Surat-surat bagiku adalah memori. Semangat setiap dibaca kembali surat-surat yang diberikan. Aku selalu menyimpan surat-surat.
Sejak jaman SMA, aku mulai menyimpan surat. Surat ucapan ulang tahun ketika aku berumur 17 tahun masih utuh tersimpan, surat yang hari ini jadi bukti bahwa beberapa dari pemberi surat adalah teman baik.
Selain itu, ada surat hura-hura saat bosan les siang hari, surat lucu berisi kata-kata antik dari temanku, mengigatkan aku pernah memakai helm cowok ala pembalap hahaha, aku menyimpan surat itu. Kadang, jika sedang iseng aku membagikan foto ke grup dan teman-teman ramai tertawa.
Surat paling inspiratif dan selalu jadi bahan renungan adalah surat yang kuterima di keranjang cinta saat pelatihan Indonesia Mengajar tahun 2016.
Bahasa positif yang dikirim di sana selalu jadi pengobat saat sedang terjatuh. Selain itu, surat-surat dari muridku di SDN 02 Baya dan beberapa SD yang kudatangi saat mengikuti Indonesia Mengajar adalah obat mujarab saat aku sedang tidak melakukan apa-apa.
Surat-surat itu, menarikku untuk terus bertanya "apakah pengabdianmu sudah berakhir di 1 tahun itu? Mana semangat dulu?" kemudian, aku memutuskan tidak menyerah.
Muara Enim Cerdas tahun 2018 di Muara Enim, Sumatera Selatan adalah surat lain yang mengigatkan aku bahwa aku pernah ke sana, pernah menjadi diriku sendiri ketika pelatihan guru yang akan dikirim ke penempatan.
Surat dari Surat Cinta ketika pelatihan Guru PengabdiHarusnya jaga image sih tapi bagiku mereka malah menjadi teman hahaha, beberapa orang yang sampai hari ini masih berkomunikasi dengan baik, menyenangkan sekali ketika membaca ulang surat-surat itu. Nyatanya, mereka sudah menyelesaikan 1 tahun pengabdian tersebut.
Japfa for Kids, kembali menjadi daftar kenangan yang sesekali nanti akan kubuka.
Surat-surat yang kudapatkan dari love box di pelatihanSurat ini baru, meski belum memberikan pengaruh apa-apa namun 9 bulan di Malang, surat itu kutaruh di lemari agar bisa kubaca setiap hari, setiap kali aku marah pada pekerjaanku yang tidak pasti, aku mengigat teman-teman dipenempatan lain yang sedang berjuang dengan ketidakpastian yang sama.
Surat bagiku adalah memori, surat adalah kenangan manis, yang membuatku mengigat kembali wajah-wajah pemberinya. Surat bagiku spesial, sekalipun sekarang ada teknologi, surat tetap spesial sebab usaha si penulis menjejalkan tinta hingga membentuk kata yang manis untuk di kenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H