https://www.kompasiana.com/nitajuniarti/5e995b22097f3660ba64fe22/kegelisahan
Setelah berfikir dan menggunakan waktu merenung tentang perjalanan sejak 2016-2020 ini. Nyatanya, saya ikut dalam barisan anak muda yang menyalakan lilin di gugusan pulau terkecil di Indonesia sekalipun hingga membuat obor di Jakarta terus menyala. Nyatanya, kami memang bukan dikirim untuk menjadi solusi, menjadi panutan, menjadi inspirasi atau apapun sebutannya.Â
Kami ditugaskan setahun untuk belajar. Kami dituntut untuk menjadi patner belajar, kami dipaksa untuk bersyukur bahwa di berbagai daerah sudah ada yang memulai hanya saja tidak terlalu mencolok sebab lilinnya merek lokal sehingga kami diwajibkan datang untuk menyiram minyak tanah agar segala kegelapan menjadi terang, sejenak.Â
Lilin yang secara nyata hanya bertahan beberapa jam bisa jadi satu-satu cahaya yang menjadi perantara antara saya dan mereka dalam melihat cara untuk menerangi ruangan yang gelap. Setelah itu? Kami bekerja sama untuk Indonesia lebih baik melalui lilin kecil yang terus dinyalakan di setiap sudut Nusantara.Â
Khawatir setelah saya pergi lilin itu akan mati? Tentu, namun kadang suka lupa bahwa mereka yang tertinggallah yang menentukan apakah nyala itu tetap dijaga atau harus dibiarkan mati saja.Â
Jangan lupa. Sebatang lilin yang hidup beberapa jam saja itu pernah masuk berita membakar rumah warga. Sekali lagi, kadang saya suka alpha dengan prasa "yang penting ambil bagian dulu" sekecil apapun bagian yang diambil untuk perubahan Indonesia. Semangat Warga!
*Sebuah renungan, 3 Hari setelah tidak ada pekerjaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H