Mohon tunggu...
Nisrina Qatrunnada
Nisrina Qatrunnada Mohon Tunggu... Lainnya - -

hello

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sikap Perguruan Tinggi terhadap Kebijakan Kampus Merdeka dalam Perspektif Paulo Freire

25 Desember 2021   23:00 Diperbarui: 25 Desember 2021   23:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Oleh: Nisrina Qatrunnada (Mahasiswa FIS UNJ)

Pendidikan dianggap sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia. Pendidikan yang baik sering dikaitkan dengan kualitas hidup yang baik, terutama dalam hal kekayaan (Muhardi, 2004). Sepuluh tahun kemudian, Wolla dan Sullivan (2017) menyebutkan bahwa pendidikan sering dikaitkan dengan investasi sumber daya manusia, artinya orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pendapatan yang lebih baik. 

Hal ini mengakibatkan banyak orang yang ingin menyelesaikan studinya hingga jenjang pendidikan tertinggi karena gelar dapat dianggap sebagai tiket menuju kesuksesan atau masa depan yang lebih baik. Namun, data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran meningkat hingga 60 ribu orang dibandingkan tahun sebelumnya pada Februari 2020. Dengan demikian, jumlah total pengangguran di Indonesia adalah 6,88 juta orang (BPS, 2019).

Peserta didik sebagai hasil pendidikan yang bermutu tinggi sesuai tuntutan perkembangan zaman sangat bergantung pada perkembangan lembaga pendidikan dalam proses pembelajarannya. Dengan demikian, lembaga pendidikan harus mempersiapkan diri untuk pencapaian target mutu. 

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan demi menyikapi perubahan yang ada sekrang yaitu adanya wabah virus COVID-19 membuat terobosan bar yang revolusioner dan signifikan dimana salah satu terborobosan baru itu adalah program belajar kampus berbasis kemandirian. Program yang disebut sebagai Kebijakan Merdeka Belajar ini memberikan lembaga-lembaga pendidikan otoritas agar dapat mengatur administrasinya sendiri sehingga tidak perlu adanya birokrasi yang rumit dan pada akhirnya para mahasiswa dapat bebas menentukan program studi apa yang mau diambil oleh mereka tanpa adanya hambatan.(Sekretariat GTK, 2020).

Semangat pendidikan yang dilakukan tentunya harus sesuai dengan esensi pendidikan itu sendiri. Paulo Freire (dalam Husni, 2020) menjelaskan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah untuk membebaskan manusia dari rasa takut dan cemas atas penindasan. Freire juga menambahkan bahwa kaum tertindas ini tidak bisa berdiam diri menerima perlakuan penindasan yang dilakukan oleh sang penguasa. 

Ia menyebut bahwa tindakan pasrah adalah tindakan pengrusakan diri. Kaum tertindas perlu sadar bahwa mereka harus berjuang untuk melawan segala bentuk penindasan yang ada. Dengan demikian, maka para kaum tertindas ini bebas dari segala kekangan dan kesulitan yang menyiska diri mereka. Pendidikan yang dimaksud umumnya juga melibatkan guru dan murid dimana salah satu isi buku Freiro menegaskan bahwa guru mengajar dan murid belajar serta guru memikirkan murid dan murid dipikirkan.

Apabila dikaitkan demografi, maka SDM yang ada di Indonesia harus ditingkatkan. Apabila SDM tidak berkualitas, maka tidak hanya individunya saja yang ditindas, negara juga akan ditindas dalam masyarakat internasional. Bentuk pendindasan ini bisa berlarut-larut hingga pada masa negara tidak bisa lagi keluar dari jerat penindasan itu. Indonesia dengan SDA yang kaya harus bisa memikirkan mengenai jalan keluar keterpurukan melalui kualitas SDM berdasarkan pada restorasi pendidikan yang dimaksud dan dijabarkan oleh Freire dalam bukunya tersebut. Pemerintah akhir-akhir ini mulai mencoba cara-cara yang efektif untuk membenahi sistem pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia baru saja mereformasi sistem pendidikan nasional dengan arah kebijakan baru yang disebut kebijakan Merdeka Belajar. Kebijakan ini dikeluarkan dalam 2 (dua) tahap. Tahap 1 kebijakan Merdeka Belajar 1 untuk pendidikan dasar dan menengah  dan tahap 2 adalah kebijakan Merdeka Belajar 2 untuk pendidikan tinggi (Kemendikbud, 2020).

Kebijakan Merdeka Belajar 1 -- untuk pendidikan dasar dan menengah -- memiliki empat program utama yang meliputi pembenahan Ujian Sekolah Standar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Zonasi Penerimaan Siswa Baru (PPDB). Sementara itu, kebijakan Merdeka Belajar 2 atau lebih dikenal dengan "Kampus Merdeka" juga memiliki empat program utama yang meliputi pembukaan program studi baru, reformasi sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi milik negara, dan tiga semester program magang di luar kampus atau yang dikenal dengan istilah "magang" bagi mahasiswa (Sili, 2021).

Kampus merdeka merupakan sebuah konsep yang dikembangkan oleh Kementrian Pendidikan Republik Indonesia agar mahasiswa memeliki kemerdekaan mereka sendiri untuk belajar di perguruan tinggi. Pada hakikatnya, konsep kampus merdeka ini merupakan pengembangan dari konsep merdeka belajar yakni pemberian wewenang dan hak kepada mahasiswa agar mereka bisa memilih bidang apapun yang mereka sukai. Kedua konsep ini merupakan termasuk ke dalam visi misi di era Joko Widodo yang sedang diimplementasikan dengan tujuan untuk menciptakan dan memperbanyak SDM (Sumber Daya Manusia) yang unggul dan kompetitif serta berkualitas (Sevima, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun