Korban "prank" diberi daging kurban tetapi ternyata berisi sampah, lalu diakhiri dengan permohonan maaf dan pemberian uang. Seperti itu kira-kira.
Saya tidak akan mengupas mengenai konten yang dibuat oleh Mas Edo dan kawannya lebih lanjut.
Tertarik dengan fenomena dan gaya hidup yang trendy di jaman ini. Membuat video konten yang bertameng dibalik candaan atau guyonan.
Setelah berhasil membuat konten "prank" tersebut, meminta maaf kepada korban dan memberikan sejumlah uang.
Banyak juga konten-konten serupa menampilkan fenomena serumpun. Setelah membuat nangis korban "prank", serta merta si pembuat konten meminta maaf dan memberikan uang kepada korban. Tentu Anda masih ingat pada prank ojol yang marak terjadi di tahun lalu.
Alih-alih menyuguhkan hiburan dan candaan, apapun dilakukan untuk meraih keuntungan pribadi, bahkan ketika harus menabrak sisi etis dan martabat manusia.
Penghargaan kepada manusia lain bukan lagi satu pertimbangan penting, untuk mengeluarkan sebuah konten yang dapat dinikmati khalayak ramai. Uang menjadi obat penawar "luka", dan itu dinilai cukup mengobati.
Kehati-hatian menjaga perasaan dan martabat manusia bukan hal yang terutama. Empati kepada perasaan manusia lain kian menyurut.
Konten-konten demikian justru sangat laku keras di jagat maya. Konten-konten senada bahkan banyak sekali penontonnya.
Konten berbau hiburan dan humor yang mengangkat tema-tema demikian semakin banyak peminatnya.
Mengamati sisi lain dari konten-konten seperti itu ada beberapa catatan penting :