Mohon tunggu...
nisva dwi riyanti
nisva dwi riyanti Mohon Tunggu... -

jadi diri sendiri itu lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Money

Memahami Hukum Dalil-Dalil Islam

25 Februari 2016   15:40 Diperbarui: 4 April 2017   18:01 5367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber dan Dalil Hukum
Dalam bahasa Arab, yang dimaksud dengan “sumber” secara etimologi adalah mashdar (مصدر), yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Dalam ushul fiqih kata mashdar al-ahkam al-syar’iyyah (مصادرالاحكام الشرعية) secara terminologi berarti rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Alquran dan Sunnah. Sedangkan
Dalil secara etimologis berarti sesuatu yang dapat member petunjuk kepeda yang dirasakan atau yang dipahami. Sedangkan secara terminology Ushul fiqih dalil hukum adalah:

ماىستدلبالنظرالصحىح فىه على حكم شر عى عملى على سبىل القطع اوالظن وادلة الا حكام,واصول الاحكام,والمصادر التشريعيةللاحكام,الفاظمترادفة معناها واحد.

“Dalil Adalah sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk yang dengan menggunakan pemikiran yang benar untuk menetapkan hukum yang syara’ yang bersifat amali, baik secara qath’i maupun dzanni. Dalil hokum, ushul al-ahkam, al-mashadir al-tasyri’iyah li al-ahkam. Lafaz-lafaz tersebut mempunyai arti yang sama.
Yang dimaksud dengan dalil hukum yaitu Dalil-dalil syariah yang dapat mengistinbathkan hukum syariah.
Dari pengertian yang telah dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa pada dasarnya, yang disebut dalil hukum adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan alas an atau pijakan dalam usaha menemukan dan menetapkan hucccckum syara’ atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat.

B. Pembagian sumber Dalil Hukum
Syaikh Khudari Biek mengelompokan sumber dalil hokum islam kepada dua bagian, yaitu sumber dalil berbentuk naqli atau (aqidah al-ahkam al-manshushah)dan sumber dalil berbentuk aqli/al-ra’yu (adillah al-ahkam ghairu manshushah atau adillah al-ahkam fima la nasha fiha)
Sumber dalil berbentuk naqli, terdiri dari:
1. Al-Qur’an : Al-qur’an dan hadist adalah sumber hukum ajaran islam yang harus dijalankan setiap pemeluk agama islam itu sendiri. Al qur’an bersifat universal dan mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang terdapat dalam kitab-kitab Allah yang lain. Di samping itu Al qur’an juga mencakup ilmu pengetahuan pada umumnya.
Contohnya : Quran ditulis dalam rangka untuk mendirikan shalat tersebut.
2. As-Sunnah : dapat dijadikan sebagai referen dalam memahami maksud-maksud al-qur’an.
Contoh:
"Dalam sebuah perjalanan , Rasullulah saw salat di atas kendaraan menghadap sesuai arah kendaraan.Apabila beliau hendak melakukan salat fardu, beliau turun sebentar,terus menghadap Kiblat "
(H.R Muslim)

""Konon Nabi Muhammad saw mengenakan jubah sampai di atas mata kaki" (H.R.Al-Hakim)
Sedangkan sumber dalil yang berbentuk aqli terdiri dari:
1. Al-Ijma adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-qur’an dan Hadist dalam suatu perkara yang terjadi. Contoh : Upaya pembukuan al-Qur’an yang dilakukan pada masa Kholifah Abu Bakar As Shidiq r.a. Pengangkatan Abu Bakar As-Shidiq sebagai kholifah menggantikan Rasulullah SAW dan Menjadikan as Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua setelahal Qur’an. Para mujtahid bahkan umat Islam seluruh dunia sepakkat menjadikan as Sunnah sebagai sumber hukum Islam

