tersebut setelah tiba di sana.

Banyak pasang mata memandang, berbisik-bisik melihat pemandangan aneh bin ajaib di depan mereka! Memaklumi juga, dan berpikir bahwa kami sedang menjalani “pelatihan mental”. Beberapa kami tak berani memandang mata-mata yang seolah menghakimi keanehan kami.

Bila mengingatnya benar-benar tergelak. Apaan sih itu?

Tunggu dulu, kami terbahak, kami tergelak, namun senang dan bahagia….

Kami berterima kasih pada pengalaman itu. Kami berhasil melewatinya dan dinyatakan lulus menjadi Bantara. Bangga, 9 dari ratusan siswa di sekolah kami.

Teringat pula saat jurit malam di Perjusami kala itu, kami diminta untuk berjalan satu per satu tepat di waktu lolongan anjing kampung menggelegar. Perjalanan uji nyali itu berada di lokasi sekitar pemakaman. Hiiiiii…. Seru!

Teringat kami harus menghitung mundur dari angka 100 hingga 1 dengan posisi telapak tangan berada di atas pusara makam!

Jika dikenang, peristiwa itu menyisakan kenangan konyol sekaligus mendebarkan dan membuat rindu.

Tak pernah menyesal mengalaminya. Kami mengalami kemelekatan relasi alamiah buah karya kakak-kakak kelas dan pembina Praja Muda Karana yang kreatif, garang, dan ceriwis. 

Kakak-kakak kelas yang memiliki segudang kreativitas untuk menjahili, mengakali sekaligus membentuk mental tangguh kami. Mereka mengatasnamakan tes mental untuk melatih kami agar tak cengeng menghadapi hidup yang “kejam”, katanya!

Batin kami, “...yang kejam itu kalian, bukan hidup, peace, Kak!”

Saat ini kami bisa bilang, terima kasih banyak. Kekejaman kalian berbuah manis.

ilustrasi para tokoh di cerpen, kami Bantara bersembilan yang masih merawat keragaman/sumber:dokpri (yunita kristanti)
ilustrasi para tokoh di cerpen, kami Bantara bersembilan yang masih merawat keragaman/sumber:dokpri (yunita kristanti)
Saya bernama Paini, kawan kami yang berasal dari Maluku bernama Loupatty, tujuh kawan kami yang lain bernama Acong, Cen-Cen, Ling-Ling, Acun, Memey, Yin-Yin, dan Han-Han. Kami bisa melekat melebihi lem hingga kini.

Kami gak pernah ribut masalah warna kulit. Kami gak pernah mempersoalkan budaya Jawa, budaya Ambon, dan budaya Tionghoa yang berbeda.

Kami selalu membantu tanpa melihat dia sipit, dia bermata besar atau apapun.

Kami tidak tumbuh dengan stigma atau stereotipi.

Kami menangis dan tertawa bersama hingga kini.

Ketika Acun memiliki persoalan keluarga, kami selalu hadir untuk menunjukkan kasih kami dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menjadi teman curhatnya. Ada yang meminjamkan uang. Ada yang memberi contekan saat test dimana Acun gak belajar (ini gak bener, sih, jangan ditiru!), ada yang memberikan perhatian dengan memberikan makanan kesukaannya dan coklat kegemarannya!

Ketika Yin-Yin berulang tahun, Laupatty dan saya, Paini, membeli makanan untuk bekal makan pesta sederhana. Yang lain membeli telur dan terigu untuk membuat Yin-Yin menjadi kue tepung di hari ultahnya dengan memberi "ceplok  telur mentah" dan terigu di tubuhnya.

Beberapa yang lain dari kami mengguyur tubuh Yin-Yin dengan air sumur sebagai kejutan ulang tahun ke 16-nya.

Sungguh indah, tak berbatas, semua hanyut dalam persaudaraan kental, hingga kini. Kami menikmati keragaman kami. Kami menghayati arti perbedaan itu. Kami ada untuk saling melengkapi, hingga kini.

Kami punya tujuan, tujuan yang gak pernah terkatakan dalam ucapan kami kala itu. Namun terlihat dari relasi kami hingga kini. Memelihara persaudaraan, untuk menjaga keindahan keragaman di Indonesia. Satu-satunya hadiah yang kami bisa berikan untuk bangsa ini.

Merawat keragaman.

Lamat-lamat kudengarkan syair Hymne Pramuka yang sering kami lantunkan bersama berkumandang,

Kami Pramuka Indonesia,
Manusia Pancasila
Satyaku kudharmakan
Dharmaku kubaktikan
Agar jaya Indonesia
Indonesia, tanah air ku
Kami jadi pandumu

Catatan:
Persami: Perkemahan Sabtu Minggu
Perjusami: Perkemahan Jumat Sabtu Minggu
Bantara: Bantara merupakan Tanda Kecakapan Umum (TKU) dari golongan pramuka tingkat Penegak.

Referensi : 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun