Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Sebuah "Seni Mendengarkan"

12 Mei 2020   20:00 Diperbarui: 14 Mei 2020   17:01 1501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai curhatan, cerita bernada sedih maupun gembira, aneka keluhan, berbagai kesaksian akan pengalaman hidup, kerap kali saya hadapi dalam dunia konseling, selama saya mulai berprofesi hingga saat ini.

Ada pengalaman unik ketika saya masih bekerja di luar kota beberapa tahun silam, saat itu saya harus pulang menggunakan kendaraan umum, dan selama di dalam kendaraan umum tersebut ada seorang Ibu yang kebetulan duduk bersebelahan dengan saya, kami berkenalan dan tanpa diduga, sang Ibu mulai menceritakan kisahnya, dan tak mengira juga, Ibu tersebut menangis.

Ada pula pengalaman dengan seorang Bapak penarik becak separuh baya yang saat itu mengantar saya ke sebuah pasar di kota dimana saya tinggal, dengan sedikit berteriak supaya terdengar oleh saya, dia mulai menceritakan pahitnya pengalaman hidup dalam rumah tangganya.

Ada lagi sebuah cerita, yang ini dialami oleh remaja, siswi saya, yang mengisahkan mengenai teman cowok yang dia suka. Lain lagi cerita temannya, dia menceritakan sebuah kejadian dimana dia mengalami permasalahan persahabatan dengan teman yang lain, dia merasa dikucilkan oleh sebagian temannya. 

Yang terakhir, ada juga, kerabat dekat, yang berbagi pengalaman mengenai kehidupannya, baik senang maupun duka, terkait dengan anak-anaknya.

Sekelumit cerita tersebut diatas merupakan sebagian kecil pengalaman yang dapat saya hadirkan disini, sebagai pengantar pentingnya peran M E N D E N G A R K A N dalam sebuah sesi konseling atau komunikasi dua arah, secara awam.

Semua itu sudah saya alami. Setelah lulus dari bangku kuliah, bahkan sebelumnya, saat saya remaja, saya seringkali jadi tempat curahan hati beberapa sahabat, hingga, akhirnya saya memilih Psikologi sebagai jurusan yang saya tuju, selepas menamatkan SMA waktu itu.

Saya pernah mempertanyakan kenapa, sih, banyak yang curhat kepada saya? Saya sempat berkelakar dengan lawan bicara yang saya tanya saat itu, apakah muka saya terlihat seperti magnet penarik orang curcol?

Bahkan orang yang tidak saya kenal sekalipun mempercayakan masalahnya pada saya (seorang Ibu yang merupakan penumpang di kendaraan umum dan bapak penarik becak yang mengantarkan saya itu, tidak pernah saya kenal sebelumnya, dan itu kali pertama saya bertemu mereka)

Bertahun-tahun saya mempelajari sebuah keterampilan dalam dunia konseling yang harus dimiliki seorang konselor, mendengarkan! Mendengarkan merupakan sebuah keterampilan yang harus dimiliki oleh psikolog, konselor ataupun profesi sejenis yang erat kaitannya dengan dunia konseling, ataupun komunikasi dua arah.

Bahkan saya menjulukinya sebagai sebuah seni mendengarkan. Ya, sebuah seni. Ada keindahan dalam mendengarkan, ada sebuah feel estetika dalam mendengarkan, bisa dibayangkan jika, proses mendengarkan diabaikan, tak akan ada kenyamanan, tak akan tercipta sebuah trust dalam sebuah sesi konseling atau lebih awamnya, sebuah obrolan.

Mendengarkan tanpa menghakimi.
Mendengarkan dengan empati.
Mendengarkan dengan tulus.
Mendengarkan dengan penuh perhatian. 
Mendengarkan bukan dengan maksud mengambil “keuntungan” tertentu.

Mendengarkan tanpa maksud-maksud politis khusus, ya, hanya mendengarkan lawan bicara yang sedang mengungkapkan isi hatinya.

Tentu orang-orang yang datang kepada kita, saat mereka ingin menceritakan isi hatinya, adalah orang-orang yang menaruh rasa percayanya pada kita, nyaman pada kita, dan berharap ada sebuah sentuhan kasih dengan berbagai wujud yang bisa terjadi setelah mereka bercerita.

Seingat saya, saya tidak pernah menolak sekalipun saya sibuk, ketika ada seseorang yang ingin “didengarkan” saat itu. Sesigap saya membuka pintu ruang konseling, sesigap itu pula saya membuka ruang hati saya, ciee... hehe..😊

Bahkan banyak pengalaman terjadi dalam dunia kerja saya, hanya dengan mendengarkan secara tulus tanpa embel-embel apapun, mereka (yang berbicara) merasa lega dan mengaku bahwa hal itu sedikit- banyak membantu, setelah sesi bercerita itu selesai. Dashyatnya sebuah seni mendengarkan.

Sebuah seni mendengarkan sangat penting dalam dunia konseling. Posisi duduk yang nyaman, rileks tetapi tetap sopan, lalu tatapan mata yang fokus dan penuh perhatian pada lawan bicara. 

Sesekali berikan gesture tubuh menepuk-nepuk, memberikan respon validasi emosi yang tepat, menyebutkan nama lawan bicara, merupakan “dorongan positif” yang bisa membantu kondisi psikis lawan bicara kita.

“Kehadiran” kita dalam menemani dan mendengarkan lawan bicara kita, merupakan titik penting dalam sebuah sesi konseling.

Sepenting apapun, ketika ada seseorang yang membutuhkan bertemu dengan kita (konselor), prioritas tertinggi adalah untuk mereka. Gangguan-gangguan seperti bunyi gawai, merupakan hal yang harus dikondisikan untuk senyap dulu sesaat.

Seni mendengarkan memiliki peran penting dalam menghadirkan pertolongan psikologis untuk seseorang yang membutuhkannya. Saya masih terus belajar untuk mengasah seni yang satu ini.

Untuk lebih optimal menggunakannya, sehingga impact yang dihasilkan, bisa lebih maksimal. Bagaimana dengan Anda? Demikian beberapa hal yang bisa saya bagikan mengenai seni mendengarkan dalam sebuah sesi konseling dan komunikasi.

Semoga dapat bermanfaat.
Selamat mendengarkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun