Mohon tunggu...
Niswah Mufidah
Niswah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - pelajar

Tidak ada yang mustahil ketika kita terus mencoba dan berusaha dan tak lupa selalu ikhtiar dan tawakkal kepada Allah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Apa dengan Sindrom Peter Pan?

26 Oktober 2019   22:42 Diperbarui: 26 Oktober 2019   22:58 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
izmedellashita.blogspot.com

"Syndrom Peter Pan adalah sebuah kondisi psikologis dimana seorang pria dewasa tidak bisa bersikap sesuai dengan umurnya dengan kata lain ia bersikap layaknya anak-anak. Pola asuh yang salah bisa memicu hal ini terjadi pada anak laki-laki."

Pernahkah anda menemui seorang lelaki dewasa yang ternyata pemikirannya justru seperti anak-anak, padahal umur mereka tak lagi kanak-kanak. Cenderung hanya ingin bersenang-senang, tidak ingin terlibat dalam sebuah tanggung jawab, dan juga tak ingin mengambil sebuah komitmen contohnya saja sebuah pernikahan.

Mengapa disebut dengan sindrome Peter Pan ? pastinya sebagian orang dewasa maupun anak-anak sudah pernah tau tentang serial kartun ini, disana diceritakan terdapat sosok tokoh kartun yang menolak untuk menjadi dewasa karena dia ingin masa kecilnya tidak akan pernah habis dan dia selalu bisa bermain dan bersenang-senang tanpa mau menjadi dewasa. Maka dari itu mengapa dinamakan syndrom Peter Pan yaa karena ciri-cirinya sama seperti kartun dalam serial kartun tersebut.  

Dalam pendapat lain penggunaan istilah Syndrom Peter Pan pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Dan Kiley. Dia menulis buku tentang The Peter Pan Syndrom: A Man Who Have Never Grown Up.

Sindrom ini menggambarkan tentang kondisi seorang laki-laki dewasa yang tidak bisa menerima tanggung jawab, cenderung manja, kemudian tidak bisa memutuskan segala sesuatu secara langsung atau mereka akan selalu meminta pendapat terlebih dahulu kepada orang tua mereka setiap kali akan mengambil tindakan.

Laki-laki yang mengalami Peter Pan sindrom ini selalu memiliki perasaan kurangnya percaya diri, ketergantungan, merasa tidak bisa bertanggung jawab dan tidak mau bekerja keras.

Seorang professor di Departemen of Personality, Evaluation and Pshychologycal Treatment of the University of Granada sekaligus pakar kelainan emosional, Humbelina Robles Ortega mengemukakan bahwa orang tua yang terlalu melindungi anak (overprotective) bisa saja mengembangkan sindrom Peter Pan. 

Seseorang yang terbiasa dimanjakan oleh orang tua sejak kecil membuat seseorang akan susah move on dari masa kanak-kanak yang sangat menyenagkan. Ketika hal ini terus menerus terjadi maka mereka hanya ingin terus berada dalam masa yang seperti itu. Yang mana semua hal hanya ditangani oleh orang tua saja.

Sindrom Peter Pan biasanya mempengaruhi orang-orang yang merasa tidak mampu menjadi priadi yang dewasa. Maka tak heran ketika anak laki-laki tersebut sudah menginjak umur dewasa tetapi pemikirannya masih seperti anak-anak.

Orang-orang yang terkena sindrom Peter Pan ini melihat dunia orang dewasa merupakan sebagai sesuatu yang sangat menimbulkan banyak problematika, penuh dengan kerumitan masalah, dan justru sangat menyukai dunia anak-anak.

Walaupun dalam paragraph sebelumnya sudah disebutkan sedikit kriteria, berikut akan di ulas lebih detail lagi  karakteristik tentang ciri orang yang terkena sindrom Peter Pan :

  • Ketidakmampuan seseorang untuk mengambil tanggung jawab.
  • Merasa tidak mampu untuk melakukan suatu hal dengan sendiri.
  • Tidak mampu untuk menepati janji.
  • Kurangnya kepercayaan diri.
  • Selalu berusaha untuk mencari sosok teman yang lebih muda.
  • Tidak memiliki rencana tentang masa depan.
  • Takut terhadap kesepian.

Adanya gangguan psikologis tentunya juga disebabkan karena faktor yang terjadi, lalu apakah faktor yang dapat mengakibatkan anak ketika dewasa nanti bisa terkena sindrom Peter Pan?

Pola Asuh Orang Tua 

Menurut pendapat seorang Psikolog klinis Pustika Rucita menuturkan bahwa penyebab paling utama sindrom ini terjadi adalah pola pengasuhan orang tua dimasa kanak-kanak. Juga pengalaman yang sangat membuat anak merasa tidak nyaman pun dapat memicu timbulnya sindrom Peter Pan.

Pola asuh yang dapat memicu terjadinya sindrom Peter Pan ini adalah pola asuh orang tua yang otoriter yang mana orang tua terlalu mengatur kehidupan anak dengan keras, sehingga anak tidak dapat leluasa berkembang dengan keinginannya sendiri. Sehingga ketika beranjak dewasa anak cenderung memiliki rasa takut, tidak percaya diri, bahkan ragu terhadap kemampuannya sendiri. Akibatnya anak juga akan susah untuk diberikan sebuah tanggung jawab.

Pola asuh  permisif pada pola asuh ini orang tua terlalu memanjakan anak, segala hal yang diinginkan oleh anak akan selalu terpenuhi tanpa adanya persyaratan apapun yang membuat anak mempunyai usaha dalam mendapatkan keinginan tersebut.

Ketika anak sudah terbiasa dengan hal ini maka akan terbentuklah pola pikir dalam diri anak bahwa ia akan selalu bisa mendapatkan apa yang diinginkan walau tanpa usaha apapun.   

Robles Ortega seorang professor di Departemen Personality, Evaluation and Psychological Treatmen, University of Granada juga mengemukakan tentang dampak buruk tentang pola asuh orang tua yang overprotektif akan mengakibatkan kecemasan yang berlebih terhadap anak.

Ketika anak-anak di asuh dengan orang tua yang cenderung overprotektif maka keterampilan dalam diri anak tidak dapat berkembang dengan baik, akibatnya anak tidak bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri.

Ditambah dengan adanya sikap orang tua yang memanjakan anak sejak kecil maka ketika dewasa ia akan terus memandang akan masa kanak-kanak lah yang paling membahagiakan dan menyenangkan.

Ketika mereka selalu berusaha untuk tetap berada pada kondisi seperti ini (sindrom Peter Pan) maka mereka akan mendapatkan respon yang negatif dari lingkungan mereka. Seperti: adanya masalah dalam hubungan sosial serta sulit dalam menjaga janji dengan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun