Nahwu secara bahasa berarti tujuan (al-Qashdu). Sesuai dengan maknanya, nahwu tidak hanya dapat diartikan sebagai salah satu cabang ilmu bahasa Arab, tetapi juga dapat diartikan sebagai sebuah tujuan manusia mempelajari sesuatu.
Ada sebagian orang yang menjadikan kefasihan berbicara sebagai tujuannya dalam mencari ilmu. Namun, ada juga sebagian yang berfokus pada kesucian hati sebagai tujuan utama. Nahwul Qulub sendiri dapat diartikan sebagai gramatika kalbu (hati). Nahwul Qulub dapat dimaknai sebagai sebuah cara agar dapat berdialog dengan Allah Rabbul 'Alamin melalui bahasa kalbu.
Buku ini ditulis oleh seorang ulama Tasawuf yang terkenal, yaitu Imam al-Qusyairi dengan menggabungkan antara ilmu tata bahasa dan ilmu tasawuf. Sebuah terobosan baru, buku ini menjadi buku pertama yang membahas ilmu tasawuf dari sudut pandang ilmu linguistik.
Melalui buku ini, kita bisa mengetahui bahwa Imam al-Qusyairi merupakan seorang ulama yang penuh dengan kedalaman ilmu dan cakrawala pengetahuan yang luas. Intelektualitas ulama asal Ustu, Khurasan, ini terpampang dengan jelas dalam buku ini.
Bagaimana tidak, ilmu nahwu yang merupakan suatu ilmu untuk mempelajari tata bahasa Arab digunakan sebagai media untuk menerangkan hal-hal yang berbau metafisik dan di luar nalar. Dalam buku ini, setiap penjelasan mengenai kaidah-kaidah dalam bahasa Arab dikaitkan dengan ajaran-ajaran tasawuf dengan bahasa yang indah.
Kitab ini terbagi menjadi dua versi, yaitu Nahwul Qulub al-Kabir dan Nahwul Qulub as-Shagir. Dua versi ini sama-sama menjelaskan tentang urgensi bahasa sufistik sebagai tema besar kitab ini.
Pembahasannya dipaparkan secara ringkas namun padat dan lugas. Al-Qusyairi memulai penjelasannya dari definisi nahwu secara etimologi. Menurutnya, secara konvensional, nahwu adalah sebuah cara agar mampu mengucapkan kalimat dengan benar (al-Qashdu ila shawab al-Kalam).
Namun, secara esoterik, nahwu adalah sebuah jalan supaya seorang hamba mampu mengucapkan kalimat terpuji yang didasarkan pada hati (al-Qashdu ila hamd al-Qaul bi al-Qalb). Kalimat terpuji ini tidak lain merupakan percakapan antara manusia dengan Allah (al-Haqq) yang menggunakan bahasa kalbu.
Hal ini tentunya sangat menarik dan menggambarkan betapa tinggi khazanah keilmuan sang penulis. Tanpa penguasaan ilmu yang mumpuni akan sulit, untuk tidak mengatakannya mustahil, menyusun buku yang sangat berbobot ini.
Saya ingin mengambil contoh yang lain. Dalam ilmu nahwu konvensional, isim atau kata benda terbagi menjadi dua, yaitu nakirah (kata benda umum) dan ma'rifah (kata benda khusus). Hal yang sama berlaku juga dalam ilmu nahwul qulub.
Pada dasarnya, makhluk terbagi menjadi dua macam. Makhluk yang berada di tingkatan nakirah dan makhluk yang berada di tingkatan ma'rifah. Dua macam makhluk ini memiliki batasan dan karakteristik masing-masing.