Hai lelakiku, apakah kita akan berjuang bersama menghilangkan tradisi (kejawen) yang masih digunakan oleh  keluargaku ? Atau akan menyerah saja, ketika hal semacam itu membuat kita goyah.
Apakah kau akan mencari gadis lain yang lebih modern, agar mudah untuk beranjak ke pelaminan, tidak ribet dalam menentukan ini dan itu. Jika iya beranjaklah  kamu dari sekarang untuk mencari,  sebelum sayang dan cinta kita terlalu dalam. Bukan berarti aku tidak sayang denganmu lagi, aku pun berharap ketegasan darimu. Akankah kau perjuangkan diriku, hanya kita  tak mau memakai  tradisi yang tidak ada dalam islam.
Lantas bagaimana ???
Aku menyikapi atas semua ini, tidak bisakah mengambil alternatif lain? Aku memaklumi profesi yang kamu geluti saat ini, mendapat cuti saja hanya dua hari. Waktu yang sangat berharga yang tak mau kamu sia-siakan dengan hal yang menurut kamu tidak terlalu penting. Tapi setidaknya kamu bisa mengorbankan waktumu sehari saja untuk acara yang sakral ini. Bukankah yang kita mau hanya da satu pernikahan dalam hidup kita.
Jujur aku juga tidak ingin menyalahkan tradisi yang sudah turun temurun di pertahankan, dan aku juga tidak ingin gagal menikah gara-gara adat. Mendengar cerita tentang keluargamu yang sudah meninggalkan adat istiadat, jujur aku salut.Â
Aku ingat  ketika kamu mengatakan  "bahwa  dalam islam menikah itu dipermudahkan, tapi ini mau nikah aja ribet" katamu pada waktu itu. Yang harus kau tau mengajak orang untuk berubah dari kebiasan yang mereka lakukan itu sulit, dan aku tidak bisa merubah tradisi keluargaku dalam waktu yang singkat ini, semua butuh proses dan itu bertahap.
Dalam hadist dan Al-Quran memang tidak dituliskan bahwa menikah harus ditentukan tanggal dan hari lahir (weton) karena semua hari itu baik aku menyadari hal itu.  Lelakiku banyak yang harus kita pertimbangkan bersama untuk membangun keluarga kecil yang bahagia. Aku rela  jika kamu pergi karena tak bisa menerima keputusan keluarga ku yang masih menggunakan tradisi jawa (kejawen).  Tak mengapa memang salah satu diantara kita harus ada yang mengalah walau rasanya seperti di sayat oleh pisau yang tumpul.Â
Aku kira dengan latar pendidikanmu yang sudah tinggi, bahkan mengerti tentang hukum dan agama kamu akan mencari solusi terbaik, yang aku kira sudah dewasa dengan umurmu yang sudah hampir kepala tiga. Ahh sudahlah, jika memang cinta kita tidak bisa dipertahankan kenapa harus dipaksakan iya kan. Lelakiku, bahagialah dengan pasangan yang  akan kau jadikan partner hidupmu nanti. Â
Nyatanya, umur bukanlah indikator kedewasaan seseorang, bahkan latar belakang pendidikan tidak menjamin sebuah kebahagiaaan
Setiap orang sudah memiliki jalannya masing-masing, dan ini adalah jalan yang telah alloh tuliskan untuku, ikuti alurnya nikmati ritmenya sampai bertemu dengan orang yang ketika aku lihat hatiku berkata ini orangnya. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H