2. Al-Qiyas adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada hukumnya, dalam hukum yang ada nash-nya karena persamaan keduanya dalam illat hukumnya. Karena qiyas selalu bersendikan persamaan illat hukum, maka qiyas dapat dilakukan hanya jika illat hukum nash dapat diketahui dengan akal. contoh qiyas klasik : wahyu Al-qur’an dan hadis Nabi. Contoh qiyas kontemporer : bahwa khomer itu memabukkan
3. Al-Istihshan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara` yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Misal yang paling sering dikemukakan adalah peristiwa ditinggalkannya hukum potong tangan bagi pencuri di zaman khalifah Umar bin Al-Khattab ra. Padahal seharusnya pencuri harus dipotong tangannya. Itu adalah suatu hukum asal. Namun kemudian hukum ini ditinggalkan kepada hukum lainnya, berupa tidak memotong tangan pencuri. Ini adalah hukum berikutnya, dengan suatu dalil tertentu yang menguatkannya.
4. Al-Mashlalah al Mursalah adalah mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk (yang tidak baik). Contoh : berbuat kebaikan seperti member sodakoh untuk fakir miskin serta menjauhi perbuatan yang dimurkai Allah.
5. Al-Istishab secara harfiah adalah mengakui adanya hubungan perkawinan. Sedangkan Menurut Ushul Ulama istishab adalah menetapkan sesuatu menurut keadaaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dali yang menunjukkan perubahan keadaan, atau menjadikan hokum yang telah ditetapkan pada masa lampau sampai dengan terdapat dalaoi yang menunjukkan perubahannya contoh : Istishab telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dan perempuan B, kemudian mereka berpisah dan berada di tempat yang berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama berpisah. Berpegang ada hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan antara A dan B, adalah hukum yang ditetapkan dengan istishab.
6. Al-‘Urf adalah sesuatu yang diterima oleh tabiat dan akal sehat manusia atau bisa disebut dengan adat atau kebiasaan. Macam-macam Urf ditinjau berdasarkan ruang lingkupnya Urf ‘am (umum) , Urf khosh (khusus) , urf ditinjau berdasarkan objeknya Urf Lafzhy (ucapan), Urf Amali (perbuatan) urf ditinjau berdasarkan diterima atau tidaknya Urf shahih dan Urf bathil. Contoh : Sesuatu yang disepakati untuk dilarang, seperti mencaci maki berhala bagi orang yang mengetahui atau menduga keras bahwa penyembah berhala tersebut akan membalas mencaci maki Allah seketika itu pula. – Sesuatu yang masih diperselisihkan untuk dilarang atau diperbolehkan, seperti memandang perempuan karena bisa menjadi jalan terjadinya zina; dan jual beli berjangka karena khawatir ada unsur riba.
7. Syar’un Man Qablana adalah syari'at yang dibawa para rasul dahulu, sebelum diutusnya Nabi Muhammad yang menjadi petunjuk bagi kaum yang mereka diutus kepadanya, seperti syari'at Nabi Ibrahim , syari'at Nabi Musa , syari'at Nabi Daud , syari'at Nabi Isa , dan sebagainya. Contohnya : Ajaran agama yang telah dihapuskan oleh syariat kita (dimansukh). Dan Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis tidak suci. Kecuali dipotong apa yang kena najis itu. Ajaran yang ditetapkan oleh syariat kita. Contoh : Perintah menjalankan puasa.
8. Qaul Shahabi.
Kata “Qaul” adalah mashdar dari qaala-yaquulu qaulan yang arti mashdar tersebut adalah “perkataan”. Sedangkan kata “sahahabi” artinya adalah shahabat atau teman. Jadi yang di maksud dengan “Qaulush shahabi” disini adalah pendapat, atau fatwa para shahabat nabi SAW, tentang suatu kasus yang belum dijelaskan hukumnya secara tegas didalam al-quran dan sunnah. Qaul shahabi juga Termasuk salah satu sumber pengambilan hukum islam setelah urutan sumber-sumber utama yang disepakati, yaitu Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Antara kedua bentuk dalil tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat, karena dalil naqli membutuhkan krasi akal untuk memahaminya dan untuk memetik hokum daripadanya, sedangkan dalil aqli/ijtihadi tidak diakui syara’jika tidak bertopang/bersandar kepada dalil naqli,karena akal murni tidak memadai untuk mengetahui hokum syara’. Jadi dalil naqli adalah pokok yang menjadi landasan dalil-dalil aqli.
Prof. Dr.Satria Efendi M. Zein membagi sumber hukum islam kepada dua, yaitu sumber hokum islam yang disepakati ulama dan sumber hukum islam yang diperdebatkan(diperselisihkan)
Sumber hukum yang disepakati menurutnya yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas sedangkan sumber hokum yang tidak disepakati yaitu istihsan, maslahah, mursalah, Urf (adat istiadat), istishab, syar’u man qoblana, mashab sahabi dan sad az-zari’ah. Menurut fatwa Ridwa, maksud sumber dalil yang diperselisihkan yaitu dalam hal mengikuti atau tidaknya. Sumber-sumber tersebut adalah istishan, istishab, maslahah mursalah, urf, mashab sahabat, syariat sebelum islam (syaru man qoblana).
Contoh Qaul Sahabi yaitu anas bin malik yang menerangkan tentang minimal haid wanita yaitu 3 (tiga) hari.

