Ultra Easing Monetary Policy sudah banyak dilakukan di banyak negara. Seperti AS dan Jepang. Dengan kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi di Indonesia juga akan melakukan teori tersebut. menurut saya apabila Modern Monetary Theory atau MMT ini diterapkan di Indonesia masih bisa akan tetapi terbatas dan harus diawasi dengan ketat.Â
Indonesia juga sudah menaikkan angka defisit maksimum dari 3% sekarang 5%. MMT adalah sebuah paradoks dari sebuah teori ekonomi moneter dengan menutup defisit sebuah negara melalui penambahan Jumlah Uang Beredar (JUB). MMT ini direkomendasikan ekonom Amerika Serikat pada saat pandemi Covid-19.
Jika MMT sudah ini diterapkan di Indonesia bukannya salah akan tetapi risikonya sangat besar. Indonesia bukan negara dengan PDB sebesar AS ataupun Jepang, current account juga masih sering defisit dan dibarengi dengan adanya pandemi juga menyebabkan supply barang dan jasa berkurang.Â
Dengan adanya hal tersebut melakukan printing money juga harus lebih berhati-hati karena dengan menurunnya PDB dan menambah uang yang diedarkan rentan akan terjadinya inflasi yang tinggi pada kemudian hari. Dengan melakukan printing money berarti BI menambah demand disaat supply berkurang. Ini yang harus diperhitungkan.
Pada teori IS-LM Keynes, apabila kurva IS (kurva pada pasar barang) diasumsikan tetap dan LM (kurva pada pasar uang) ditambah maka kurva LM akan bergeser dari M ke M1 dengan kebijakan penurunan tingkat suku bunga dari r0 ke r1 sehingga dapat menambah pendapatan nasional dari y0 ke y1.
Dari teori Keynes diatas, bisa menjadi langkah kebijakan moneter bank sentral untuk menambah jumlah uang beredar. Akan tetapi suku bunga yang terlalu rendah dalam kondisi perekonomian yang lesu juga rentan terjadinya liquidity trap.
Menambah uang beredar di Indonesia melalui pelebaran dari kebijakan fiskal. Tetapi apabila nanti sudah ada indikasi dengan adanya hyperinflation maka bank sentral harus segera menaikkan tingkat suku bunga, menaikkan giro wajib minimum dan membeli surat berharga. Disini apabila Indonesia mempraktikkan MMT pemerintah dan bank sentral harus lebih prudent terhadap inflasi.
Kebijakan MMT ini bertujuan menstimulus inflasi yang terlalu rendah shingga tidak sesuai target inflasi dari Bank Indonesia. Mengingat BI memiliki tujuan sasaran inflasi yang stabil atau Inflation Targeting Framework (ITF) maka harus berhati-hati apabila kebijakan ini diberlakukan di Indonesia. Target inflasi BI yaitu 3% dan inflasi pada bulan Mei 2020 tercatat sebesar 2,67%. Â Rendahnya inflasi akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Pandemi Covid-19 yang menyebabkan negara-negara mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown), atau di Indonesia kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat roda perekonomian melambat bahkan nyaris terhenti.
Kebijakan QE sangat diperlukan dalam memperbaiki kondisi perekonomian di masa New Normal pasca lockdown atau PSBB. Setelah terjadi sebuah kejutan yang besar maka juga dibutuhkan bauran kebijakan fiskal untuk melancarkan kebijakan Quantitative Easing Monetary Policy (QE). Sudah banyak kelonggaran kebijakan fiskal maupun moneter pada saat pandemi ini seperti pembebasan tarif listrik untuk kapasitas listrik 450 Va dan potongan sebesar 50% untuk 900 Va, penghapusan pajak penghasian bagi pegawai negeri sipil pada golongan tertentu hingga adanya "kartu pintar" yang di canangkan presiden Jokowi.