Subjek hukum hukum internasional termasuk negara, organisasi internasional, Palang Merah Internasional, dan lain-lain, militan, termasuk mereka yang melakukan Kejahatan Internasional. Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional menyediakan sumber hukum. Namun, menurut J.G. Starke, Hukum Internasional secara umum adalah hukum yang terdiri dari prinsip-prinsip dan aturan perilaku yang negara-negara merasa terikat untuk mematuhi. Negara-negara ini biasanya mematuhi hukum ini dalam hubungan mereka satu sama lain.
Secara umum, kerja sama antar negara adalah inti dari hubungan internasional. Sebaliknya, K.J. Holsti menyatakan bahwa istilah "Hubungan Internasional" selalu mengacu pada semua jenis komunikasi antara masyarakat negara, baik pemerintah maupun negara-negara (Sitepu 2011). Pada tahun 1930-an, terutama setelah Perang Dunia I, hubungan internasional menjadi lebih umum. Salah satu komponen penting dari hubungan internasional adalah pertukaran misi, di mana negara-negara mengirimkan pejabat diplomatik yang diakui statusnya untuk melakukan tugas dengan baik. Untuk itu, mereka menuntut hak istimewa atau hak kekebalan untuk menjalankan fungsi diplomatik tanpa diganggu oleh hukum negara yang menerimanya.
Apa itu hak kekebalan atau hak imunitas?Hak Imunitas atau hak kekebalan adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada seseorang atau kelompok tertentu sehingga mereka tidak dapat dituntut atau diadili atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan dalam kapasitas tertentu. Tujuannya adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas-tugas tertentu atau melindungi kepentingan yang lebih luas.
Sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional, termasuk praktik-praktek negara, dan perjanjian lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar negara, seorang pejabat diplomatik diberikan kekebalan dan keistimewaan dalam melakukan tugas dan fungsinya. Sebagai negara yang meratifikasi konvensi Wina 1961 melalui UU No. 1 Tahun 1982, Indonesia berkomitmen untuk memberikan hak-hak tersebut kepada pejabat diplomatik. Namun, dalam praktik hubungan diplomatik antar negara, sering terjadi bahwa perwakilan diplomatik asing melakukan kejahatan di negara penerima, tetapi negara penerima tidak dapat mengadili perwakilan diplomatik asing tersebut karena seorang perwakilan.
Salah satu pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perwakilan diplomatik asing di negara penerima adalah Park Jeong, perwakilan diplomatik Korea Selatan, yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang gadis di bawah umur (Minor) di depan umum. Kasus ini terjadi pada Senin 19 Desember 2016, dan, secara paradoks, peristiwa memalukan itu direkam dan disiarkan oleh sebuah program televisi lokal. Dalam rekaman video, diplomat dari Korsel berusaha melakukan pelecehan seksual dan berencana membawa wanita berusia 13 tahun itu ke sebuah hotel. Rekaman video menunjukkan bahwa perbuatan memalukan diplomat itu menuai kontroversi, dan Chile harus melakukan investigasi tentang pelecehan tersebut. Menurut Kementrian Luar Negeri (KEMLU), tersangka adalah perwakilan kebudayaan Korea Selatan di Chile. Dilaporkan bahwa diplomat Korea Selatan ini juga telah memerkosa seorang gadis berusia 12 tahun dan melakukan kekerasan seksual terhadap istri seorang imigran Korea Selatan yang tinggal di Chile.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan sedang menyelidiki peristiwa yang terungkap yang melibatkan seorang diplomat, yang dianggap sebagai "kesalahan besar". Pelaku telah diberhentikan oleh pemerintah Korea Selatan dan dikembalikan ke Korea. Yu Ji-eun, Duta Besar Korsel di Santiago, berencana mengucapkan permintaan maaf kepada korban dan keluarga mereka. Meskipun diplomat Chili memiliki kekebalan hukum, hak tersebut seharusnya digunakan untuk melakukan tugas intelijen, bukan untuk keuntungan pribadi. Oleh karena itu, tindakan pejabat diplomatik tersebut harus dimintai pertanggungjawaban. Selain itu, Dubes Yu Ji-eun berjanji akan menyelidiki secara menyeluruh dan menghukum para pelaku yang mengungkapnya secara seksual.
Menurut pasal 29 tentang konveresi wina 1961, pejabat Korea Selatan tidak dapat ditangkap dan ditahan oleh Kepolisian Santiago meskipun mereka melakukan pelecehan seksual terhadap gadis di bawah umur (minor), yang bahkan diungkapkan dalam sebuah reality show. Karena pasal 29 menyatakan bahwa pemerintah Chile juga harus mengambil tindakan yang layak untuk mencegah setiap serangan terhadap kebebasan, martabat, dan diri pejabat diplomatik Korea Selatan.
Berdasarkan pasal 31 ayat (1), pejabat diplomatik Korea Selatan memiliki kekebalan terhadap yuridiksi pindana negara penerima, Chile. Tujuan dari memberi kekebalan dan keistimewaan kepada perwakilan diplomatik adalah untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik secara efisien, terutama tugas dari negara yang diwakilinya. Akibatnya, meskipun pejabat diplomatik melakukan pelanggaran pidana, seperti pelecehan seksual terhadap remaja atau orang dewasa di Chile, mereka tidak akan dapat diadili oleh hukum Chile karena hak kekebalan diplomatik mereka. Selain itu, pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa pejabat diplomatik Korea Selatan dapat diadili menggunakan hukum yang berlaku di Korea Selatan jika Korea Selatan berkenan atau ingin mengadili pejabat diplomatik tersebut yang melakukan pelanggaran di negara lain menggunakan hukum yang berlaku di negara tersebut.
Meskipun pejabat diplomatik memiliki hak kekebalan, pasal 41 ayat (1) menyatakan bahwa mereka juga harus menghormati hukum negara penerima. Oleh karena itu, pasal 41 ayat (1) telah dilanggar oleh pejabat diplomatik Korea Selatan. Oleh karena itu, Chile memiliki hak untuk meminta Korea Selatan untuk mencabut kekebalan diplomatik pejabat mereka jika terjadi pelanggaran hukum, sehingga pejabat diplomatik tersebut dapat diadili sesuai dengan hukum Chile. Namun, jika Korea Selatan menolak untuk mencabut kekebalan diplomatik, Chile dapat menggunakan Persona Non Grata, seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1).
Apa yang dimaksud dengan Persona Non Grata?
Persona Non Grata adalah tindakan formal yang diambil oleh sebuah negara untuk menyatakan bahwa seorang diplomat dari negara lain tidak lagi diterima di wilayah mereka. Istilah ini berasal dari bahasa diplomatik dan berarti "orang yang tidak diinginkan." Oleh karena itu, Korea Selatan melakukan recall atau penarikan kembali pejabat diplomatiknya sebelum Chile mengusir mereka. Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (4), Chile berhak untuk meminta Korea Selatan untuk mengadili pejabat diplomatiknya sesuai dengan hukum yang berlaku di Korea Selatan.