C. Al Qur’an Sebagai Sumber dan Dalil
1. Pengertian Al Qur’an
Secara etimologis al Qur’an adalahbentuk mashdar dari kata qa-ra-a
(قرا ) sewazan dengan kata fu’lan (فعلان), artinya: bacaan; berbicara tentang apa yang tertulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata (قرا) berarti مقروء., yaitu isim maf’ul (objek) dari قرا.
Arti al Qur’an secara terminologis ditemukan dalam beberapa rumusan rumusan definisi sebagai berikut:
1. Menurut Syaltut, al-Qur’an adalah: “ Lafadz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dinuklilkan kepada kita secara mutawatir”.
2. Al-Syaukani mengartikan Al-Qur’an dengan:”kalam allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis dalam mushaf, dinuklilkan secara muthawatir.
3. Definisi al-Qur’an yang dikemukakan Abu Zahrah ialah:”kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad”.
4. Menurut al-sarkhisi, al-Quran adalah: “kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, di tulis dalam Mushaf, di turunkan dengan huruf yang mashur dan di nuklilkan secara mutawatir”.
5. Ibn Subki mendefinisikan al-Qur’an:”lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, Mengandung Mu’jizat setiap suratnya, yang beribadah membacanya”.
Dengan menganalisis unsur-unsur setiap definisi di atas dan membandingkan antara satu sefinisi dengan yang lainya, dapat ditarik suatu rumusan mengenai definisi al-Qur’an, yaitu:”lafaz berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinuklilkan secara mutawatir”
2. Otentisitas al-Qur’an
Umat Islam sepakat bahwa kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang disebut Al-Qur’an dan yang termuat dalam mushaf, adalah otentik( semuanya adalah benar-benar dari Allah SWT), dan semua wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW dari Allah melalui malaikat jibril telah termuat dalam Al-Qur’an.
3. Fungsi dan Tujuan Turunya Al-Qur’an
Al-qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia bagi kemaslahatan dan kepentingan mereka, khususnya umat mukminin yang percaya akan kebenarannya. Kemaslahatan itu dapat berbentuk mendatangkan manfaat atau keberuntungan, maupun dalam bentuk melepaskan manusia dari kemadaratan atau kecelakaan yang menimpanya.
Bila ditelusuri ayat-ayat yang menjelaskan fungsi turunya Al-Quran kepada umat manusia, terlihat dalam beberapa bentuk ungkapan yang diantaranya adalah :
• Sebagai budan atau petunjuk bagi kehidupan umat.
• Sebagai rahmat atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangNya.
• Sebagi Furqon yaitu pembeda antara yang baik dengan yang buruk, yang halal dengan yang haram, yang salah daan yang benar, yang indah dan yang jelek, yang dapat dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan.
• Sebagai mau’izhah atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing umat dalam kehidupanyauntuk mendapatkan kebahagiaan dunia dab akhirat.
• Sebagai busyra yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia.
• Sebagai tibyan atau mubin yang berarti penjelasan atau yang menjelaskan terhadap segala sesuatu yang disampaikan Allah.
• Sebagai mushaddiq atau pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya (Taurat, Zabur, Injil). Ini berarti bahwwa Al-Quran memberikan pengakuan terhadap kebenaran Taurat, Zabur dan Injil sebagai berasal dari Allah(sebelum adanya perubahan terhadap isi kitab suci itu).
• Sebagai nur atau cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam menempuh jalan menuju keselamatan.
• Sebagai tafsil yaitu memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
• Sebagai syifau al-shudur atau obat bagi rohhani yang sakit. Al-Quran untuk pengobat rohani yang sakit ini adalah dengan petunjuk yang ada di dalamnya.
• Sebagi hakim yaitu sumber kebijakan sebagaimana tersebut dalam surat Luqman (31) : 2.
4. Mu’jizat Al-Quran
Secara etimologis mu’jizat berarti sesuatu yang dapat melemahkan, sehingga orang lain tidak dapat berbuat yang sama atau melebihi. Setiap Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah mempunyai mu’jizat. Hal ini berarti ia mempunyai satu daya atau kekuatan yang dapat melemahkan kekuatan lain sehingga tidak ada yang mampu berbuat hal yang sama atau melebihinya.
