Mohon tunggu...
Niswa Ibda Sanatin
Niswa Ibda Sanatin Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya merupakan mahasiswa semester 3 dengan program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dengan konsentrasi Geografi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai seorang mahasiswa saya suka berolahraga dan cukup tertarik untuk menulis sebuah karya ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus Kenaikan PPN pasal 25 Terhadap Pedagang Kaki Lima

14 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 14 Desember 2024   22:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbak Della Seorang pedagang teh Solo yang berjualan di pinggir jalan(Foto: [Dokumen Pribadi]) 

Potensi Tindak Pidana 

Perpajakan Tindak pidana perpajakan, seperti penggelapan PPN, masih menjadi masalah signifikan dalam implementasi PPN Pasal 25. Beberapa pengusaha yang terlibat dalam transaksi dengan pihak lain mungkin tidak mencatatkan transaksi tersebut secara benar atau bahkan melakukan pemalsuan faktur pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakan. Praktik-praktik semacam ini dapat menyebabkan kerugian negara yang signifikan, sekaligus menciptakan ketidakadilan antara pengusaha yang patuh dan yang tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan.

  1. Ketidaksesuaian Antara Pemungutan dan Pengkreditan 

PPN Permasalahan lainnya adalah ketidaksesuaian antara pemungutan dan pengkreditan PPN antara pengusaha yang satu dengan pengusaha lainnya. Dalam sistem PPN, pengusaha yang membeli barang atau jasa dapat mengkreditkan PPN yang dibayar pada pembelian tersebut terhadap PPN yang dipungut pada penjualan. Namun, dalam beberapa kasus, terdapat ketidaksesuaian antara pencatatan dan pelaporan antara pengusaha yang bertransaksi. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam pemulihan atau pengembalian PPN yang seharusnya dikreditkan kepada pengusaha pembeli. Penyalahgunaan sistem kredit PPN oleh pihak tertentu juga dapat menambah kesulitan dalam memastikan keakuratan data pajak yang dilaporkan. 

  1. Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap PPN Pasal 25 

Peningkatan atau perubahan kebijakan fiskal terkait tarif PPN juga berpotensi menambah kompleksitas dalam pelaksanaan PPN Pasal 25. Misalnya, kebijakan untuk menaikkan tarif PPN atau memperkenalkan perubahan dalam struktur PPN (seperti pengenalan tarif PPN khusus untuk barang dan jasa tertentu) dapat menambah beban administratif bagi pengusaha dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Pengusaha perlu memperbarui sistem pembukuan dan pelaporan mereka untuk memastikan bahwa perubahan tarif tersebut tercermin dengan benar dalam faktur pajak dan SPT Masa PPN. 

  1. Kurangnya Sosialisasi dan Pendidikan Pajak 

Sosialisasi mengenai peraturan perpajakan yang berkaitan dengan PPN Pasal 25 masih sangat kurang, terutama bagi pengusaha kecil dan menengah yang baru memasuki dunia bisnis formal. Kurangnya pemahaman tentang kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi dapat menyebabkan pengusaha mengabaikan kewajiban PPN mereka. Oleh karena itu, pendidikan dan sosialisasi mengenai pentingnya kewajiban PPN serta cara-cara yang benar dalam pelaporan dan pemungutan PPN sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran pajak. 8. Penyederhanaan dan Penyesuaian Peraturan Dalam rangka mengurangi permasalahan administratif, perlu ada upaya penyederhanaan peraturan perpajakan terkait PPN Pasal 25, sehingga pengusaha dapat lebih mudah dalam memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka. Penyesuaian terhadap sistem e-Faktur dan penerapan teknologi perpajakan yang lebih user-friendly juga perlu diperhatikan agar lebih banyak pengusaha yang dapat mengakses dan memanfaatkan fasilitas tersebut.

Pada awal tahun ini, pemerintah mulai memberlakukan kebijakan baru terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pasal 25 yang mewajibkan pedagang kecil untuk membayar pajak. Kebijakan ini menimbulkan kebingungan dan tantangan tersendiri bagi pedagang kecil seperti Mbak Della penjual es teh Solo yang telah kami wawancara pada hari Jum'at, 13 Desember 2024. Pada pukul 17.00 pada sore hari.

Mbak Della mengungkapkan bahwa dia baru mendengar tentang PPN Pasal 25 ini. Sebelumnya, dia hanya mengetahui bahwa PPN biasanya diterapkan di toko besar atau restoran. Namun, dengan adanya kebijakan baru ini, pedagang kecil pun kini diwajibkan untuk membayar pajak, meskipun ada keringanan bagi pedagang dengan omzet tertentu. "Saya agak bingung. Saya jualan es teh ini dari pagi sampai sore, kadang cuma dapat sedikit untung. Kalau harus bayar pajak, bukannya makin berat beban saya?" ujarnya.

Meskipun pemerintah memberikan keringanan untuk pedagang kecil dengan omzet di bawah angka tertentu, Mbak Della mengaku merasa terbebani dengan kewajiban baru ini. Selain itu, dia juga merasa kurang siap karena tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang cara penghitungan atau pelaporan PPN. "Saya tidak tahu cara melaporkan pajak itu, atau harus ke kantor pajak mana. Biasanya, kalau ada urusan dengan pajak, saya hanya ikut saja kalau ada yang datang ke sini," jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun