Mohon tunggu...
Niswatul Hasanah
Niswatul Hasanah Mohon Tunggu... Editor - Penulis

Seorang gadis yang menyukasi karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan di Mata Ayah

5 Oktober 2019   18:38 Diperbarui: 5 Oktober 2019   18:56 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tercengang. Sekali lagi, ternyata nuansa hangat yang dimaksud ayah adalah ibu. Sosok wanita yang takkan terganti bagi kami. Begitu banyak jejak-jejak yang ibu titikkan hingga membekas.

Dalam hal sekecil ini pun akan mendapat ruang paling lebar di hati ayah. Padahal mungkin, di usianya yang menginjak renta ini, beberapa hal mudah terlupa. Tapi tidak dengan ibu. Beliau memang hebat. Seberapa suka duka yang kami lewati, satu pun tidak ada yang hilang.

"Senyum ibumu paling manis. Apalagi saat hujan, akan bertumbuk dengan kopi tanpa gula buatannya."

Ayah tidak berhenti mengoceh tentang ibu. Aku yakin, kerinduannya akan ibu tengah menyeruak.

"Tapi sekarang senyum ibumu telah tertelan rintik-rintik hujan."

Sekarang aku mulai mengerti. Ayah mengencani rintik-rintik hujan untuk mencari senyum ibu yang hilang.

Blitar, 5 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun