Cerdas kelola emosi, hindarkan pengaruh provokasi.
Tanggal 8 Oktober 2020, dinamika obrolan dalam whatsapp group alumni sekolah yang saya ikuti, sangat tinggi.
Pokok bahasan didominasi oleh topik demo yang berakhir dengan kericuhan dan ketakutan masyarakat sekitar dimana demo tersebut berlangsung.
Pembahasan yang diusung aksi demo tersebut adalah protes mengenai sengkarut UU Omnibus Law Ciptakerja 2020.
Jujur saja, Saya belum paham benar isinya dan sedang menelaah lebih jauh.
Tebersit dalam benak, apakah mereka peserta aksi demo itu sudah memahami secara benar isi undang-undang yang dipermasalahkan tersebut? Atau, apakah aksi demo yang diikuti tersebut hanya aksi ikut-ikutan belaka?
Sungguh sangat disayangkan, jika mereka yang mengikuti aksi demo tersebut hanya termakan oleh hoaks maupun provokasi dari pihak-pihak tertentu.Â
Muncul pertanyaan kembali dalam benak, apakah mereka yang mengikuti aksi demo memiliki dasar yang kuat mengapa mereka terlibat dalam demo tersebut? Apakah mereka punya tujuan dari aksi tersebut? Tujuan yang Saya maksud disini tentu saja tujuan positif, yang membangun, dan mencari solusi. Karena melalui berita-berita yang lalu-lalang di media, demo tersebut justru membuat ketakutan baru di masyarakat yang sedang bergulat dengan kondisi ekonomi yang tidak mudah saat ini.
Sebagai contoh, beberapa kawan alumni sekolah yang tergabung dalam whatsapp group dimana mereka memiliki toko dan rumah yang lokasinya tak jauh dari lokasi demo, mengatakan khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang pada akhirnya akan mengancam keselamatan mereka.Â
Mereka beramai-ramai menutup tokonya karena khawatir. Transaksi pembelian yang seharusnya terjadi hari itu, batal. Keuntungan tak dapat diraih, padahal keuntungan itu yang akan memberi nafkah pada karyawan yang dalam himpitan ekonomi saat ini. Apakah ini tujuan demo tersebut?