Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tips Cegah Mengumpat Kasar dalam Kelas Karakter di Sekolah Kami

28 April 2020   12:50 Diperbarui: 29 April 2020   16:12 1685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengumpat. (sumber: thinkstock via kompas.com)

Kasus pembagian "nasi anjing' yang viral di media beberapa hari terakhir ini menjadi perenungan dalam saya. 

Ibu Roselina Tjiptadinata juga menyinggung mengenai cara untuk berbagi, tetapi tetap aman dari hal-hal yang tidak diinginkan, di artikel yang saya baca pagi ini. Hal yang menarik untuk direnungkan lebih lagi, terkhusus untuk saya pribadi.

Saya teringat pembahasan di waktu-waktu yang lalu dengan siswa saya, dalam sebuah Kelas Karakter di sekolah, tempat saya mengajar. Umpatan, makian tentu tidak asing lagi di telinga kita. Seringkali hal ini menjadi permasalahan yang timbul di kalangan siswa-siswa remaja, khususnya.

Berawal dari bercanda, yang melibatkan umpatan, makian, mengatakan kata-kata kotor, eh akhirnya berujung pada selisih paham hingga perkelahian. 

Ada kalangan tertentu yang menerima hal ini menjadi sebuah keakraban, dan tak ada batas. Tapi di sisi lain juga, ada yang tidak bisa menerimanya, dan menjadi hal yang sensitif, terutama di ranah publik. Kehati-hatian, menjadi hal yang penting dalam hal ini untuk menyikapinya.

Kebetulan di sekolah kami, hal ini menjadi concern dan issue penting. Hal yang krusial untuk menjaga etika, kesopanan, kesantunan, dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam berkata, apalagi dalam ranah pendidikan. 

Etika dan kesopanan dalam mengeluarkan kata-lata dari mulut kita menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. 

Tanpa mengurangi makna bercanda, tentu makian, umpatan, kata-kata kotor, tidaklah make sense untuk dipilih dalam materi untuk membuatnya menjadi bahan candaan.

Alih-alih menghibur, dan membuat tertawa kawan, malah ujung-ujungnya menjadi malapetaka dan menghasilkan musuh baru. Kecuali, kita telah mengenal orang tersebut secara kental atau dekat.

Memang dalam kondisi ideal, kita ingin siswa-siswa kita memiliki kosakata yang baik-baik saja, itu tentu harapan kita semua sebagai orang tua dan guru. 

Namun demikian melihat ke kondisi riil, tentu hal itu tidak bisa 100% didapatkan, akan ada kondisi kurang ideal yang harus kita cari solusinya dan penanganannya.

Kembali ke Kelas Karakter saat itu, saya memberikan tips menarik bahkan cenderung lucu, yang mungkin akan berujung mencairnya suasana tegang karena berselisih pendapat. Apa sajakah hal itu? Mari yuk, kita simak bersama di bawah ini:

Ilustrasi diolah dari Incollage/ Sumber : Freepik.com
Ilustrasi diolah dari Incollage/ Sumber : Freepik.com

Mengganti kata-kata umpatan, dengan kata-kata yang lebih positif:

Nama Bunga atau Buah

Misalnya saja, ketika siswa ingin mengumpat dengan menggunakan kata-kata kotor, kata-kata tersebut diganti dengan nama-nama berikut, contoh:

"Ah kamu, Dandellion!"
"Dasar kamu, Anggrek!"
"Jangan gitu, Manggis!"
"Kamu menjengkelkan, Kiwi!"

Tak menunggu lama, siswa-siswa di kelas langsung tertawa, dan menimpali, "gak jadi marah, Miss, kalo gitu, malah jadi lucu.."

Nama Makanan Enak

Misalnya saja, ketika siswa ingin mengumpat dengan menggunakan kata-kata kotor lagi, kata-kata tersebut diganti dengan nama-nama berikut, contoh:

"Ah kamu, Kelepon!"
"Dasar kamu, Mie Goreng Ayam!"
"Jangan nyebelin, Pie Apel!"
"Kamu menjengkelkan, Roti Kismis!"

Siswa-siswa saya, langsung tertawa tergelak kembali, sambil berujar, "Waah itu malah mbikin ngekek, Miss, malah, gak jadi marah!"

Saya menimpali, memang itu tujuannya, supaya bisa mendinginkan orang-orang yang sedang bersitegang. Saya menyarankan kepada mereka untuk memulai hal itu pelan-pelan, dan menjadikannya sebuah habit yang baru.

Setidaknya menggantikan kosakata -kosakata bad words dengan kosakata baru yang lebih bernilai positif dan lebih bisa diterima oleh orang yang mendengarkannya.

Memang bukan hal yang mudah untuk melakukan modifikasi perilaku, terutama untuk remaja, di mana emosi mereka dominan dipengaruhi amygdala.

Namun demikian menjadi sebuah tanggung jawab moral bagi kita semua, untuk mulai menyematkan bibit-bibit baik, seperti kesantuanan dalam berujar, menghargai orang lain, toleransi atau tepo seliro, karena mereka akan dapat menyesuaikan diri di tengah heterogennya masyarakat kita. 

Life skill harus mulai diasah sejak dini, sehingga mereka mampu menempatkan diri dimanapun mereka berada kelak, dan lebih bijak dalam menyikapi hal-hal yang sensitif di masyarakat.

Dalam situasi seperti saat ini, yang dibutuhkan adalah solidaritas dan bersatu sehingga semuanya lebih cepat dan mudah untuk diselesaikan, bukan menciptakan kegaduhan-kegaduhan yang justru akan memperparah kondisi.

Kontrol diri juga sangat diperlukan untuk menguasai hal-hal yang akan kita keluarkan dari diri kita, entah itu pemikiran atau bahkan kata-kata yang secara lisan maupun tulisan kita hasilkan.

Memang tips di atas tidak sempurna,(kesempurnaan hanya milik Allah semata, yes) tetapi hal ini menjadi pengalaman kami untuk mengurangi kata-kata yang kurang baik untuk diucapkan, setidaknya menjadi berkurang dan mendinginkan suasana ketegangan karena efek bad words.

Demikian sharing edukasi nilai dan karakter yang bisa saya bagikan dari diskusi Kelas Karakter kami di sekolah. Berharap semua dalam kondisi baik, dan juga berharap pandemi ini akan berakhir dengan segera. Salam sehat untuk kita semua.

Indonesia bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun