Sebuah tayangan video pendek inspiratif menampilkan sebuah adegan sosiodrama yang diperankan oleh anak-anak TK di sebuah sekolah di Jepang.
Mereka memerankan adegan sederhana seolah berada di sebuah bis. Ada siswa putri yang memerankan peran sebagai seorang nenek yang menggunakan tongkat penopang naik bis dan mencari kursi kosong, lalu ada seorang penumpang lain yang diperankan oleh seorang siswa TK lain memberikan tempat duduknya untuk nenek yang menggunakan tersebut.
Kemudian, ada seorang wanita hamil yang naik bis tersebut, lalu tak berselang lama, penumpang lain memberikan kursinya dan sang penumpang baik hati tersebut rela berdiri menemani penumpang sebelumnya yang juga merelakan tempat duduknya untuk ditempati oleh seorang nenek.
Sebuah tayangan video pendek lain menampilkan adegan di sebuah elevator, yang sudah penuh lalu kemudian ada seorang pemuda kekinian yang menutupi telinganya dengan headset dan masuk “memaksa” elevator tersebut menerimanya.
Alarm elevator berbunyi, bahwa elevator tersebut kelebihan beban dan harus ada salah satu pengguna elevator yang bersedia keluar.
Alarm elevator berbunyi terus menerus, pengguna elevator saling menunggu siapa yang akan bersedia keluar. Termasuk si pemuda yang terakhir kali tiba di elevator tersebut, yang tidak merasa harus bertanggung jawab akan peristiwa itu.
Saat demi saat berlalu, akhirnya ada seorang wanita berambut panjang, rela dan bersedia keluar dari elevator tersebut yang ternyata menggunakan alat bantu gerak berupa tongkat penyangga tubuh di kedua lengannya.
Wanita penyelamat yang baik hati! Bahkan dalam keterbatasan, dia masih mau berkorban.
Kontras dengan adegan yang diperankan siswa-siswi Taman Kanak-kanak yang telah kita simak sebelumnya.
Kepedulian menjadi barang langka. Mengalah juga demikian, menjadi sesuatu yang tak mudah ditemukan. Demikian pula rasa bersalah yang mungkin tak bisa lagi ditemukan dengan gampang di era saat ini.Rasa bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat menjadi barang antik di masa ini.
Adegan sosiodrama yang diperankan oleh anak-anak TK di Jepang tersebut menjadi sebuah ide yang bisa dikembangkan untuk menyemai benih kepedulian dan cinta kasih di lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah, sampai institusi keluarga.
Kepedulian, mengalah, serta menimbulkan rasa tanggung jawab yang proprorsional merupakan hal yang harus diupayakan di tengah gempuran gaya hidup individualistik yang telah berkembang sangat subur, bahkan dengan sengaja ditumbuhkan.
Etika, sopan-santun, perilaku menghargai orang lain menjadi sebuah agenda yang penting untuk ditekankan kembali saat-saat ini.
Melihat hal-hal yang terjadi di dunia ini akhir-akhir ini, menyadarkan kepada saya dan kita bersama bahwa pola-pola perilaku yang menjurus pada tindakan mengangkat harkat dan martabat manusia setinggi mungkin semakin pupus hanya karena sebuah kepentingan kelompok dan miskinnya rasa menghargai sesama.
Penting sekali menumbuhkan dan memeliharanya secara simultan penghargaan kepada sesama manusia dengan segala keragamannya di tengah kehidupan masyarakat, sehingga pola perilaku yang satu ini tak kehilangan maknanya.
Berikut ini beberapa ide sosiodrama yang bisa dilakukan di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lain hingga keluarga dengan jenjang anak usia dini sampai jenjang seterusnya dengan level penyajian yang disesuaikan dengan tingkat umur :
Mengembangkan budaya saling menyapa dan memberi salam
Mengembangkan budaya berbagi
Mengembangkan budaya tepo-seliro (toleransi)
Mengembangkan budaya menerima keragaman
Mengembangkan budaya menghargai pendapat orang lain
Mengembangkan budaya antri
Mengembangkan budaya bersih dengan membuang sampah pada tempatnya
Mengembangkan budaya jujur
Mengembangkan budaya gotong-royong dan kerukunan
Mengembangkan perilaku cinta budaya Indonesia
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H