Untuk Malang, aku menitipkan sepotong doa sebelum benar-benar meninggalakn kota itu, Tuhan ijinkan aku kembali.
Kado dari SDN Kidangbang
Terpaksa, lagi-lagi aku menerima permintaan itu. Sebab banyak yang harus dipamiti, akhirnya Kidangbang sekolah terakhir karena faktor jarak juga. Ketika sampai, hanya tersisa bu Sri, Bu Yossi dan bu Ririn. Kami sudah telat 2 jam dari waktu janjian.Â
Aku senang mereka menunggu. Ketika pulang, bu Yossi dengan gaya khasnya "jangan lihat harganya". Dug, jadi ini alasan mereka ngotot agar aku ke sekolah?Â
Aku bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang punya kepercayaan yangs sama bahwa memberi, menguatkan hubungan dan menambah kasih sayang.
Kami punya 10 sekolah dampingan program di Malang, Aku sungguh tidak iba hati jika sekolah lainnya tidak memberi apapun, mereka memberi doa-doa baik agar selamat sampai tujuan.Â
Beberapa guru yang sebelumnya tidak pernah WA karena aku tidak menjadi fasilitator di sana, tapi temanku, menjapri mengirim doa baik. Masya Allah, kado itu tidak selama bentuknya fisik, doa baik, masih diingat, ditanyakan, bahkan ketika yang tidak lupa itu adalah diri kita itu juga namanya kado.Â
Betapa receh, jika kado hanya sebuah bingkisan yang bisa jadi esok lusa rusak, kado terbaik selalu ingatan, kenangan dan menikmati saat bersama apapun dramanya. Lalu, suatu hari timbul rindu yang dituntaskan dengan bertemu. Semoga Tuhan ijinkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H