Mu’jizat Al-Quran tidak terdapat pada lembaran fisiknya, tetapi dalaam hasa dan maksud yang terkandung didalamnya. Ia mempunyai keluarbiasaan yang secara akal tidak mungkin dihasilkan sendiri oleh Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan bahw Al-Quran itu seluruhnya memang berasal dari Allah SWT. Bentuk kemu’jizatan Al-Quran dapat dirangkum dalam hal-hal sebagai berikut :
a) Dari segi keindahan bahasa
Al-Quran mempunyai keindahan bahasa yang tidak mungkin ditandingi ahli bahasa arab manapun. Hal ini sudah mendapat pengakuan umum dari orang yang mengerti dzaug (rasa) bahasa arab. Keindahan itu terdapat dalam penggunaan kata, susunan kata dan kalimat, ungkapan, hubungan antara satu ungkapan dengan yang lainya.
b) Dari segi pemberitaan mengenai kejadian masa lalu yang kemudian terbukti kebenarannya, dan sesuai dengan pemberitaan kitab suci sebelumnya.
Al-Quran bercerita tentang kisah para rasul sebelim Nabi Muhammad yaitu tentang Nabi Adam sampai Nabi Isa dan umat yang hidup pada masa pra Nabi itu. Al-Quran bercerita tentang asshabul kahfi dan tentang zulqarnain yang diakui kebenaranya pleh ahli sejarah dan ulama ahli kitab, padahal Nabi sendiri tidak pernah belajar dari ulama ahli kitab manapun, tidak pernah bergaul dengan mereka, juga tidak mampu membaca peninggalan tertulis dari agama sebelumnya.
c) Dari segi pemberitaan Al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi dan ternyata memang kemudian terjadi. Umpamanya berita tentang kekalahan Persia oleh Romawi, sesudah kekalahan Rumawi sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Rum (30) : 2-4.
d) Dari segi kandunganya akan hakikat kejadian alam dengan seisinya serta hubungan antara satu ddengan lainya. Pemberitaan seperti ini merupakan hal-hal yang luar biasa yang kemudian terungkap kebenaranya melalui galian ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) Dari segi kandunganya mengenai pedoman hidup yang menuntun manusia mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, tentang halal dan haram, tentang salah dan benar, tentang buruk dan baik, tentang yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta tentang etika pergaulan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber berarti rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Alquran dan Sunnah. Sedangkan dalil yaitu suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qathi’ (pasti) maupun zhanni (relatif).
Sumber dan dalil hukum-hukum Islam yaitu meliputi Alquran dan Sunnah Rasul. Alquran adalah kalam Allah yang mukjiz, diturunkan kepada Nabi dan Rasul penghabisan dengan perantaraan Malaikat terpercaya, Jibril, tertulis dalam mushaf yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, yang dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Sedangkan Sunnah Rasul adalah segala perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan (sunnah Qauliyah), perbuatan (sunnah Fi’liyah), atau pengakuan (sunnah Taqririyah).
Dalil dan metode penggunaan dalil yaitu ijma, qias, ‘urf, istishab, syar’u man qablana, dan mazab shahabi. Ijma adalah kesepakatan umat Muhammad secara khusus tentang suatu masalah agama. Qias yaitu mengeluarkan (mengambil) suatu hukum yang serupa dari hukum yang telah disebutkan (belum mempunyai ketetapan) kepada hukum yang telah ada atau telah ditetapkan oleh kitab dan sunnah, disebabkan sama illat antara keduanya (asal dan furu’).
‘Urf adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan. Perbedaan ‘urf dengan adat yaitu ‘urf merupakan mayoritas kebiasaan banyak orang sedangkan adat muncul karena adanya kebiasaan pribadi. Istishab yakni menganggap tetapnya status sesuatu seperti keadaannya semula selama belum terbukti ada sesuatu yang mengubahnya. Syar’u man qablana adalah syariat atau ajaran-ajaran nabi sebelum Islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syariat Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Dan mazab shahabi adalah pendapat sahabat Rasulullah Saw. Tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Alquran dan Sunnah

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun