Mohon tunggu...
Niswana Wafi
Niswana Wafi Mohon Tunggu... Lainnya - Storyteller

Hamba Allah yang selalu berusaha untuk Istiqomah di jalan-Nya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Remaja dalam Jeratan Sekulerime

15 Agustus 2023   09:24 Diperbarui: 15 Agustus 2023   09:24 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus tawuran di kawasan Jakarta Pusat. Selama bulan Juli, belasan tawuran telah terjadi di Johar Baru, Tanah Abang, dan Sawah Besar. Tawuran merupakan salah satu dari sekian banyak kenakalan remaja yang makin meresahkan. Kenakalan lainnya, seperti geng motor, begal, dan berbagai jenis kekerasan yang berujung pada kematian dengan pelaku remaja juga menjadi tontonan sehari-hari masyarakat.

Belum lagi kasus narkoba, yang juga kian banyak menjerat remaja. Menurut data yang dikumpulkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), 49 jaringan narkotika internasional dan nasional telah menyebar ke berbagai desa dan kota yang ada di Indonesia. Pengguna narkoba meningkat menjadi 4,8 juta, dan sebagian besarnya adalah remaja.

Begitu pun juga dengan pergaulan bebas anak remaja yang makin dianggap biasa. Padahal, pergaulan bebas remaja ini dapat membuat pelakunya memiliki masa depan suram dan dapat membuka pintu masalah lainnya, seperti peningkatan remaja putus sekolah, aborsi, gangguan kesehatan mental, angka kematian ibu, stunting, dan berbagai masalah lainnya. 

Berdasarkan hal tersebut, salah satu faktor yang menjadi penyebabnya ialah kegagalan pada sistem pendidikan. Kita harus melakukan evaluasi ulang sistem pendidikan saat ini. Mengapa kenakalan remaja justru menjadi masalah yang meresahkan pada usia sekolah? Padahal seharusnya, remaja pada usia sekolah merupakan individu yang senantiasa tenggelam dalam lautan ilmu. Mereka seharusnya tersibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat.

Dalam sistem pendidikan saat ini, setidaknya ada tiga hal penting yang menjadi titik kritis penentu output yang dihasilkan. Pertama dan terpenting yakni, fokus pendidikan saat ini hanya terletak pada inteligensi. Oleh karenanya, kurikulum pun dirancang untuk memenuhi tujuan akademik. Pembentukan kepribadian hanyalah tambahan saja. Terlebih dengan merebaknya Islamofobia, ajaran Islam yang benar justru makin dipersekusi dan dijauhkan dari kehidupan sehari-hari. Bukankah tingginya kasus tawuran dan narkoba dapat disebabkan oleh ketidakstabilan emosi akibat jauh dari agama?

Kedua, komersialisasi pendidikan menjadikan masyarakat tidak dapat menikmati hak pendidikan mereka. Biaya pendidikan masih menjadi masalah besar bagi banyak keluarga. Meskipun beberapa jenjang pendidikan memiliki program SPP gratis, namun tetap saja biaya pendidikan lainnya juga masih tinggi. Akibatnya, banyak anak yang putus sekolah hanya karena tidak memiliki uang.

Belum lagi tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan di Indonesia tersebar tidak merata. Di kota-kota besar, fasilitas dan guru cenderung lengkap. Sebaliknya, kualitas pendidikan sangat rendah di daerah pedesaan, terutama di pelosok negeri. Hal ini karena fasilitas yang diberikan tidak memadai dan minimnya insentif untuk pengajar. Akhirnya, tidak banyak orang yang bisa mendapatkan pendidikan berkualitas, sebagian besar hanyalah yang penting datang ke sekolah dan mendapatkan ijazah. Bukankah ini pula yang mendorong kenakalan remaja karena kebodohan mereka?

Ketiga, sistem pendidikan vokasi mengatur pendidikan hanya sesuai dengan keinginan korporasi. Program seperti ini harus benar-benar dievaluasi. Kompetisi lulusannya hanya difokuskan seputar buruh, baik buruh kerah biru ataupun putih. Mental menjadi buruh/pekerja telah ditanamkan sehingga tidak terbangun daya kreatif dan inovatif dalam diri mereka.

