Mohon tunggu...
Anissa
Anissa Mohon Tunggu... Buruh - Just like that

Sederhana dan Cukup

Selanjutnya

Tutup

Roman

Dia

15 November 2023   21:52 Diperbarui: 28 April 2024   21:17 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi, dan tentu saja manusia tak bisa sepenuhnya tahu atau bahkan memprediksi masa depan secara gamblang. Dalam logikaku memang begitu. Tapi ada kan beberapa orang yang bisa melihat masa depan, aku tak pernah menyangkal akan hal itu. Karena beberapa kali aku juga dapat menebak dengan benar bagaimana kedepannya.

Tapi menebak dan melihat masa depan itu tentu konteks yang berbeda bukan? Meski begitu, aku tak akan membahasnya lebih lanjut. Dia, aku akan membahas tentang Dia.

Latar cerita ini berawal dari aku yang bekerja di sebuah perusahaan dan bekerja secara tim. Dalam satu tim itu terdiri dari 20 lebih karyawan. Pertengahan bulan Maret tepatnya, ia masuk dalam tim kami yang disebut section B line 8. Ia cukup handal dalam menangani beberapa permasalahan dalam pekerjaan kami. Hingga percakapan kami pertama kali mengenai bagian pekerjaanku yang berhubungan dengan bagiannya.

Caranya melihat dan memperhatikan bagaimana aku berjalan menghampirinya itu membuatku merasa heran. Aku sadar aku diperhatikan, karena tentu saja aku melihat ke arahnya sambil membawa kerjaanku itu. Tak kurang tak lebih hanya membahas tentang pekerjaan.

Lalu, beberapa minggu berlalu kita sama sekali tak saling berkomunikasi bahkan ia malah dipindahkan ke line lainnya. Tapi kemudian salah satu member tim kita keluar dan ia kembali menjadi bagian dari line 8. Dari sinilah kita mulai mengenal.

Percakapan berikutnya di antara kami, "Kenapa ini ga ada pasangannya?"

"Lah tadi udah aku pasangin semua loh," aku terheran dan melihat ke arahnya dengan bingung.

"Ini ga ada," ia kekeh menjawab begitu sambil tertawa garing. Apa ini kenapa ia tertawa di tengah sutuasi yang membingungkan itu. Apa yang membuatnya terlihat senang itu yang ingin ku tahu sampai kini.

Akhir bulan Maret, ketika itu ia dikabarkan mempunyai kekasih yang berbeda line dengan kita, line 4 katanya. Tapi entahlah, aku tak begitu peduli. Ada yang mengatakan, "Dia sering loh berkunjung ke rumah Perempuan ini. Bukankah artinya itu, Dia serius dengan Perempuan ini." Aku hanya mendengarkan tanpa repot-repot menimpali percakapan di antara salah satu teman dekatku dan rekan kerjanya.

Posisi meja kerja kami yang berdekatan membuat dia dengan leluasa melihat dan mengomentari setiap tindakanku, dari sanalah kami mulai sedikit akrab. Tapi hanya sedikit karena aku tidak seterbuka itu. Ia yang sering megajakku berbicara dan bercanda yang kemudian berakhir diam setiap kali aku memgatakan fakta, lalu tertawa sampai seluruh wajahnya memerah ketika aku menjawabnya dengan nyeleneh.

Tak terasa tiba saatnya pergantian ke job baru membuat kami satu tim memiliki banyak waktu luang, dengan kreativitasnya Dia malah membuat gelang hitam yang hanya dipilin, namun hasilnya sangat bagus. Sampai kosan aku teringat dengan gelang itu dan tertarik untuk membuatnya. Dan di sinilah aku yang menghubunginya dulu untuk memintanya mengajariku membuat gelang itu.

Minggu, 9 April 2023. Dengan jelas aku mengingatnya, itu kejadian yang konyol bagiku di tengah kekalutan hati. Malam hari sekitar pukul 9 malam aku mengirim pesan pada Dia dan memintanya untuk mencarikan seseorang yang bisa menjemputku di malam itu. Hampir satu jam lebih aku bertukar pesan dengannya. Aku berboncengan dengan teman yang baru ku kenal seminggu dari line 1. Dengan bodohnya aku percaya dan mau pergi dengannya, tanpa bertanya detail kegiatan dan kepentingan apa untuk pergi dengannya itu. Aku hanya diminta untuk menemaninya ke suatu tempat dan tanpa curiga sedikit pun, aku mau menemaninya.

Aku menceritakan kronologi cerita secara ringkas pada Dia, hanya Dia yang ketika itu terlintas untuk ku hubungi. Aku memaksa teman yang memboncengiku itu untuk berhenti di salah satu SPBU yang kami lewati, perjalanan masih jauh dan aku mengancam akan kencing di atas motor jika ia tak berhenti di SPBU atau apalah itu untuk kencing. Alasan klasik, tapi itu berhasil. Aku jadi punya tempat longgar tanpa di awasi walau sejenak untuk menghubungi orang rumah dan menceritakan lebih detail pada Dia via voice note. Dia sepertinya marah, ketika itu hampir jam 11 dan aku mengiriminya lokasi di mana aku berada saat itu.

'Gila, kamu ngapain sampai situ jam segini.' Begitu ia mengataiku.

'Makanya jemput aku, aku takut ga tau jalan pulang.'

'Kalau sekarang aku ga bisa.'

'Kalau ga ada yang jemput, kemungkinan besok Senin aku ga kerja lah. Mungkin aku juga ga kerja di situ lagi'

'Pakai grab kan ada, kenapa ga dari tadi sore. Kalau maghrib tadi masih sempat, sekarang aku capek barusan beli baju buat lebaran.'

'Terima kasih, sudah menemani selama perjalanan jauh ini. Kamu cukup membuatku tenang.' Dia memang menjadi pengalih suasana dalam situasi genting itu.

Aku ingin pulang, tapi malam itu aku dipaksa untuk menginap di kosan temannya. Aku tak memiliki solusi lain ketika itu selain meminta bantuan dari Dia. Aku egois, aku terlalu merepotkan banyak orang ketika itu. Paman dan ibuku yang akhirnya menjemputku ketika jam menginjak tengah malam. Aku bahkan tidak diperbolehkan untuk kembali bekerja. Tapi, oh ayolah. Aku tak akan mengulangi hal yang sama lagi, aku akan membuat jalan keluar yang lebih praktis. Nyatanya selama 1 minggu di rumah tanpa bekerja aku sangat bosan.

Senin, 17 April 2023. Pada akhirnya aku diizinkan untuk kembali bekerja setelah permintaan izin yang agak merepotkan pada ibu dan nenekku. Hampir semua teman satu timku menanyakan apa yang terjadi 1 minggu lalu hingga aku tak berangkat kerja. Lalu dia berkata," Alis kok berangkat lagi toh."

"Ya kenapa? Emang ga boleh." Begitu jawabku.

Kemudian di pagi selanjutnya dia berangkat kerja lebih awal dariku, dan ketika aku tengah mengisi daftar hadir dia tiba-tiba menghampiriku sambil mengatakan sesuatu yang membuatku heran.

"Alis, pemberi harapan palsu." Dalam pikiranku, apa ini? Harapan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun