Saya bertemu dengannya saat 2 tahun lalu, dia masih ada di jenjang TK A. Saya kerap berjumpa untuk mendampinginya saat rehat dari pekerjaan di akhir pekan.
Merupakan sebuah kehormatan bisa bertemu dengan dia dan keluarganya.
Beruntung sekali, saat itu ada seorang Ibu yang penuh kasih, yang ternyata seorang Kepala Sekolah yang sangat peduli dari TK dimana anak ini menuntut ilmu.
Saat itu beliau bertemu dengan saya di salah satu pertemuan aktivitas gerejawi sebuah organisasi gereja di Gua Maria Pereng Getasan Jawa Tengah dan meminta saya untuk bertemu dengan anak ini dan orang tuanya.
Kesulitan dalam berkomunikasi adalah hal yang dikeluhkan oleh Guru dan orang tua dari anak ini. Anak ini sering mengalami ketidakpahaman akan sebuah instruksi atau perintah dari orang lain.
Saat awal-awal saya bertemu dengannya, ada sebuah fase "perjuangan" dimana saya kena hantamannya karena saat itu masa-masa "bonding" yang tidak mudah bagi saya dan dia.
Sesi pertemuan di hari Sabtu mungkin menjadi saat-saat berat buat saya dan anak hebat ini. Pengenalan kami berdua tak selalu berjalan mulus. Menangis dan tidak mau belajar, dan disentuh, lalu memukul, dan menendang kerap kali menjadi sebuah pemandangan yang biasa.
Saya termasuk orang yang tidak tega dan kurang senang mendengar anak menangis, adegan-adegan ini menjadi sebuah siksaan berat di awal.
Bekal tekad, harapan, dan intuisi yang sangat kuat untuk anak ini membawa hubungan kami menjadi lebih dari sekedar guru dan siswa, bersyukur kami bisa menjalin persaudaraan dan ini lebih mudah bagi kami untuk menjalani pengalaman-pengalaman ke depannya.
Keberuntungan yang kedua, Ibu dari anak ini adalah seorang malaikat berhati emas berbalut baja, sangat kuat, sehingga kesehatian dalam penanganan anak di dalam keluarga sangat baik.
Ada juga sebuah episode di masa-masa pendampingan saya, ketika Sang Ibu mengalami keterpurukan karena banyak "fenomena bu Tejo" yang menjadikannya sebuah headline pergunjingan karena keistimewaan anaknya tersebut.