Bahasa Inggris seharusnya tak lagi menjadi bahasa asing di Indonesia. Dewasa ini, bahasa Inggris sudah begitu menjamur dan mudah ditemukan di berbagai tempat. Kita bisa menjumpainya di atas papan informasi, di dalam selebaran iklan, bahkan di antara produk yang kita gunakan sehari-hari. Tanpa disadari, bahasa internasional ini sudah begitu familiar di Indonesia. Misalnya di dalam dunia pendidikan, bahasa Inggris tidak lagi sekadar mata pelajaran yang hanya dipelajari seminggu sekali. Kini, banyak sekolah yang menggunakannya sesering mungkin. Sekolah kerap mengadakan kompetisi  bahasa Inggris dan mengirim murid-muridnya untuk ikut serta. Sedangkan yang lainnya membangun sekolah bilingual dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa utama di ruang kelas.Â
Bahasa Indonesia dalam Ranah Pendidikan
Beberapa kali saya menemukan siswa yang sangat mahir berbahasa Inggris sejak masih sangat belia. Kemampuannya menguasai bahasa asing ini datang dari lingkungan rumah atau permainan yang dimainkan pada gawai. Hal ini jelas merupakan fenomena yang sangat baik, mengingat pesatnya kemajuan globalisasi pada saat ini. Namun sayangnya, jika murid tersebut ditanya tentang bahasa tanah air, mereka seringkali kelabakan. Â
Murid yang luwes berbahasa Inggris justru kesulitan memahami literasi bahasa Indonesia. Beberapa dari mereka tidak memahami kosa kata sederhana. Sedangkan siswa lainnya kesusahan memahami makna dari naskah yang singkat. Juga ada yang kesulitan merangkai kalimat sempurna dengan bahasa  Indonesia. Murid-murid yang mahir berbahasa Inggris ini justru membaca bahasa Indonesia dengan terbata-bata. Hal ini jelas memprihatinkan. Seolah menunjukkan bahwa bahasa Inggris lebih dekat dengan para murid, dibandingkan dengan bahasa tanah air, bahasa Indonesia.Â
Bahasa Asing yang Sedekat Nadi
Bergeser dari ruang pendidikan, bahasa Inggris tentu saja marak ditemukan di ruang-ruang publik, industri profesional, bahkan sampai ke media sosial. Salah satu mal terkemuka di Indonesia pernah mengumumkan permintaan maaf atas kelalaiannya dengan menggunakan bahasa Inggris. Mal tersebut tidak menggunakan terjemah Indonesia sama sekali. Padahal mal tersebut memiliki nama Indonesia, terletak di Negara Indonesia, dan tentu saja pengunjungnya didominasi oleh warga Indonesia.Â
Sedangkan di industri profesional, kebanyakan dari kita mengirim surat elektronik menggunakan bahasa Inggris, tidak peduli apakah sang penerima berasal dari Indonesia bagian mana. Adapun di sosial media, anak muda lebih sering menuliskan keluh kesah mereka menggunakan bahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia.
Kenapa Bahasa Inggris Dibanding Bahasa Kita?
Ada beberapa alasan bahasa Inggris menjadi lebih terkenal dibandingkan bahasa  Indonesia. Penggunaan bahasa Inggris seringkali dianggap lebih bergengsi, profesional, dan modern. Kebanyakan orang merasa bahwa bahasa Inggris memiliki tingkatan lebih tinggi dan jauh lebih berkelas daripada bahasa Indonesia. Tentu saja ini merupakan pemahaman yang keliru. Bahasa seharusnya digunakan sesuai dengan fungsinya, sebagai alat berekspresi, berkomunikasi, dan berdiskusi. Tidak ada bahasa yang berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, yang ada hanyalah mau atau tidaknya kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas diri sendiri.
Ayo Berbahasa Indonesia, Ayo Berbudaya
Kita semua harus mengingat kembali rumusan Trigatra Bangun Bahasa : Utamakan bahasa Indonesia; lestarikan bahasa daerah; kuasai bahasa asing. Jika diperhatikan kembali urutannya, hal pertama adalah mengutamakan bahasa Indonesia yang diikuti dengan melestarikan bahasa daerah. Sedangkan bahasa asing jelas berada di urutan paling terakhir. Inilah yang seharusnya menjadi acuan kita tentang posisi bahasa itu sendiri. Mengutamakan bahasa Indonesia dibanding bahasa asing. Menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing. Mencintai bahasa Indonesia ketimbang bahasa asing. Jadi, marilah kita biasakan berbahasa Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI