4. Asas sosial dan budaya, yang membahas proses sosialisasi individu dan rekonstruksi masyarakat sesuai dengan kebudayaan yang ingin disampaikan.Â
5. Asas organisatoris, yang berkaitan dengan jenis organisasi dan pendekatan yang digunakan dalam penyusunan kurikulum.Â
6. Asas ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menyoroti implikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap isi kurikulum, strategi pembelajaran, dan sistem evaluasi. Semua asas ini menjadi dasar dalam merancang kurikulum yang efektif dan relevan.
Komponen-komponen dalam kurikulum pendidikan Islam mencakup tujuan pendidikan, isi/materi pembelajaran, media (sarana dan prasarana), strategi pengajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi.Â
a. Tujuan pendidikan mencakup pengembangan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan untuk hidup mandiri. Isi kurikulum harus sesuai, bermakna, mencerminkan kenyataan sosial, mengandung pengetahuan ilmiah, dan menunjang tujuan pendidikan.Â
b. Media digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan isi kurikulum kepada peserta didik.Â
c. Strategi pengajaran melibatkan pendekatan, metode, dan peralatan yang digunakan dalam pengajaran. Proses belajar mengajar penting untuk memfasilitasi perubahan tingkah laku peserta didik.Â
d. Evaluasi kurikulum memiliki peran penting dalam penentuan kebijakan pendidikan dan pengembangan sistem pendidikan.
Dalam perspektif hadis, pendidikan memiliki aspek keimanan yang bertujuan mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam, dan syariat. Pendidikan moral dan akhlak mencakup dasar-dasar serta keutamaan moral, yang harus ditanamkan pada anak didik sebagai bagian dari kurikulum pendidikan Islam.
Pendidikan fisik dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik sebagai "khalifah" di bumi dengan kondisi fisik yang sehat, kuat, dan bersemangat. Pendidikan intelektual bertujuan membentuk cara berpikir anak agar mampu memahami dan menganalisis fenomena ciptaan Allah di jagat raya. Pendidikan psikis bertujuan menyempurnakan kepribadian anak agar saat taklif, mereka dapat melaksanakan perintah Allah dengan baik. Pendidikan sosial dimulai sejak kecil, mengajarkan adab sosial yang baik, berdasarkan aqidah Islamiyah, agar anak tampil dengan pergaulan yang baik, akal yang matang, dan tindakan yang bijaksana. Dan pendidikan seksual bertujuan memberikan pengajaran tentang masalah seks, naluri, dan perkawinan agar anak mengerti yang diharamkan dan dihalalkan, serta mampu bertingkah laku Islami tanpa mengikuti hedonisme.
Metode Pendidikan Islam dalam perspektif hadis memiliki landasan kuat dalam ajaran Nabi Muhammad SAW. Beberapa metode tersebut melibatkan interaksi antara guru dan murid, seperti metode tanya jawab yang dicontohkan melalui hadis Jibril dan Nabi Muhammad. Metode demonstrasi juga digunakan, seperti saat Nabi menunjukkan persaudaraan antar sesama Muslim dengan menggunakan jari-jarinya. Metode amsal atau perumpamaan diilustrasikan melalui hadis tentang munafik yang dibandingkan dengan kambing yang kebingungan di antara kambing lainnya. Reward and punishment digambarkan dalam hadis mengenai syafa'at di hari kiamat bagi orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan ikhlas. Belajar secara bertahap ditekankan dalam hadis yang menggambarkan cara Rasulullah mengajarkan Al-Quran kepada para sahabatnya. Dialog interaktif antara pendidik dan peserta didik dipraktikkan dalam hadis tentang sungai di depan pintu yang menggambarkan pentingnya shalat lima waktu. Humor juga digunakan oleh Rasulullah dalam memberikan nasihat, seperti saat beliau bersenda gurau dengan seorang anak mengenai burung kesayangan. Metode praktik diilustrasikan melalui cara Rasulullah menunjukkan cara berwudhu dengan jelas kepada seorang sahabat. Penggunaan gambar sebagai metode juga terdapat dalam hadis yang menggambarkan satu jalan lurus menuju Allah dan banyak jalan setan yang membuat manusia tersesat. Terakhir, metode berbaur bersama anak ditekankan melalui hubungan akrab antara Rasulullah dan para sahabatnya, menciptakan lingkungan pembelajaran yang nyaman dan efektif.