Jika kita melihat betapa kompleksnya masalah kenakalan remaja, kita akan menemukan bahwa bukan hanya sistem pendidikan yang harus dievaluasi, tetapi juga sistem kehidupan sekuler. Sistem ini telah terbukti menjadi pangkal dari banyak masalah, termasuk salah satunya yakni kenakalan remaja.

Setidaknya terdapat tiga poin penting yang bisa dibahas. Pertama, sistem sekuler menjauhkan agama dari kehidupan dan negara. Tata kelola negara didasarkan pada standar maslahat yang dikemukakan oleh manusia, bukan berdasarkan pada syariat dari Allah. Jika dibandingkan dengan aturan dari Sang Pencipta, akal manusia yang terbatas tentu tidak akan mampu menandinginnya. Akal manusia yang lemah akan menimbulkan perselisihan dan pertentangan pada aturan kehidupan yang telah dibuatnya. Jadilah, banyak kebijakan yang ditetapkan justru merusak seluruh tatanan kehidupan. Mirisnya, kebijakan yang dibuat pun hanya sesuai dengan kepentingan penguasa. Contohnya, larangan seragam muslimah yang baru-baru ini ditetapkan dengan dalih toleransi beragama. Padahal, kewajiban seorang muslimah mengenakan kerudung tidak ada perbedaan di kalangan para ulama.

Inilah jadinya jika kebijakan diserahkan kepada akal manusia yang sangat lemah dan terbatas. Apalagi pada akal yang jauh dari Islam, yang jelas-jelas batil, tetapi justru diberi dukungan. Pakaian syar'i dilarang, namun seragam "seksi" malah dibiarkan. Bukankah hal ini pula yang dapat memicu perbuatan seks bebas, pelecehan seksual, dll.?

Kedua, sekuler membuat kehidupan jauh dari agama sehingga melahirkan kebebasan bertingkah laku. Maka wajar jika saat ini gaya hidup masyarakat juga ikut menjadi kapitalis dan liberalis, kebebasan bertingkah laku malah diperjuangkan dan dijunjung tinggi. Sesuatu yang dilarang agama justru dibenarkan dan dianggap biasa, begitu juga sebaliknya.

Ketiga, kapitalisasi di berbagai bidang menjadi biang kerok rusaknya tatanan moral remaja. Misalnya, industri hiburan yang kental dengan budaya pornografi dan hedonisme justru makin dipupuk dan diviralkan. Padahal, semua itu telah mengalihkan kegemaran remaja dari giat menimba ilmu menjadi tersibukkan pada pemenuhan keinginan yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut. Sebagai contoh, film Barbie, yang baru-baru ini menjadi hit besar di kalangan kawula muda, terutama remaja putri. Mereka rela mengeluarkan banyak uang hanya untuk menonton film dan membeli beberapa aksesorinya. Ini juga dapat memicu kenakalan remaja seperti pencurian atau pinjol ilegal karena mengikuti tren mahal itu.

Contoh lainnya adalah pada industri per-game-an, yang didesain untuk digemari remaja, terutama laki-laki. Kegemaran remaja pada game dapat menyebabkan kecanduan dan mengubah hidup mereka menjadi bebas dan dipenuhi dengan fantasi kekerasan. Banyak dari permainan tersebut berfokus pada perkelahian dan korbannya ialah perempuan. Hal inilah yang menjadi pemicu tingginya tingkat tawuran, begal, dan kekerasan seksual oleh remaja.

Dengan demikian, tidak hanya sistem pendidikannya yang harus diperbaiki, tetapi juga sistem kehidupan sekuler harus dihilangkan. Hal ini harus disuarakan dan diperjuangkan agar masalah kenakalan remaja bisa teratasi. Dengan menerapkan sistem kehidupan dari Sang Pencipta, yakni sistem Islam, bersama dengan seperangkat aturan dan sistem pendidikannya, bukan hanya kenakalan remaja yang dapat diredam, melainkan akan melahirkan remaja tangguh yang siap untuk mengambil alih estafet kepemimpinan menuju peradaban emas dan mulia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun